Eposdigi.com – Awal musim hujan berarti musim tanam bagi petani. Terutama petani lahan kering yang hanya mengandalkan air hujan seperti para petani di Flores Timur.
Musim tanam tahun ini, lewat program revolusi pertanian, Pemkab Flores Timur mendorong para petani mengembangkan lahan untuk menamam jagung. Melalui Dinas Pertanian, para petani didampingi oleh penyuluh pertanian sekaligus disediakan bibit jagung.
Program Revolusi Pertanian 2020 diawali dengan penanaman perdana bibit jagung hibrida bantuan pemerintah pusat di Desa Ile Gerong, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur. Lebih dari 600 hektar lahan di kecamatan ini yang siap ditanami bibit jagung.
Bupati Flores Timur Antonius Gege Hadjon, seperti dilansir mediaindonesia.com (11/01/2020) mengungkapkan bahwa kabupaten ini mendapatkan bantuan bibit jagung hibrida sebanyak 7,5 ton dari pemerintah pusat.
Baca Juga: Hari Tani Nasional; Apakah Petani berdaulat atas lahan dan benih?
Laman bertani.co.id (30/01/2020) menulis bahwa jagung hibrida mempunyai tingkat produksi yang tinggi. Hasil panen jagung hibrida berkisar antara 8 hingga 12 ton per hektar. Yang menjadi masalah adalah hasil panen jagung hibrida tidak dapat dijadikan benih.
Jika terpaksa dijadikan benih maka tingkat produktifitasnya akan menurun sekitar 30 %. Ini berarti petani harus tetap tergantung pada benih jagung hibrida yang disediakan pengusaha. Petani kehilangan kedaulatannya atas benih.
Petani dan benih ibarat dua sisi uang logam yang tidak terpisahkan. Benih bagi petani bukan sekedar persoalan budidaya tanaman. Benih juga memiliki makna spiritual, bagian dari sosial budaya yang tidak dipisahkan dari masyarakat petani.
Ketergantungan petani terhadap benih yang dipasok perusahaan sama saja dengan mencabut petani dari akarnya. Tanpa benih, petani bisa saja kehilangan identitasnya. Faktanya menurut data tahun 2007, tidak kurang dari 67 % pasar benih di dunia dikuasai hanya oleh 10 produsen benih transnasional.
Baca Juga: Berani Melihat Kelapa Bukan Hanya Sekedar Kopra
Di Indonesia, 71 % benih jagung, 40 % benih padi, dan 70 % benih hortikultura, menurut data tahun 2008, juga dikuasai pengusaha yang terafiliasi dengan perusahaan benih transnasional (binaswadaya.org – 13/05/2013).
Sementara itu, laman yang sama juga menulis bahwa dalam kurun tahun 2007 hingga 2012 sekurangnya 5,7 triliun Rupiah dibelanjakan pemerintah untuk membeli benih pada perusahaan-perusahaan tersebut sebagai subsidi kepada petani. Langkah ini hampir dipastikan jelas tidak berpihak kepada petani.
Perlu langkah kongkrit di tingkat daerah untuk melindungi para petani menuju kedaulatan petani terhadap benih.
Pertama; mengirim anak-anak muda untuk sekolah pada lembaga-lembaga pendidikan terbaik di Indonesia maupun dunia yang mempelajari pemuliaan benih. Mereka-mereka inilah yang nantinya bertanggungjawab untuk melakukan penelitian dan pengembangan teknologi perbenihan.
Tidak hanya belajar dalam urusan perbenihan, anak-anak muda ini juga belajar tentang budidaya dan paska panen, termasuk merancang berbagai teknologi tepat guna bidang pertanian yang dapat diaplikasikan sesuai dengan karakteristik lahan pertanian di Flores Timur dan NTT
Kedua; mendata, mengidentifikasi dan verifikasi benih lokal untuk mendokumentasi dengan baik sumber-sumber keanekaragaman hayati lokal. Upaya ini juga sekaligus melindungi kehayatian lokal dari ekspansi benih atau tanaman luar.
Ketiga; mengorganisir petani lokal dan melembagakannya secara formal. Formalisasi ini penting sebagai syarat sertifikasi benih lokal yang dimiliki petani-petani lokal. Pengorganisasian ini juga menjadi bagian dari konsolidasi berbagai sumber daya yang dimiliki untuk menahan gempuran kapitalis benih.
Baca Juga: Memahami Peran dan Sejarah Gemohing dalam Pembangunan Masyarakat
Pengorganisasian petani juga sekaligus pengumpulan dan penyimpanan benih dari petani dan segala perlakuan terbaik terhadap benih-benih tersebut untuk menyongsong musim tanam berikutnya.
Keempat; harus ada terobosan untuk mempromosikan penggunaan benih lokal. Sekaligus memberi insentif kepada petani yang menggunakan benih lokal. Hal ini juga harus diikuti dengan menolak proyek bantuan benih dari pemerintah pusat.
Cara-cara ini adalah alternatif yang tidak menutup diri dari alternatif lain yang lebih baik dengan tetap memegang teguh prinsip mengedepankan kedaulatan petani. Terutama kedaulatan petani atas benih yang akan ditanam di lahan-lahan pertanian mereka.
(Foto: Ladang Jagung milik anggota Kelompok Tani Bayolewun, Desa Tuwagoetobi – Kecamatan Witihama, Flores Timur. Foto dari Facebook Kamilus Tupen Jumat)
[…] Baca Juga: Benih Subsidi dan Kemandirian Petani […]
[…] Baca Juga: Benih Subsidi dan Kemandirian Petani […]
[…] Baca Juga: Benih Subsidi dan Kemandirian Petani […]
[…] Ayo Baca: Benih Subsidi dan Kemandirian Petani […]
[…] Ayo Baca: Benih Subsidi dan Kemandirian Petani […]
[…] Ayo Baca Juga: Benih Subsidi dan Kemandirian Petani […]
[…] Ayo Baca Juga: Benih Subsidi dan Kemandirian Petani […]