Menyelami Rahasia Inkarnasi Dalam Mitos Manusia Pertama di Lamaholot

Kearifan Lokal
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Diceritakan, Keribe Tilun Wuan, anak keturunan dari manusia penghuni Ile Ape, turun gunung naik bero, berlayar menuju sebuah pulau di Barat. Setelah menambatkan perahu – bero- nya, ia naik ke puncak Ile Boleng, singgah ke sebuah tempat yang dinamakan, Lewo Belen Riangwale.

Di tempat itu, Keribe Tilun Wuan melihat sisa kayu bakaran. Dari sana ia tahu bahwa Ile Boleng ada yang menghuni. Ia naik kesebuah pohon, bersembunyi menunggu siapa gerangan penghuni Ile Boleng.

Tak lama kemudian, muncul sosok sesuatu berbulu lebat, memikul tikus dan ular – hasil buruan. Sosok itu menjentikan kuku-kuku panjangnya, menghasilkan api untuk mengolah bakar hasil buruannya.

Insting penguasa gunungnya menyadari ada “mahkluk” lain di dekatnya. Menyadari ia ketahuan, Keribe Tilun Wuan segera turun dari pohon setelah mendapat isyarat perintah turun dari sesuatu berbulu lebat itu.

Baca Juga:

Badai Seroja dan Hadirnya Organisasi Rahim Lamaholot Kalimantan Barat

Dari isyarat itu, Keribe Tilun Wuan tahu bahwa ‘sesuatu’ berbulu lebat itu berniat baik padanya. Setelah turun, ia membantu sosok penuh bulu itu membuat api dengan “keluli” yang dibawa nya dari Ile Ape.

Ia membantu mengolah hasil buruan, membakarnya dan jadi santapan bersama. Sosok yang tertutup bulu lebat itu, oleh Keribe Tilun Wuan, dipanggil “Apa Utan.”

Tidak hanya menyantap hasil buruan, Apa Utan pun disuguhi tuak dari Ile Ape oleh Keribe Tilun Wuan. Karena tidak biasa minum yang beralkohol, Apa Utan jatuh mabuk tertidur pulas.

Dalam tidur pulasnya, rasa penasaran Keribe Tilun Wuan atas sosok Apa Utan tak terbendung. Ia mengambil pisau pengiris tuak – “mere” yang tajam miliknya kemudian mencukur habis semua bulu yang menutupi tubuh dan memotong kuku-kuku panjang Apa Utan.

Teramat kagetlah ia, karena Apa Utan ternyata seorang perempuan dewasa. Ketika bangun dan menyadari keadaan dirinya, menangislah Apa Utan karena malu. Keribe Tilun Wuan kemudian menutupi tubuh Apa Utan dengan sehelai kain sarung yang ia bawa.

Baca Juga:

Gunung, Perempuan dan Ata Diken Lamaholot

Kribe Tilu Wuan kemudian mengambil Apa Utan menjadi pendamping hidupnya. Apa Utan diberi nama baru: Sedo Lepan Ina, olek Keribe TilunWuan.

Buah perkawinan mereka lahir sepasang anak kembar. Laki-laki dan perempuan, yang mereka namai Kelake Ado Pehan dan Kewae Sode Boleng, yang kemudian menikah dan melahirkan anak-anak keturunan mereka.

Setali tiga uang, pun dengan mitologi manusia pertama Ile Ape di Lembata. Peni Utan Lolon, manusia pertama Ile Ape,memiliki kisah pertemuan yang sama dengan seorang pendatang yang menaiki bero.

Pendatang ini dikenal dengan banyak nama. Tidak hanya Boli Basa Lekang, ia juga dikenal dengan panggilan Pehang Koli Wuan dan/atau  Boli Bang Gala.

Peni Utan Lolon yang sebelumnya tubuhnya tertutup penuh bulu, pun dicukur oleh Boli Basa Lekang setelah keduanya berbagi jamuan makan malam sambil minum tuak yang dibawa Boli Basa Lekang.

Baca Juga:

Mitos dan Gunung

Setelah tahu bahwa sosok penuh bulu itu adalah sosok seorang perempuan maka Boli basa Lekang pun mengambil Peni Utan Lolon menjadi istrinya.

Sedo Lepan Ina dan Peni Utan Lolon adalah pemilik gunung. Tutur turun temurun menyebut mereka ‘sosok yang tubuhnya dipenuhi bulu’.

Mitologi dituturkan turun temurun, justru tidak bermaksud sebagai sebuah rekam peristiwa sejarah semata. Peristiwa sejarah yang berisi tokoh tertentu dalam suatu waktu tertentu. Namun tidak berhenti pada ‘hanya’ peristiwa sejarah.

Mitologi di Lamaholot adalah (menurut saya), penuh dengan muatan-muatan simbolik. Cerita-cerita itu dibuat untuk mengungkapkan nilai-nilai purba tertentu yang adalah saripati kearifan lokal masyarakat.

Laki-laki dalam diri Boli Basa Lekang dan Kribe Tilu Wuan adalah pendatang. Ada sebuah peristiwa yang disengaja oleh mereka. Berpetualang, mencari hal-hal baru.

Baca Juga:

Toxic Femininity : Masayarakat Menuntut Perempuan

Ketika mereka tiba di tempat baru, mereka tidak mengambil paksa dan menguasai. Ada proses interaksi. Saling mengenal dan berbagi, dalam sebuah suasan yang akrab dan saling menghargai.

Dalam peristiwa makan bersama, Keribe Tilun Wuan dan Boli Basa Lekang menempatkan diri sejajar dengan “Apa Utan”, sosok yang tubuhnya tertutup bulu.

Peristiwa beralihnya Apa Utan menjadi Sedo Lepan Ina dan/atau Peni Utan Lolon adalah sebuah peristiwa inkarnasi. Dari sebelumnya sosok yang tak dikenali, menjadi sosok perempuan dewasa.

Keribe Tilun Wuan dan Boli Basa Lekang ‘memanusiakan” Apa Utan. Sosok Apa Utan yang sebelumnya tak bernama, sosok yang tidak dikenali siapa dia karena seluruh tubuhnya tertutup bulu, mengalami inkarnasi menjadi manusia seutuhnya. Tidak lagi Apa Utan, melainkan telah berinkarnasi menjadi Sedo Lepan Ina dan /atau Peni Utan Lolon.

Baca Juga:

Pendidikan Kontekstual dan Gerakan Pemberdayaan Perempuan

Proses Apa Utan menjadi manusia adalah sebuah proses yang disengaja. Proses untuk mengungkapkan jati diri, siapa dibalik  sosok penuh bulu itu.

Perempuan Lamaholot tidak diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Bahwa laki-laki hadir untuk membuat perempuan pertama itu ‘menemukan’ jati dirinya. Ia bukan apa utan, ia adalah manusia perempuan. Ia akan menjadi ibu, yang darinya akan lahir putra putri Lamaholot.

Dalam tutur mitologi itu itu, tidak ditemukan ungkapan atau peristiwa yang diceritakan bahwa Keribe Tilun Wuan atau Boli Basa Lekang menjadikan Sedo Lepan Ina dan/atau Peni Utan Lolon sebagai subordinat, masyarakat kelas dua, mereka.

Artinya apa, bahwa penghormatan kepada martabat perempuan Lamaholot bukan hanya sebuah kompensasi dari sifat chauvinisme atau patriarkis manusia laki-laki Lamaholot. Penghormatan kepada Perempuan Lamaholot adalah sebuah peristiwa Inkarnasi.

Sebuah peristiwa yang disengaja. Penghormatan kepada Perempuan dalam masyarakat Lamaholot adalah upaya yang disengaja agar para perempuan kita saat ini menemukan jati diri mereka. Bahwa sejatinya mereka memiliki semua potensi yang setara, sejajar dengan laki-laki.

Baca Juga;

Mahar Gading Gajah lambang “Harga Diri” Perempuan Lamaholot?

Apa Utan tidak menunggu disuguhi makanan oleh pendatang itu. Ia pemburu, dan berbaik hati membagi hasil buruannya dengan orang asing yang datang ke tempatnya.

Nilai kearifan purba ini harus terus menjadi bagian dari masyarakat Lamaholot hari ini. Bahwa genetika purba kita tidak boleh hilang. 

Peristiwa Keribe Tilun Wuan menutupi tubuh Sedo Lepan Ina dengan sarung yang dia bawa adalah pilihan terhormat. Ia bersedia menjaga dan menghormati martabat Sedo Lepan Ina.

Maka hari ini tidak ada lagi ruang debat tentang penghormatan pada perempuan. Menjunjung tinggi martabat Perempuan oleh masyarakat Lamaholot sebagai sebuah nilai, yang diturunkan generasi ke generasi adalah final.

(Mitos tentang manusia pertama Ata Diken Lamaholot, dituturkan dalam banyak variasi dan versi. Tulisan ini hananyalah mengambil salah satu versi saja. Keberagaman versi ini adalah kekayaan batin Masyarakat Lamaholot)

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of