Eposdigi.com – Masyarakat Desa di Kabupaten Flores Timur umumnya sudah lama mengenal tradisi kerja bersama secara bergilir dalam mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki guna mewujudkan kesejahteraan bersama. Konsep kerjasama itu kemudian diberi nama ”gemohing”atau”gemohin”atau“moit.” Istilah gemohing berasal dari kata bahasa Lamaholot, (bahasa daerah setempat) yaitu: “gemohe” yang berarti membantu atau bekerja bersama secara bergilir berdasarkan prinsip tolong menolong, atau saling melayani di antara mereka tanpa membedakan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Warga yang terlibat dalam gemohing selalu merasa saling ketergantungan dan secara tidak sadar telah membentuk karakter sosial mereka dalam menghargai hak dan kewajiban satu sama lain sebagai satu komunitas.
Pada mulanya gemohing hanya bergerak di bidang pertanian semata oleh sekelompok petani. Hal ini logis diterima karena inisiatif kerjasama, awal mulanya datang dari para petani yang mau bersama-sama secara bergotong royong mengerjakan lahan pertaniannya secara bergilir. Lambat laun orientasi kegiatan tidak saja di bidang pertanian, melainkan makin meluas menjangkau bidang sosial lain.
Karena itu konsep gemohing, mulai mengalami perluasan makna, yakni tidak hanya sebatas pada kegiatan gotong royong sekedar menekankan pada upaya bersama anggota komunitas dalam melakukan sebuah pekerjaan tertentu di bidang pertanian, melainkan hampir menjangkau semua aspek pembangunan masyarakat dan aktifitas sosial lain.
Apabila gemohing dicermati dari perspektif modal sosial, maka sesungguhnya dalam gemohing pun terkandung beberapa elemen utama, antara lain: adanya kerjasama, norma, partisipasi, saling membantu atau menolong dalam menghadapi masalah sosial. Elemen-elemen gemohing tersebut tumbuh dan berkembang secara alamiah melalui proses interaksi sosial atau relasi dalam jangka waktu lama, kemudian mendorong lahirnya saling percaya di antara anggota masyarakat dalam membangun jaringan dan pranata sosial atas dasar kebutuhan bersama menghadapi berbagai peroblem sosial.
Kebiasaan unik lain dari gemohing pun tampak pada kebersamaan ketika hendak mengambil keputusan penting yang berkenaan dengan kepentingan bersama, yaitu selalu menekankan pada aspek musyawarah atau pe-ephut berdasarkan asas kekeluargaan. Karena itu dalam roses pengambilan keputusan selalu ada pertukaran idedan berbeda. Biasanya kelompok masyarakat yang terbentuk dan beraktivitas berdasarkan profesi dan ikatan suku akan lebih mudah mengambil keputusan dan digerakkan untuk mewujudkan pelaksanaan pembangunan desa yang lebih besar.
Pengelompokan kegiatan berdasarkan suku dan profesi ini sejatinya lebih solid ikatan sosialnya, sebab di antara mereka sudah saling mengenal satu dengan lain dalam rentang waktu lama sehingga kemudian melahirkan apa yang disebut dengan gemohing suku. Gemohing suku sejatinya menjadi cikal bakal lahirnya kerjasama yang makin kuat dan luas menjangkau hampir semua aspek kehidupan masyarakat.
Gemohing dalam dinamika sosial dan pembangunan desa dapat dimaknai lebih luas sebagai sebuah strategi pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subyek dan obyek utama penggerak prakarsa, inisiatif, kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam mengelola tantangan pembangunan dan aktivitas sosial budaya lain, seperti pertanian, pembangunan jalan dan rumah warga, upacara perkawinan dan kematian serta dapat mengatur cara menikmati hasilnya bersama secara adil sesuai kontribusi yang diberikan. Atau yang oleh Marx disebut sebagai produksi nilai lebih bersama dan dinikmatinya secara bersama secara adil. Itu berarti gemohing dapat dilihat sebagai aset atau kekayaan kolektif yang bernilai tinggi, karena dapat menjadi alat kontrol efektif bagi warga atas sumber-sumber daya yang dimiliki masyarakat.
Kealpaan negara terbesar pada masa lalu, adalah menyeragamkan pengaturan pengurusan pemerintahan desa melalui UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dengan menghadirkan sejumlah institusi baru di desa sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan, antara lain: Karang Taruna, PKK, Kelompok Usaha Bersama, LMD/BPD. Pada hal masyarakat desa sudah lama memiliki beragam institusi desa yang sangat efektif dalam menggerakkan pembangunan, satu di antaranya adalah GEMOHING yang sebelumnya mengemban fungsi strategis sebagai kekuatan sosial utama masyarakat.
Hadirnya institusi baru di desa kemudian secara perlahan telah mereduksi peran gemohing di dalam masyarakat. Masyarakat mulai terbiasa dengan skema bantuan program dari negara yang kemudian memposisikan masyarakat sebagai obyek pembangunan semata. Akibatnya masyarakat desa secara berkelanjutan menjadi sangat tergantung dengan negara ketika menghadapi krisis. Mestinya negara hadir untuk memperkuat institusi sosial yang sudah ada sebagai mitra kerja tangguh pemerintah dan bukan meniadakan perannya.
Kedudukan gemohing dalam tata kelola pemerintahan desa baru dipandang sebagai sebuah organisasi sosial berbasis komunitas yang secara hirarki tidak memiliki garis hubungan yang bersifat tanggung jawab, melainkan sebagai mitra pemerintah desa. Kerjasama atau kemitraan dalam relasi kuasa seperti ini akan menghasilkan proses sinergitas antara gemohing dengan pemerintah desa maupun dengan para elit desa dalam seluruh proses pembangunan.
Dengan demikian jelaslah bahwa momentum untuk mengembalikan eksistensi gemohing sebagai kekuatan sosial desa masih terbuka lebar sebagai mitra pemerintah desa, karena pola relasi antar organisasi sosial di Desa telah diatur dalam regulasi Negara, sebagaimana tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Bab XII pasal 94 ayat 1, 2, dan 3 disebutkan bahwa: (1) Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa yang ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Lembaga kemasyarakatan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wadah partisipasi masyarakat Desa sebagai mitra Pemerintah Desa. (3) Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat Desa.
Selanjutnya dalam pasal 126 ayat 3 Peraturan pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU Desa, disebutkan bahwa Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, BPD, forum musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa (LKD), lembaga adat Desa (LAD), BUMDes, badan kerja sama antar-Desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Dengan demikian kehadiran UU baru tentang Desa harus dimaknai sebagai peluang dan tantangan bagi masyarakat desa memperkuat pranata sosial yang sudah ada sebagai mitra kerja tangguh pemerintah dan bukan lagi meniadakan perannya. Oleh karena itu pemerintah desa layak mengembalikan posisi, peran dan fungsi awal gemohing sebagai mitra dengan diberi penguatan kapasitasnya dan terus berinovasi sesuai tuntutan perubahan sebagai sebuah mekanisme sosial yang efektif dalam mengelola kerjasama pembangunan secara lebih partisipatif, transparan, disiplin dan bertanggungjawab. (Foto Oleh Ignasius Suban Tukan dalam news.okezon.com)
[…] Baca Juga: Memahami Peran dan Sejarah Gemohing dalam Pembangunan Masyarakat […]
[…] Baca Juga: Memahami Peran dan Sejarah Gemohing dalam Pembangunan Masyarakat […]
[…] Baca juga: Memahami Peran Dan Sejarah Gemohing Dalam Pembangunan Masyarakat […]