Eposdigi.com – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih ‘mempertahankan’ rekornya pada 3 besar provinsi termiskin di Indonesia, menurut data yang dilansir ccnindonesia.com (17.01.2023).
Bersama Provinsi Papua dengan tingkat kemiskinan sebesar 26,8 persen, dan Provinsi Papua Barat: 21,43 persen, NTT menduduki peringkat tiga dengan persentase penduduk miskin sebesar 20,23 persen pada September 2022 lalu.
Secara nasional, tingkat kemiskinan di Indonesia menurut data yang sama adalah 9,57 persen, dimana angka garis kemiskinan adalah sebesar Rp535.547,- per kapita per bulan.
Selain sebagai provinsi termiskin, NTT juga menjadi salah satu provinsi yang penduduknya merasa tidak bahagia. Menurut data BPS yang dilansir terakhir pada tahun 2021, NTT yang memiliki angka indeks 70,31 berada di urutan ke enam sebagai provinsi yang penduduknya paling tidak bahagia. (cnnindonesia,27/02/2023).
Rupanya rekor NTT belum berhenti pada dua point tersebut. Pengukuran tingkat gizi buruk balita di Indonesia menempatkan NTT sebagai salah satu provinsi dengan tingkat gizi buruk kronis terparah.
Baca Juga:
Mencegah Stunting Sekaligus Pewarisan Nilai Lewat Posyandu Remaja
FAO, seperti dikutip oleh katadata.co.id (12.07.2022) menyebutkan bahwa jumlah penduduk penduduk dengan gizi buruk di Indonesia mencapai 17,7 juta jiwa.
Sementara itu berdasarkan Laporan dari Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa angka stunting di Indonesia adalah sebesar 21,6 persen.
Lantas bagaimana dengan angka stunting di NTT? Prevalensi Status Gizi Balita berdasarkan hasil SSGI menempatkan NTT sebagai provinsi dengan persentase prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.
Sumber dari tempo.co menulis bahwa kondisi kurang gizi atau malnutrisi pada balita ditentukan dengan dua indikator; yaitu umur serta tinggi badan. Stunting dan underweight membandingkan tinggi dan berat badan dengan tinggi dan berat badan ideal sesuai standar umur balita.
Sedangkan wasting atau kekurusan adalah perbandingan antara berat badan dengan standar ideal sesuai tinggi badan balita.
Baca Juga:
Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT?
Balita dengan stunting di NTT sebesar 35,3 persen, wasting atau kekurusan sebesar 10,7 persen dan kekurangan berat badan atau underweight sebesar 28,4 persen (tempo.co,07/02/2023). Prosentase ini menempatkan NTT sebagai provinsi dengan persentase stunting, wasting maupun underweight tertinggi di Indonesia.
Lalu apa hubungan antara data-data ini dengan pribahasa “tikus mati di lumbung padi?’
Sudah diketahui umum bahwa sorgum dan kelor merupakan dua komoditi pangan yang memiliki kandungan gizi terbaik. Gizi pada Sorgum mengalahkan kandungan gizi padi. Sementara kelor tidak terkalahkan dalam kandungan gizi dengan jenis sayuran manapun.
NTT tidak bisa dipisahkan dari dua komoditi pangan ini. NTT adalah salah satu provinsi penghasil sorgum terbesar di Indonesia. Apalagi Kelor. Bahkan di dunia, kelor NTT kualitasnya hanya kalah dari kelor asal Spanyol (kompas.com, 28/01/2015).
Melengkapi tulisan ini, rasa penasaran kemudian mendorong saya mencari tingkat dan pola konsumsi masyarakat NTT.
Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan hasil survey pada Maret 2022, melansir Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk di Indonesia pada Oktober 2022.
Baca Juga:
Benar saja, dari dokumen ini Nusa Tenggara Timur sungguh jauh tertinggal dari provinsi lain dalam hal tingkat konsumsi protein.
Kita di NTT juara 1 dalam tingkat konsumsi padi-padian per kapita per hari. Untuk urusan karbohidrat terutama padi-padian setiap orang di NTT mengkonsumsi 1.158,34 kilo kalori (kkal) sehari. Bila dibandingkan dengan rata-rata nasional untuk ini hanya pada angka 857,25 kkal.
Sementara konsumsi protein kita sungguh memprihatinkan. NTT kita, memiliki garis pantai sejauh 5.700 km dan hanya kalah dari Maluku Utara dalam ukuran ini. Kita juga menjadi salah satu provinsi penghasil Ikan terbanyak di Indonesia (inews.id,12/01/2023).
Jika Maluku Utara yang memiliki garis pantai terpanjang di Indonesia, wajar menjadi provinsi di mana penduduknya mengkonsumsi ikan terbanyak di Indonesia. Orang Maluku Utara setiap hari mengkonsumsi 100,53 kkal ikan.
Bagaimana dengan NTT? Kita nomor urut dua dalam hal garis pantai, tetapi soal konsumsi ikan, kita bahkan berada jauh di bawah rata-rata konsumsi ikan nasional. Rata-rata konsumsi ikan per kapita per hari di NTT hanya 50,61 kkal. Angka ini bahkan jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 65,65 kkal.
NTT juga adalah salah satu lumbung Sapi nasional. Data BPS seperti dikutip kompas.com (09/12/2021) menyebutkan bahwa NTT adalah penghasil sapi nomor 5 terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2021 jumlah sapi di NTT adalah sebanyak 1.248.930 ekor.
NTT juga adalah lumbung babi nasional. Pada tahun 2021, data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, seperti dikutip katadata.co.id (15/05/2022) menyebutkan bahwa kita di NTT adalah juara 3 penghasil daging babi nasional.
Baca Juga:
Lebih dari Lima Tahun, NTT Belum Terpecahkan dalam ‘Rekor’ Ini
NTT hanya kalah dari Bali dan Sulawesi Utara yang masing-masing menghasilkan daging babi potong sebesar 201,4 ribu ton dan 27,2 ribu ton, sementara NTT menghasilkan 26,8 ribu ton daging babi.
Kita juara dalam menghasilkan, tapi bagaimana dengan konsumsi daging kita di NTT? Jika rata-rata nasional konsumsi daging per kapita per hari sebesar 74,65 kkal, sementara orang NTT hanya mengkonsumsi daging sebanyak 49,21 kkal per kapita per hari.
Sumber protein lainnya selain ikan dan daging adalah, susu, telur dan kacang-kacangan. Memprihatinkan. NTT adalah provinsi dengan konsumsi telur dan susu per kapita per hari juara 1 dari belakang.
Masyarakat NTT mengkonsumsi 24,93 kkal telur dan susu, dibandingkan dengan rata-rata konsumsi nasional sebesar 54,76 kkal per kapita per hari. Dalam hal kacang-kacangan pun rata rata konsumsi kita selalu di bawah rata-rata nasional.
Jika rata-rata nasional konsumsi kacang-kacangan per kapita per hari sebesar 41,13 kkal, sementara di NTT hanya sebesar 36,52 kkal per kapita per hari.
Harus ada cara-cara baru yang luar biasa untuk membawa NTT keluar dari kenyataan-kenyataan tersebut. Jika tidak maka NTT masih selalu menjadi Provinsi “Nanti Tuhan Tolong.”
Ilustrasi dari radarbromo.jawapos.com
Leave a Reply