Eposdigi.com – Kemiskinan dilihat dari kacamata ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diukur dari jumlah uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan dasar dalam hal ini adalah kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan berdasarkan pada kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Panduan yang digunakan oleh BPS adalah berdasarkan Handbook on Poverty dan Inequality yang dikeluarkan oleh Bank Dunia.
Baca Juga:
Mengembalikan Setiap Sen Penjualan Tenun Ikat Kepada Penenun
Penduduk sebuah negara atau wilayah provinsi dikatakan sebagai penduduk miskin apabila nilai pengeluaran minimum dalam satuan mata uang selama sebulan berada di bawah angka Garis Kemiskinan (GK)
Sementara Garis Kemiskinan merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) ditambah Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
GKM disetarakan dengan kebutuhan akan 2100 kilo kalori perkapita perhari dari paket yang berisi 52 jenis komoditi, diantaranya padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan serta minyak dan lemak dan lainnya.
Baca Juga:
Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT?
Sementara Garis Kemiskinan Non Makanan, bagi mereka yang tinggal di pedesaan, diwakili oleh 47 jenis komoditi, dan 51 komoditi bagi mereka yang tinggal di perkotaan. GKMN adalah kebutuhan minimum untuk sandang, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan dan kebutuhan pokok non makanan lainya.
Garis Kemiskinan di Indonesia per Maret tahun 2022 ini adalah Rp505.469,- per kapita/bulan, dimana 74,08 persennya adalah merupakan GKM atau sejumlah Rp374.455,- per kapita/bulan dan GKMN sejumlah Rp131.014,- perkapita per tahun (25,92 persen).
BPS mencatat bahwa rata-rata rumah tangga di Indonesia memiliki anggota sejumlah 4,74 orang, sehingga apabila ditotal maka Garis Kemiskinan per rumah tangga per bulan adalah sejumlah Rp2.395.923,-
Baca Juga:
NTT Masuk 5 Besar Provinsi dengan Penduduk Miskin Terbanyak, namun Nomor 1 dalam Persentase
Ini berarti bahwa apabila sebuah keluarga mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan kurang dari Rp2.395.923,- selama sebulan maka rumah tangga tersebut dikatakan hidup di bawah garis kemiskinan.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selama tujuh tahun berturut-turut ini selalu menjadi urutan ke tiga, provinsi dengan jumlah persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia.
Di bulan Maret tahun 2022 ini, persentase penduduk miskin di NTT adalah 20,05 atau setara dengan 1.131.620 orang.
Walaupun Garis Kemiskinan di NTT adalah sejumlah Rp460.823,- per kapita/bulan; (GKM: 77.74 persen dan GKNM 22,26 persen) lebih rendah dari angka Garis Kemiskinan nasional, namun ini belum bisa membawa NTT keluar dari rekor yang telah bertahan 7 tahun belakangan ini.
Berdasarkan data dari bulan yang sama, BPS menyebutkan bahwa rata-rata rumah tangga di NTT beranggotakan 5,96 orang, maka Garis Kemiskinan per rumah tangga per bulan adalah sebesar Rp2.748.274,-, lebih tinggi dari rata-rata pengeluaran per rumah tangga nasional.
Baca Juga:
Menerjemahkan Wacana Gubernur NTT soal Calon Sarjana Peternakan Harus Punya 25 ekor Sapi
Kemiskinan di NTT dicarikan jalan keluar yang tidak biasa dari yang selama ini dilakukan. Harus ada cara-cara baru yang ditempuh tidak hanya oleh pemerintah melainkan juga dunia pendidikan, komunitas agama, dan komunitas masyarakat secara luas untuk mengurai benang kusut kemiskinan di NTT.
Dan ini harus secara serius direncanakan dan dilakukan melampaui segala kepentingan golongan, terutama harus melampaui kepentingan politik kekuasaan.
Foto Ilustrasi dari rri.co.id
Leave a Reply