Mengembalikan Setiap Sen Penjualan Tenun Ikat Kepada Penenun

Kearifan Lokal
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah berbuat banyak untuk mempromosikan tenun ikat NTT. Mulai dari medorong lebih sering tenun ikat dipakai oleh ASN hingga terlibat dalam berbagai pameran busana di tingkat Nasional maupun Internasional.

Semua upaya promosi ini, semata-mata agar tenun ikat NTT semakin dikenal, dihargai dan dicintai terutama oleh masyarakat NTT sendiri. Ketika tenun ikat semakin dicintai maka warisan kekayaan budaya ini bisa tetap dijaga kelestariannya.

Selain untuk alasan filosofis ini, semakin terkenalnya tenun ikat tentu juga mendatangkan konsekuensi ekonomis bagi NTT. Terutama bagi para penenun dan industry kreatif berbahan dasar tenun ikat di NTT.

Semakin dikenal dan diterimanya tenun ikat tentu meningkatkan permintaan akan tenun ikat. Hukum pasar ini harus bisa memberi  kontribusi nyata bagi kesejahteraan para penenun.

Dalam skema pemasaran manapun, baik itu untuk kebutuhan pasar lokal, nasional maupun dunia internasional, entah dengan harga rakyat atau premium harus semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan para penenun.

Baca Juga: Siapa Yang Diuntungkan dari Gerakan ASN Wajib Pakai Tenun Ikat?

Sementara itu, baik modal kerja maupun pengetahuan akan standard mutu dan kualitas, apa lagi pengetahuan soal skema pemasaran, tidak cukup dimiliki oleh ibu-ibu kelompok masyarakat penenun.

Bisa saja para penenun hanya mendapat kebanggan bahwa kain tenun hasil keringatnya go international-istilah yang asing bagi mereka-, sementara hasil penjualannya lebih banyak masuk ke kantong para pengusaha.

Benar bahwa butuh pengetahuan, jaringan, manajemen untuk membawa dan memperkenalkan tenun ikat NTT ke level lebih tinggi. Dan semua itu butuh modal yang tidak sedikit, namun yang paling penting adalah kain tenun ikat NTT dapat mendongkrak ekonomi masyarakat banyak.

Ketika berbicara mengenai kain tenun untuk meningkatkan ekonomi masyarakat banyak maka fokus pertama kita adalah pada para penenun. Bukan pengusaha. Apalagi pemerintah daerah, baik ditingkat kabupaten masing-masing maupun di tingkat provinsi.

Berikut ini beberapa pemikiran untuk mengembalikan setiap sen hasil penjualan tenun ikat kepada penenun sekaligus menjadikan tenun ikat sebagai sumber kesejahteraan bagi masyarakat luas.

Pertama; Integrasi proses mulai dari hulu hingga hilir. Proses panjang tenun ikat, mulai dari pemilihan benang, mengikat motif, pewarnaan motif, hingga proses penenunan melibatkan banyak orang. Pemasok benang, pengikat dan pewarna motif, hingga penenun.

Baca Juga: Gubernur NTT: Festival Pariwisata Harus Berdampak Terhadap Ekonomi Masyarakat

Jika penenun mengikat dan mewarnai motifnya sendiri pun, pemasok benang masih menjadi salah satu kunci penting dalam proses membuat tenun ikat. Dan harga benang menjadi penentu tingkat keuntungan para penenun.

Mendorong integrasi hulu hingga hilir proses tenun ikat adalah mendorong kemandirian para penenun dari ketergantungannya pada pemasok benang. Satu-satunya cara adalah pemerintah provinsi NTT memikirkan serius untuk memproduksi benang untuk tenu ikat di NTT.

Petani didorong dengan insentif tertentu untuk menanam kapas. Kapas-kapas hasil petani di NTT diproduksi  di NTT menjadi benang untuk memutus ketergantungan penenun ikat NTT terhadap pasokan benang dari luar NTT.

Tidak hanya kapas sebagai bahan baku benang, para petani juga didorong untuk menanam berbagai tanaman pewarna alami. Tentu pabrikasi benang maupun pewarna alamiah harus memenuhi standard mutu dan kualitas yang bisa mendongkrak produk tenun ikat NTT sebagai produk premium.

Para Petani dan Penenun diorganisisr untuk membentuk usaha bersama sehingga mata rantai ekonomi mulai dari kebun kapas, kebun pewarna alami, pabrik benang, pabrik pewarna hingga kelompok-kelompok penenun bisa berjalan untuk kesejahteraan mereka.

Kedua; Mendorong sekolah-sekolah formal yang focus pada tenun ikat di NTT. Dimulai dari tingkat SMK hingga perguruan tinggi. Ditingkat SMK  Pertanian misalnya focus pada budidaya kapas dan pewarna alami, SMK Tenun Ikat yang focus pada pembuatan motif, proses  tenun, produksi tenun ikat gendong, seta pemasaran tenun ikat.

Baca Juga: Mewujudkan Pasar Premium Tenun Ikat NTT

Juga untuk secara serius memikirkan desain berbagai produk fashion dengan menggunakan bahan dasar tenun ikat. Jika dimulai dari tingkat SMK dan diperdalam di tingkat universitas maka hasil kajian dan ilmu pengetahuan dan keterampilan mereka bisa sangat berguna untuk  perkembangan tenun ikat di NTT.

Ketiga; Selain yang berkaitan dengan produksi, tahap berikutnya yang juga perlu diintegrasikan adalah proses penilaitambahhan tenun ikat menjadi berbagai produk fashion hingga pemasarannya.

Jangan sampai proses kreatif merubah tenun ikat menjadi berbagai produk fashion ini tidak melibatkan penenun. Skemanya selalu usaha bersama atara penenun, disainer, dan penjahit. Kemudian mereka bersama-sama memikirkan berbagai macam skema pemasaran atas produk mereka.

Mengapa selalu usaha bersama?  Agar setiap rupiah keuntungan dari penjualan tenun ikat dapat dinikmati secara adil  oleh lebih banyak orang. Integrasi tenun ikat adalah cara untuk mendorong kesejahteraan banya orang.

Harga sebuah tenun ikat adalah kontribusi dari petani kapas, petani pewarna alamiah, buruh pabrik benang, para penenun, disainer, penjahit serta tenaga pemasaran. Berapapun margin keuntungan dari penjualan tenun ikat harus terdistribusi secara berkeadilan kepada mereka semua.

Inilah esensi dari tulisan ini. Agar setiap Rupiah penjualan tenun ikat NTT dapat dinikmati oleh semua orang yang terlibat secara adil; bukan semata-mata untuk keuntungan satu dua orang pengusaha serakah. (Foto: nationalgeographic.grid.id)

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of