Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT?

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Stunting menjadi persoalan serius yang harus segera ditanggapi. Bukan semata karena persoalan tinggi badan anak, namun menyangkut masa depan generasi yang akan datang. Sebab stunting bukan semata-mata gangguan pertumbuhan badan.

Terhambatnya pertumbuhan karena masalah gizi kronis ini juga berakibat pada tingkat kecerdasan yang tidak maksimal, kerentanan terhadap berbagai macam infeksi penyakit. Ini secara serius akan mengurangi produktifitas seseorang.

Pada gilirannya secara luas stunting akan menghambat produktifitas ekonomi sebuah keluarga. Berpeluang meningkatkan angka kemiskinan di dalam masyarakat. Stunting adalah persoalan besar, bukan hanya fisik tapi juga menyangkut  sosial ekonomi masyarakat.

Bulletin Stunting Smester I –  2018, yang diterbitkan Kemenkes RI menyebutkan bahwa pada tahun 2017, di NTT terdapat lebih dari 40 % balita yang berumur 0 – 59 bulan mengalami stunting. Ini menempatkan NTT sebagai provinsi dengan tingkat prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.

Tingginya angka stunting di NTT jelas memusingkan siapa saja pemimpinnya. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat saat kunjungan kerja di Desa Fatukoto, Molo Utara, Timor Tengah Selatan mengatakan bahwa untuk menekan angka kemiskinan dan stunting, keluarga miskin dilarang memiliki banyak anak.

Baca Juga: Stunting, ‘SoLor’, dan “Syuting” di Flores Timur, Redefinisi poin-poin Menggempur Stunting. (Bagian pertama dari dua tulisan)

“Seluruh kepala desa harus bergerak dan melarang keluarga miskin tidak boleh ada anak atau hamil lagi, kalau ada anak masuk penjara,” kata Viktor Bungtilu Laiskodat seperti dilansir sergap.id (14/02/2020).

Gubernur berpendapat bahwa anak yang dilahirkan dari keluarga miskin akan meningkatkan angka kemiskinan di NTT, demikian pula angka stunting.

Yang menjadi persoalan, apakah stunting hanya dialami oleh masyarakat miskin?

Dokumen 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) yang diterbitkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menyebutkan bahwa stunting juga dialami oleh anak dari keluarga yang tidak miskin.

“Anak kerdil yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena stunting juga dialami oleh rumah tangga/keluarga yang tidak miskin yang berada di atas 40% tingkat kesejahteraan sosial ekonomi.” (Halaman 6).

Dipahami bahwa kata-kata keras Gubernur karena konsen pemerintah NTT untuk menurunkan angka stunting demi masa depan NTT yang lebih baik. Ia berpendapat bahwa untuk mengatasi persoalan stunting semua harus bekerja.

Untuk itu harus ada gerakan bersama yang didesain dengan baik.  Terutama untuk  mencegah generasi mendatang lahir dengan kondisi kekurangan gizi kronis.

Pertama, Mulai dari Remaja Perempuan.

Seorang anak menderita stunting juga karena persoalan defisit gizi bawaan yang dialami oleh ibunya. Sejak ibunya remaja. Calon ibu yang mengalami kekurangan nutrisi kemungkinan besar melahirkan anak dengan kondisi kekurangan nutrisi pula.

Baca Juga: Stunting, ‘SoLor’, dan “Syuting” di Flores Timur, Dari SoLor – Menggempur Stunting menuju Kedaulatan Pangan. (Bagian kedua dari dua tulisan)

Anak-anak remaja putri mulai dari tingkat SMP harus diberi pengetahuan tentang komposisi gizi seimbang yang harus dikonsumsinya. Termasuk masalah kesehatan reproduksi. Mereka bisa mengajari para orang tua untuk memanfaatkan berbagai sumber lokal untuk pemenuhan gizi seimbang seluruh keluarga.

Kedua, Fokus pada Keluarga Muda.

Selain defisit gizi bawaan calon ibu, stunting juga dipengaruhi oleh jarak kelahiran serta umur  calon ibu saat kehamilan pertama. Semakin muda umur seorang ibu saat kehamilan pertama kali semakin berresiko terhadap pertumbuhan anak. Begitu pula dengan semakin pendek jarak kelahiran.

Keluarga muda perlu didampingi secara serius untuk merencanakan dengan baik keputusan untuk memiliki atau menambah anak. Pendampingan ini juga untuk memastikan bahwa saat usia emas, mulai dari minggu pertama kehamilan hingga anak berusia lima tahun terpenuhi gizi seimbangnya.

Pendampingan terhadap keluarga muda untuk memastikan mereka memerikasa kehamilan secara teratur dan berkala, pengasuhan terhadap anak sejak dari dalam kandungan, pemenuhan gizi ibu dan anak, inisiasi ASI eksklusif, imunisasi dan pemeriksaan kesehatan anak secara teratur.

 Pendampingan ini juga untuk memastikan pemberian makanan pendamping asi dengan nutrisi seimbang terbaik. Tidak ketinggalan agar anak tumbuh pada lingkungan yang berpihak kepada pertumbuhannya. Pendamingan ini untuk memastikan kebutuhan anak akan kasih sayang dan perhatian tercukupi.

Ketiga, Simpulnya ada pada Pemerintah.

Semua kebijakan tentang stunting harus berpihak kepada anak. Bukan hanya sekedar untuk mengejar angka pertumbuhan atau pengentasan kemiskinan. Pemerintah sudah saatnya harus berpikir lebih besar. Penangulangan stunting tidak boleh hanya sekedar memperbaiki nutrisi anak terdampak dengan pemberian makanan tambahan.

Baca Juga: Membangun Masyarakat Ekonomi NTT Yang Bermartabat

Terutama perbaikan ekonomi keluarga secara menyeluruh. Dengan tingkat pendapatan keluarga lebih baik, memungkinkan keluarga dapat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan sumber makanan dengan nutrisi lebih baik.

Tingkat ekonomi keluarga juga berhubungan erat dengan kebutuhan anak akan kasih sayang dari kedua orang tua. Jangan sampai masalah ekonomi menjadi penyebab anak kekurangan perhatian dari orang tua. Karena orang tua merantau meninggalkan anaknya.

Sanitasi dan akses terhadap air bersih juga adalah tanggungjawab pemerintah. Anak harus tumbuh pada lingkungan yang sehat agar pertumbuhannya optimal. Penyakit –penyakit yang diakibatkan karena sanitasi yang buruk bisa menghambat tumbuh kembang anak.

Keempat; Tangungjawab seluruh masyarakat.

Apa yang disampaikan Gubernur NTT bahwa pemberantasan kemiskinan dan stunting di NTT harus menjadi gerakan bersama. Bukan hanya pemerintah tapi juga melibatkan perhatian dan kerjasama semua pihak.

Kepekaan masyarakatlah yang mendorong fokus pada keluarga muda dapat berjalan dengan baik. Kehidupan sosial masyarakat yang sehat dapat sangat membantu dan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.

Baca Juga: Membaca “ Turis Miskin Dilarang ke NTT”

Bantuan dari masyarakat luas dengan mendorong pusat-pusat kesehatan terdekat untuk bisa secara aktif mendampingi keluarga muda juga para remaja. Peran serta masyarakat membangun kebiasaan untuk mengkonsumsi sumber pangan lokal dengan nutrisi terbaik untuk tumbuh kembang anak.

NTT terkenal dengan emas hijau berupa kelor dan sorgum yang tumbuh subur di semua tanah pertanian di NTT. Namun apakah semua orang NTT memilih untuk menanam dan mengkonsumsi kelor dan sorgum karena kandungan nutrisinya?

Jangan sampai NTT kekurangan gizi di lumbung kelor, karena lebih tertarik akan permintaan ekspor dari luar negeri dengan harga selangit. (Foto: Sergap.id)

Sebarkan Artikel Ini:

6
Leave a Reply

avatar
6 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga: Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT? […]

trackback

[…] Baca Juga : Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT? […]

trackback

[…] Baca Juga: Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT? […]

trackback

[…] Baca Juga: Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT? […]

trackback

[…] Ayo Baca Juga: Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT? […]

trackback

[…] Baca Juga : Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT? […]