Eposdigi.com – Menghargai orang lain adalah karakter yang membuat seseorang efektif dalam pergaulan di masyarakat. Pergaulan akan sehat jika semua orang yang terlibat memiliki karakter saling menghargai.
Sebagai karakter, perilaku menghargai orang lain tentu tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan proses, suasana, dan waktu untuk menumbuhkannya.
Proses itu dimulai dari upaya memberi pemahaman tentang apa itu saling menghargai? Mengapa harus menghargai? Dan bagaimana perilaku menghargai dipraktekkan?
Membutuhkan suasana karena perilaku menghargai harus dipraktekkan oleh orang-orang penting, atau orang-orang yang mengajarkan tersebut, dalam sebuah interaksi. Orang penting tersebut (orang tua, guru) harus mempraktekkan.
Idealnya diajarkan dan dipraktekkan sedini mungkin bagi seorang anak. Itu berarti dimulai di rumah, dan bersinambungan di semua lingkungan penting lainnya seperti sekolah.
Baca Juga: Kekerasan Pada Anak Melonjak Selama Masa Pandemi Covid-19, Apa Dampaknya Pada Anak?
Karena perilaku menghargai tidak langsung muncul, melainkan membutuhkan proses, maka selama proses tersebut, dibutuhkan sikap konsisten terutama dari orang tua dan guru.
Jangan sampai terjadi, orang tua mengajarkan tentang betapa penting menghargai orang, tetapi dalam interaksi dengan anak, ia tidak menunjukkan bahwa ia menghargai anaknya. Jika ini terjadi, proses ini bukan suasana yang kondusif.
Oleh karena itu, benar bila para Psikolog mengatakan bahwa cara yang paling efektif bagi orang tua dan guru untuk mengajarkan anak menghargai orang lain adalah dengan mempraktekkan bagaimana menunjukkan bahwa kita meghargai.
Dan ternyata cara ini bukan hanya efektif dalam membentuk karakter menghargai orang lain pada anak, tetapi juga membuat anak merasa menjadi pribadi yang berharga. Rasa percaya diri pada anak pun tumbuh.
Maka penting sekali memeriksa, dalam interaksi dengan anak, apakah kita menghargai anak kita sendiri? Berikut ini adalah 8 tanda jika menghargai anak sendiri.
Baca Juga: Urgensi Pendidikan Toleransi dalam Membentuk Karakter Anak
- Menyimak apa yang dikatakan anak
Menyimak artinya kita melibatkan telinga, hati, pikiran, dan perasaan, untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh anak. Atau dalam Psikologi Komunikasi disebut mendengarkan aktif.
Jika kita mendengarkan aktif, maka pasti bisa nyambung dengan apa yang disampaikan atau diceritakan anak. Anak merasa diterima, merasa dihargai sebagai pribadi, dan rasa percaya dirinya pun tumbuh.
Banyak orang tua punya hambatan untuk menyimak. Secara fisik berada dekat anak, namun pikirannya digunakan untuk memikirkan hal yang lain. Atau bahkan menganggap cerita anak sebagai gangguan.
- Memberi pujian atas usaha anak
Banyak orang tua menggunakan ukurannya untuk mengukur capaian anak. Karena itu, orang tua seperti ini jarang memuji capaian anaknya. Maka banyak anak merasa upayanya kurang dihargai orang tua.
Akibatnya, anak bukan saja tidak termotivasi untuk melakukan hal baik kembali, bahkan rasa percaya dirinya pun tidak ditumbuhkan. Oleh karena itu, orang tua perlu tahu saatnya dan caranya memuji anaknya secara tepat.
Namun demikian, kebanyakan pujian, akan berdampak tidak baik pula bagi pertumbuhan anak. Kuncinya, jangan menggunakan ukuran orang tua, gunakan ukuran anak. Maka dari itu, orang tua harus lebih melihat prosesnya, bukan hasilnya.
Baca Juga: Menggali Akar Masalah Pernikahan Anak Usia Dini
- Tidak apriori dan tidak memberi label negatif pada anak
Banyak orang tua lebih mementingkan tampil baik sebagai orang tua, di hadapan orang lain. Oleh karena itu, cepat bereaksi ketika anak melakukan kesalahan.
Dalam situasi seperti itu, banyak orang tua apriori terhadap anaknya. Apriori adalah menarik kesimpulan tentang anak ketika ada kejadian baru, dengan menggunakan data dari kejadian lama.
Misalnya orang tua mendapat laporan dari sekolah bahwa anaknya terlibat perkelahian di sekolah. Orang tua langsung memarahi anak, menuduh anak nakal dan mempermalukan orang tua.
Padahal perkelahian bisa saja terjadi karena anak berusaha membela diri dari perlakuan bully teman-temannya. ini membuat anak merasa kurang dihargai, tidak menumbuhkan rasa percaya diri.
Harusnya sebelum bereaksi, orang tua berkomunikasi dengan anak terlebih dahulu untuk memahami duduk perkara. Ini adalah contoh orang tua yang tidak apriori dan tidak memberi label negatif. Ini membuat anak merasa dihargai, dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Baca Juga: Mengejutkan, Membaca Data Pernikahan Anak Di Indonesia
- Berempati pada perasaan anak
Banyak orang tua, ketika anak sedang bermasalah, tidak fokus pada perasaan anak. Entah karena apriori atau lebih menggunakan pikiran daripada perasaan, atau bisa juga karena sedang tidak mau beralih dari apa yang sedang dikerjakan.
Misalnya anak menangis karena sedih, orang tua yang tidak mau beralih dari apa yang sedang dikerjakan pasti merasa terganggu. Lalu keluar ungkapan yang tidak empatik seperti : “Cengeng amat, gitu aja nangis. Nangis terus aja. Nanti kalau udah capek berhenti ya…”
Ungkapan semacam ini membuat anak kecewa, merasa perasaannya tidak diakui. anak bahkan merasa kurang dihargai orang tuanya sendiri.
Harusnya dalam situasi seperti di atas, orang tua menunjukkan empati dengan fokus pada perasaan anak. Misalnya, “ Mama tau ade lagi sedih, Mama temani ya….”
Ungkapan empatik seperti ini membuat anak merasa diterima, perasaannya dihargai. Ini berpengaruh pada pertumbuhan rasa percaya diri anak.
Baca Juga : Seorang Ayah di Garut Nekat Mencuri HP untuk Anaknya, Apa Tindakan Jaksa?
- Tidak menyepelekan masalah yang dihadapi anak
Banyak orang tua menggunakan ukurannya untuk mengukur cara anak menghadapi masalah. Bagi anak, masalah yang dihadapi adalah masalah besar, sedangkan bagi orang tua tidak.
Dengan cara pandang orang tua seperti ini, banyak anak merasa disepelekan, tidak dimengerti oleh orang tua. Harusnya orang tua tidak menggunakan perspektif orang dewasa dalam memandang masalah yang dihadapi oleh anak.
- Menolong anak pada saat ia membutuhkan pertolongan
Pada dasarnya bagi anak, orang tua adalah penolong nomor satu. Banyak orang tua justru merasa direpotkan bahkan terbebani karenanya. Padahal ini adalah tanda bahwa anak percaya pada orang tuanya.
Namun demikian, bukan berarti orang tua langsung mengambil alih dan menyelesaikan kesulitan anak. Dalam kesulitan, banyak anak hanya butuh didengarkan. Setelah itu, mereka mampu menyelesaikan masalah sendiri.
Kemandirian dan rasa percaya diri anak akan tumbuh jika dengan komunikasi yang baik anak akhirnya dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
- Tidak mudah mengritik
Mengritik adalah menunjukkan kesalahan anak, sambil berharap anak berkenan memperbaiki kesalahannya. Kadang banyak orang tua salah melakukannya, sehingga anak tidak berkenan berubah setelah ia mengetahui kesalahannya.
Bahkan karena cara yang salah, ia bukan hanya tidak mau memperbaiki kesalahannya, melainkan juga tidak mau lagi melakukan hal yang kita ingin ia lakukan.
Baca Juga : Orang Tua Penyebab Anak Kecanduan Gawai
Oleh karena itu, orang tua harus hati-hati menyampaikan kritiknya. Hindari mengritik secepat kilat. Dialoglah dengan anak untuk membantu anak melihat kekurangannya terlebih dahulu, dan cara pandang lain.
Jadi pada dasarnya, mengritik adalah membantu anak melihat kekurangannya. Misalnya seorang ayah melihat kamar anaknya berantakan,lalu terjadi dialog dengan anak di bawah ini :
Ayah : “Kakak lebih nyaman berada di mana? di kamar papa atau di kamar sendiri?”
Anak : “Sebetulnya lebih nyaman di kamar Papa”
Ayah : “Kenapa?”
Anak : “Karena kamar Papa lebih rapi dan bersih”
Ayah : “Kalau Kakak butuh bantuan Papa untuk bersihkan dan rapikan kamar Kakak, bilang ya….”
Setelah dialog ini, anak tersebut membersihkan kamarnya sendiri.
- Menghormati pilihan dan privasi anak
Memilih adalah latihan yang penting dalam pertumbuhan seorang anak. Karena melalui memilih, anak belajar mengambil keputusan dan dan ini menandai kemandirian.
Dalam prosesnya, bisa jadi ada pilihan tidak pas dipilih oleh anak, namun sebagai bagian dari pertumbuhan anak, orang tua harus menghormati pilihan tersebut dengan cara, tetap sabar mendampingi dan membantu anak menghadapi konsekuensinya jika ada.
Hal lain pada anak yang perlu dihormati orang tua adalah privasi anak. Ini mulai terjadi ketika anak mulai berangkat remaja. Ada kalanya anak butuh ruang dan waktu sendiri untuk menenangkan diri.
Baca Juga: Berapa Banyak Waktu Anak Anda Bermain?
Agar ada batasnya, ketika memasuki masa remaja orang tua perlu membuat kesepakatan dengan remaja tentang berbagai hal penting, agar orang tua dan remaja sama-sama memiliki batasan. Sejauh perilaku remaja tidak melampaui kesepakatan tersebut, orang tua tidak perlu kuatir berlebihan.
Itulah delapan tanda orang tua menghargai anaknya. Jika dipraktekkan dengan baik, anak akan merasa dihargai dan padanya tumbuh rasa percaya diri. Ini akan menjadi modal penting dalam perkembangan anak.
Bahkan cara menghargai dan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak ini menandakan bahwa anak memiliki ikatan yang aman dengan orang tuanya.
Baca Juga : Benarkah Banyak Anak Menjadi Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT?
Psikolog seperti Santrock misalnya mengatakan bahwa remaja yang memiliki ikatan yang aman dengan orang tuanya cenderung memiliki ikatan yang positif dan memberi pengaruh positif dalam pergaulan dengan teman sebaya.
Remaja yang dihargai orang tuanya, memiliki rasa percaya diri, berpengaruh positif dalam pergaulan dengan teman sebaya, cenderung memiliki hubungan harmonis dengan teman sebaya.
Para Psikolog pun mengatakan, remaja yang memiliki hubungan yang harmonis dengan orang tua dan teman sebaya, memiliki kesehatan mental yang positif pada usia dewasa. Mereka berhasil baik dalam hubungan karier professional, serta bahagia dalam pernikahan.
Artikel ini sebelumnya tayang di depoedu.com dengan judul “Delapan Tanda Orang Tua Menghargai Anak dan Dampaknya pada Pertumbuhan Anak”, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto dari itjen.kemdikbud.go.id
[…] Baca Juga: Ini Tanda Orang Tua Menghargai Anak dan Dampaknya pada Pertumbuhan Anak […]