Eposdigi.com – Profesi guru adalah kunci dalam membentuk generasi penerus bangsa, sehingga sudah sewajarnya mendapat penghargaan yang layak. Namun, kenyataannya kesejahteraan guru di Indonesia, terutama guru honorer dan yang belum bersertifikasi, masih jauh dari ideal.
Banyak guru menerima gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, yang berdampak pada kualitas hidup mereka. Menurut teori Maslow, kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal harus terpenuhi agar seseorang bisa fokus pada perkembangan diri.
Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, guru cenderung lebih fokus memenuhi kebutuhan dasar dibanding mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas pengajaran.
Banyak guru dengan gaji yang rendah dihadapkan pada dilema antara mempertahankan integritas dan memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi finansial yang sulit membuat beberapa guru terpaksa mengambil pinjaman online atau pekerjaan sampingan, yang bisa mengganggu fokus mereka dalam mengajar.
Baca Juga:
Perbaikan Kesejahteraan Guru Hanya Menunggu Kemauan Politik Dari Para Politisi
Menurut konsep disonansi kognitif oleh Festinger, ketika keyakinan (seperti keinginan menjadi guru yang baik) tidak selaras dengan perilaku (seperti mengambil pekerjaan tambahan), timbul ketidaknyamanan psikologis.
Meningkatkan kesejahteraan guru bukan hanya soal keadilan, tetapi juga investasi jangka panjang untuk kualitas pendidikan di Indonesia. Artikel ini mengkaji hubungan antara gaji dan integritas guru, dengan argumen bahwa meningkatkan kesejahteraan guru adalah kunci memperkuat pendidikan nasional.
Integritas Guru sebagai Landasan Etika Pendidikan
Guru diharapkan menjadi teladan bagi murid, bukan hanya dalam hal akademik tetapi juga dalam integritas moral dan etika. Mengacu pada pandangan Immanuel Kant, integritas dalam profesi adalah bentuk komitmen kepada prinsip moral yang melampaui keuntungan pribadi.
Dalam konteks ini, guru seharusnya memiliki kesejahteraan yang memadai untuk menghindari potensi konflik antara kebutuhan finansial dan prinsip moral yang mereka junjung. Namun, jika kondisi ekonomi mereka serba kekurangan, maka menjaga integritas menjadi tantangan yang berat.
Baca Juga:
Mengupayakan Kesejahteraan Guru Swasta Tanpa Intervensi Pemerintah, Bisakah?
Studi modern dari ahli etika pendidikan seperti Robert Nash menekankan pentingnya “integritas reflektif” yang mengharuskan guru untuk tidak hanya berfokus pada tindakan moral tetapi juga kondisi yang memungkinkan mereka hidup sesuai nilai-nilai yang diajarkan.
Di Indonesia, peran guru sebagai teladan sering kali berbenturan dengan kenyataan gaji yang minim, terutama bagi guru honorer. Data Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa sekitar 3,2 juta guru di Indonesia masih memiliki status honorer dengan gaji yang jauh dari layak, berkisar antara Rp300.000 hingga Rp1 juta per bulan.
Angka ini berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan jelas tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup dasar. Banyak dari mereka yang terpaksa mencari tambahan pekerjaan atau mengandalkan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan harian, yang mengancam kemampuan mereka untuk mempertahankan integritas dalam profesi.
Keadaan yang serba sulit ini memunculkan dilema moral yang serius bagi para guru. Menurut psikolog Carol Gilligan, integritas dalam profesi pendidikan melibatkan perhatian penuh terhadap kesejahteraan guru sebagai bagian dari etika “peduli” dalam konteks pendidikan.
Jika kesejahteraan mereka diabaikan, maka secara moral bangsa telah gagal mendukung para pendidik dalam menjalankan tugas etis mereka. Maka, tanggung jawab moral untuk memastikan gaji yang layak bagi guru adalah penting agar mereka dapat fokus dalam mendidik tanpa terbelenggu oleh persoalan finansial.
Baca Juga:
Syarat Menjadi Guru Semakin Berat, Harus Lulus Pasca Sarjana. Bagaimana Kesejahteraannya?
Fenomena Pinjaman Online dan Guru di Indonesia
Di balik tantangan kesejahteraan ini, ada fenomena pinjaman online yang semakin menjerat banyak guru. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), profesi guru termasuk salah satu yang paling sering terjerat pinjaman online.
Data dari survei Komunitas Pendidikan Nasional pada tahun 2022 menunjukkan bahwa lebih dari 40% guru honorer pernah mengambil pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan mereka tidak terpenuhi dengan gaji yang ada, memaksa mereka untuk mencari solusi finansial jangka pendek yang sering kali membebani.
Seorang ahli ekonomi pendidikan, Henry Levin, menyatakan bahwa ketidakcukupan gaji dalam profesi pendidikan akan menciptakan beban psikologis yang menghambat produktivitas dan kualitas pengajaran.
Tekanan finansial memengaruhi keseimbangan emosional para guru, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas interaksi mereka dengan siswa di kelas.
Dengan banyaknya guru yang terpaksa memanfaatkan pinjaman online, beban keuangan yang bertambah memperburuk kondisi psikologis mereka dan mengganggu kemampuan mereka untuk menjalankan tugas dengan tenang dan berfokus.
Baca Juga:
Sosok Guru Ngaji Asal Yogyakarta Ini Dijuluki sebagai Pahlawan Al Qur’an Dunia
Data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) juga mendukung hal ini, melaporkan bahwa profesi guru menduduki posisi tiga besar dalam pengguna pinjaman online di Indonesia.
Ketika para guru terbebani hutang dengan bunga tinggi, mereka dihadapkan pada tekanan finansial yang tidak hanya memengaruhi kehidupan pribadi tetapi juga profesi.
Guru yang menghadapi tekanan hutang besar kerap kali kesulitan memberikan pengajaran yang berkualitas, sehingga pinjaman online tidak hanya berpengaruh pada ekonomi pribadi, tetapi juga pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa.
Guru dalam Konteks Sosial dan Budaya Indonesia
Dalam konteks sosial budaya Indonesia, guru adalah sosok yang dihormati dan disebut “pahlawan tanpa tanda jasa.” Namun, penghormatan ini tidak selalu diikuti oleh penghargaan dalam bentuk finansial yang memadai.
Menurut sosiolog Pierre Bourdieu, profesi guru membawa “modal sosial” yang tinggi, tetapi kurangnya “modal ekonomi” atau kesejahteraan finansial membuat mereka sulit mempertahankan posisi dan peran mereka sebagai panutan.
Baca Juga:
Guru Non ASN yang Belum Memiliki Sertifikat Pendidikan, Akan Dapat Bantuan Insentif
Dengan rendahnya gaji yang mereka terima, banyak guru harus menghadapi tekanan untuk memenuhi tuntutan sosial tanpa dukungan yang cukup untuk hidup layak.
Sebagai contoh, budaya masyarakat sering kali melihat pengabdian guru sebagai bentuk kepahlawanan yang tulus, tanpa memperhitungkan kesejahteraan ekonominya. Akibatnya, persepsi ini membuat isu gaji rendah menjadi kurang diperhatikan oleh publik dan pemerintah.
Guru, terutama yang honorer, sering kali bekerja tanpa jaminan sosial yang memadai dan harus mengandalkan rasa ikhlas dalam menjalani profesi ini. Namun, harapan akan pengabdian tanpa mempertimbangkan kesejahteraan mereka adalah kontradiksi yang menggerus kesejahteraan emosional dan fisik para guru.
Dalam perspektif antropologis, guru sebagai bagian dari masyarakat berhak mendapat penghargaan yang layak atas jasa mereka. Menurut ahli antropologi pendidikan, Brian Street, ketidakadilan struktural dalam penggajian guru dapat merusak relasi sosial antara guru dan masyarakat.
Ketika guru dipandang tidak lebih dari sekadar sosok berintegritas yang tetap diupah rendah, ini justru mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan nasional.
Baca Juga:
Empat Orang Guru Menipu Ratusan Guru Agama di Jawa Tengah, Mereka Meraup 1,16 Miliar Rupiah
Kebijakan Sertifikasi dan Gaji Guru
Dalam ranah kebijakan politik, guru adalah elemen penting dalam sistem pendidikan yang sering dijadikan objek strategi politik. Program sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan mereka.
Namun, menurut akademisi pendidikan Linda Darling-Hammond, program semacam ini harus disertai dengan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan bahwa sertifikasi benar-benar meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup guru.
Bukan sekadar status administratif tanpa manfaat finansial yang jelas. Kenyataannya, hingga kini hanya 1,6 juta dari 3,2 juta guru yang tersertifikasi dan menerima tunjangan lebih.
Guru yang tidak tersertifikasi, terutama yang berstatus honorer, harus berjuang dengan gaji rendah tanpa jaminan kesejahteraan. Program sertifikasi sejauh ini masih belum mampu mengatasi ketimpangan antara guru ASN dan honorer, yang menyebabkan banyak guru berada dalam posisi rentan secara ekonomi.
Baca Juga:
Tahun 2024 Indonesia Terancam Darurat Kekurangan Guru, Ini Penyebabnya
Ahli pendidikan seperti Pasi Sahlberg menyatakan bahwa dalam negara-negara dengan sistem pendidikan terbaik, kesejahteraan guru menjadi fokus utama. Negara-negara seperti Finlandia memastikan bahwa gaji guru mencukupi untuk kebutuhan hidup layak sebagai cara untuk mempertahankan profesionalisme dan motivasi dalam pengajaran.
Jika pemerintah Indonesia serius ingin meningkatkan kualitas pendidikan, fokus perlu diarahkan pada kebijakan yang merata untuk meningkatkan kesejahteraan semua guru.
Kesejahteraan yang memadai tidak hanya membantu mereka memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang stabil dan profesional, sehingga guru dapat mengajar dengan fokus penuh tanpa tekanan finansial. Kebijakan yang inklusif dan dukungan finansial yang adil sangat penting untuk menjaga kualitas dan integritas para guru.
Ketimpangan Gaji dan Beban Finansial Guru
Dari perspektif ekonomi, rendahnya gaji guru menyebabkan ketimpangan yang signifikan dibandingkan dengan profesi lainnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata gaji guru honorer berkisar antara Rp300.000 hingga Rp1 juta per bulan. Sementara kebutuhan hidup minimum berada di atas angka tersebut.
Baca Juga:
Jika Tidak Mampu Beradaptasi, Guru ASN Dapat Kehilangan Pekerjaan
Menurut ahli ekonomi Paul Krugman, ketimpangan pendapatan dalam profesi penting seperti pendidikan adalah indikasi ketidakadilan ekonomi yang dapat berdampak buruk pada produktivitas jangka panjang suatu negara. Guru yang terus-menerus mengalami kekurangan akan sulit untuk fokus pada peningkatan kualitas pengajaran.
Tekanan ekonomi yang dihadapi para guru menyebabkan mereka mencari alternatif finansial untuk mencukupi kebutuhan, seperti pinjaman online. Prosedur mudah dari pinjaman ini menarik bagi guru yang tidak memiliki akses ke sumber keuangan formal, namun memiliki bunga tinggi yang membebani.
Dalam jangka panjang, ketergantungan pada pinjaman online memperburuk kondisi ekonomi mereka dan menciptakan siklus hutang yang sulit diatasi, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk mengelola keuangan secara bijaksana.
Dalam pandangan ekonom pendidikan seperti Eric Hanushek, investasi dalam gaji guru adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hanushek menyatakan bahwa gaji yang kompetitif dan stabil tidak hanya menarik calon guru berkualitas tinggi, tetapi juga mempertahankan tenaga pengajar yang berdedikasi.
Kebijakan peningkatan gaji guru di Indonesia harus dianggap sebagai investasi jangka panjang untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan masa depan bangsa.
Baca Juga:
Guru Honorer di Ngawi Berjasa dalam Pemberantasan Buta Huruf, Tapi Tinggal di Kandang Kambing
Kesimpulan
Rendahnya gaji guru di Indonesia telah menciptakan ketimpangan ekonomi yang berdampak langsung pada kesejahteraan mereka dan kualitas pendidikan.
Banyak guru, terutama yang honorer, terpaksa mengandalkan pinjaman online dengan bunga tinggi untuk memenuhi kebutuhan dasar, yang mengakibatkan beban finansial berkelanjutan dan mengganggu fokus serta integritas profesional mereka.
Ahli ekonomi seperti Eric Hanushek dan etika pendidikan Robert Nash menegaskan pentingnya gaji yang layak bagi guru untuk mendukung kualitas pengajaran dan menjaga standar moral dalam pendidikan.
Baca Juga:
Dirjen GTK Nunuk Suryani; Perlu Transformasi Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan
Oleh karena itu, kesejahteraan finansial guru harus dianggap sebagai investasi strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengukuhkan integritas profesi di Indonesia.
Penulis adalah Kepala SMA Regina Pacis Jakarta. Selain itu menjadi instruktur pada Program Pendidikan Guru Penggerak dan menjadi trainer Pada Pusat Penguatan Karakter.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari redaksi / foto dari kompasiana.com
Leave a Reply