Perbaikan Kesejahteraan Guru Hanya Menunggu Kemauan Politik Dari Para Politisi

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Hingga sekarang guru dikelompokkan ke dalam salah satu profesi yang penting, karena berperan dalam kemajuan sebuah bangsa. Sebagai profesi yang penting, mereka pun dituntut bekerja secara profesional. 

Sebagai profesional, mereka dituntut bekerja secara profesional, dengan jadwal kerja yang ketat, dengan visi yang visioner, mengelompok dalam organisasi profesional, agar lebih mampu menghadapi perubahan.

Namun sebagai profesi, mereka tidak dilengkapi dengan infrastruktur yang menunjang perkembangan mereka seperti pertemuan ilmiah rutin, pelatihan rutin dalam rangka mengantisipasi perubahan yang diprediksi akan terjadi,  juga tidak memiliki jurnal. 

Bukan hanya itu, guru adalah profesi yang dituntut bekerja secara profesional, sebagaimana layaknya profesi pada umumnya, tetapi tidak memperoleh imbalan yang memadai seperti imbalan pada profesi yang profesional pada umumnya.

Berdasarkan data yang dihimpun Databoks dari situs lowongan kerja Jobstreet, rata-rata gaji terendah adalah yang ditawarkan bagi guru fresh graduate  di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya pada Oktober 2023 yakni sebesar 2,4 juta rupiah perbulan. Jumlah ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia yakni sebesar 5,54 juta rupiah. 

Baca juga : 

Mengupayakan Kesejahteraan Guru Swasta Tanpa Intervensi Pemerintah, Bisakah?

Sedangkan negara seperti Filipina dan Thailand menawarkan gaji yang jauh lebih tinggi yakni 6,97 juta rupiah dan 9,52 juta rupiah. Sedangkan Singapura menawarkan gaji yang lebih tinggi lagi yakni sebesar 11,93 juta rupiah perbulan

Jumlah di atas (2,4 juta rupiah) jauh lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi DKI, yakni sebesar 4.901.798 rupiah. Padahal biaya untuk hidup layak di Jakarta berkisar antara 4,5 juta hingga 10 juta rupiah perbulan. 

Dengan gaji sebesar 2,4 juta rupiah perbulan di Jakarta, untuk hidup layak sebagai manusia saja tidak bisa, apalagi untuk menopang hidup sebagai profesional. Kondisi seperti ini sudah diketahui pihak-pihak yang bertanggung jawab namun belum ada tindakan yang muncul.

Gaji yang layak bagi guru sebagai keputusan politik

Pada bulan Juli 2007, ribuan guru melakukan demonstrasi di istana negara Jakarta untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Pada saat itu para guru ditemui oleh empat orang menteri. Salah satu menteri tersebut adalah Hatta Rajasa. 

Pada saat itu, Hatta Rajasa mengatakan urusan kesejahteraan guru terkait anggaran negara dan hak budget dipegang oleh DPR bukan oleh pemerintah. Respon ini kemudian dikritik oleh Dr. Daoed Joesoef. 

Kata mantan Menteri Pendidikan era orde baru tersebut, Hatta Rajasa dengan sengaja tidak mengatakan bahwa di dalam demokrasi, pemerintah berhak mengajukan anggaran ke DPR. DPR hanya memutus jika anggaran tersebut diajukan oleh pemerintah.

Baca juga : 

Syarat Menjadi Guru Semakin Berat, Harus Lulus Pasca Sarjana. Bagaimana Kesejahteraannya?

Kata Dr. Daoed Joesoef, ini adalah bentuk pelecehan komunitas politik terhadap profesi guru. Lebih dari itu, praktik lempar melempar tanggung jawab seperti itu bagi saya mencerminkan belum munculnya kemauan politik dari politisi untuk memperbaiki kesejahteraan guru. 

Jadi bukan soal kemampuan anggaran negara membiayai peningkatan kesejahteraan guru. Aparat negara memiliki banyak instrumen untuk melaksanakan, jika para pemimpin politik telah memiliki kemauan politik untuk meningkatkan kesejahteraan guru.

Lihat saja, kemauan politik untuk membangun infrastruktur di era presiden Joko Widodo. Kini, dalam 9 tahun pemerintahan, Presiden Joko Widodo membangun 1.713,83 km jalan tol, bukan karena pemerintah memiliki anggaran berlebih. 

Dalam keadaan terbatas, pemerintah di antaranya menggunakan instrumen pinjaman luar negeri untuk membangun jalan tol di berbagai daerah. Dalam keterbatasan anggaran dan tanpa kemauan politik yang kuat, pembangunan tersebut tidak akan terjadi. 

Atau kemauan politik untuk menaikkan gaji anggota DPR, aparat pajak, atau aparat hukum seperti jaksa dan hakim semua dilakukan karena kemauan politik dari pemerintah dan DPR terlebih dahulu, bukan karena negara sedang memiliki banyak uang. 

Para politisi menganggap bahwa peran DPR, aparat pajak, aparat hukum sangat penting karena sangat menentukan perkembangan, pertumbuhan negara dan bangsa ke arah yang lebih baik. Pertanyaannya, apakah peran guru tidak penting? Silakan para politisi  menjawab pertanyaan ini. 

Baca juga : 

Bagaimana Guru Matematika Singapura, Sukses Mengajar Mata Pelajaran Matematika?

Di akhir tulisan ini saya mau mengutip Dr. Daoed Joesoef. Katanya, signifikansi profesi guru bisa diketahui melalui penyederhanaan semua profesi di masyarakat. Maka hanya akan ada dua profesi, yakni profesi guru dan profesi lain. 

Ini adalah pengelompokan yang esensial dan riil historis. Esensial karena tidak akan ada presiden, tidak ada menteri, tidak ada anggota DPR, tidak ada jendral, jika tidak ada guru yang mengajari mereka. 

Atau apakah bonus demografi dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mencapai Indonesia Emas tahun 2045 di mana Indonesia dapat keluar dari kondisi middle income trap dan menjadi negara maju, jika pendidikan tidak dijadikan prioritas dalam pembangunan. 

Maka kita menunggu kemauan politik dari para politisi di mana, salah satu agenda pentingnya adalah peningkatan kesejahteraan guru dengan menaikkan gaji guru. Jangan hanya bicara kesejahteraan guru ketika kampanye, tetapi setelah terpilih pura-pura lupa.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: Kompasiana.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of