Eposdigi.com – Sejumlah LSM kawal kasus proyek pembangunan gedung pemerintah Kabupaten Lamongan yang menelan anggaran Rp151 Miliar yang diduga bermasalah yang kini dalam bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam dua hari, KPK tengah bersih-bersih di Kota Soto dengan menggeledah beberapa tempat penting, yang diduga kuat menjadi sumber informasi penting guna mengusut dugaan penyelewengan uang negara tersebut. KPK menyambingi Kantor Dinas Perkim, rumah dinas bupati juga gedung Pemkab Lamongan.
Mengawal kasus tersebut, sejumlah elemen masyarakat dan LSM mendatangi kantor KPK dan menyatakan dukungannya kepada institusi antirasuah tersebut.
Akbar, koordinator aksi, kepada media ini mengungkapkan bahwa aksi yang mereka lakukan adalah bentuk dukungan kepada KPK agar kasus yang sudah menemukan titik terang dengan penetapan tersangka tidak menguap begitu saja.
Baca Juga:
“Seperti diberitakan sebelumnya, KPK sudah menetapkan tersangka terkait pembangunan gedung tersebut,” ujar Akbar koordinasi aksi (13/5/2024).
Dalam keterangannya Akbar kemudian membeberkan beberapa fakta mengenai gedung Pemkab Lamongan yang kini jadi sorotan KPK, yang mana menurut pihaknya, turut memperkuat dugaan bahwa proyek ini memang bermasalah.
Pertama: Proyek ini menelan anggaran yang besar yaitu Rp 151 Miliar.
Gedung dengan tujuh lantai itu dibangun pada tahun 2017 silam dan selesai pada 18 Juli Tahun 2019. Peletakan batu pertama pembangunan gedung ini dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2017, bertepatan dengan HUT ke-72 RI.
Dana APBD yang digelontorkan untuk pembangunan gedung itu bernilai Rp 151 miliar yang ditempati oleh sekretariat daerah, staf ahli, bappeda, BKD dan diskominfo.
Kedua: Pembangunan gedung berlangsung pada saat bapak dan anak jabat bupati dan ketua DPRD.
Proses pembangunan gedung Pemkab Lamongan yang memakan waktu sekitar 2 tahun itu terjadi pada era mendiang bupati Fadeli.
Baca Juga:
Ketua PWI Pusat Diduga Abaikan Rekomendasi DK PWI Pusat Terkait Korupsi Dana Hibah BUMN Rp2.9 Milyar
Pada tahun 2018, anaknya yang bernama Debby Kurniawan yang kini menjabat DPR, didapuk sebagai ketua DPRD Lamongan, menggantikan Kaharudin untuk masa jabatan 2014-2019 melalui mekanisme pengganti antar waktu (PAW).
Seusai dilantik sebagai ketua DPRD yang baru, Debby Kurniawan di malam yang sama langsung memimpin rapat paripurna dalam rangka pembahasan raperda dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2017.
Tiga: Pembangunan molor selama empat bulan
Pembangunan gedung yang dikerjakan mulai 2017 dan menelan anggaran APBD sebesar Rp 151 miliar tersebut molor dari target awal, yang seharusnya selesai pada bulan Maret 2019, tetapi, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada saat itu memberi perpanjangan (addendum) hingga 18 Juli 2019, karena ada perubahan desain tata ruang dari lantai satu sampai enam
Empat: Biaya perawatan gedung tembus Rp 800 juta
Biaya perawatan untuk gedung Pemkab Lamongan dialokasikan sebesar Rp 800 juta. Anggaran tersebut juga diperuntukkan untuk perawatan rumah dinas bupati, wakil bupati, sekda, serta Pendopo Lokatantra.
Baca Juga:
Kebutuhan perawatan gedung paling banyak dialokasikan untuk lift, karena gedung ini memiliki tujuh lantai yang memang membutuhkan perawatan ekstra dan berkala.
Selain itu, disusul oleh kebutuhan listrik, lampu-lampu gedung, perbaikan toilet, plafon yang bocor, pengecatan dan sebagainya.
Lima: Pernah diperiksa KPK pada tahun 2021
Proyek pembangunan gedung pemkab senilai Rp 151 miliar itu pernah disoal oleh KPK pada tahun 2021 lalu. Bahkan, dikabarkan ada beberapa pejabat Pemkab Lamongan yang telah diperiksa.
Waktu itu, gedung tersebut diduga kuat bermasalah lantaran pengerjaan proyek itu terjadi addendum untuk perpanjangan waktu hingga 5 kali.
Akan tetapi, tak ada kejelasan terkait maksud dan tujuan KPK, hingga pada tahun ini kembali mencuat.
Enam: Pembangunan gedung hancurkan nilai sejarah
Pembangunan gedung Pemkab Lamongan berlantai tujuh itu dinilai menghilangkan nilai sejarah bangunan sebelumnya yang bercorak Hindia Belanda dan pernah menjadi kantor administrasi pemerintahan kolonial.
Baca Juga:
Berdasarkan catatan di museum Leiden Belanda, bangunan sebelumnya telah ada sejak tahun 1922. Hal itu dibuktikan dengan adanya foto jamuan makan saat gubernur jenderal D. Fock (setingkat presiden Hindia Belanda) singgah di Lamongan.
“Tak hanya itu, terdapat pula prasasti peletakan batu pertama tahun 1953, yang dikabarkan sebagai penanda adanya renovasi pada masa pemerintahan bupati R. Abdoel Hamid,” terang Akbar
Kemudian sesuai UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, benda atau gedung pemkab lama ini sudah bisa dijadikan objek cagar budaya lantaran usianya melebihi 50 tahun.
Foto : tampak aksi unjuk rasa LSM Asli Demo ke-5 kalinya di depan gedung KPK, Jakarta (13/5/2024)
Leave a Reply