Eposdigi.com – Kisah ini adalah pengalaman seorang guru honorer bernama Sri Hartuti. Ia adalah guru honorer di SD Negeri Pandean 4, Kecamatan Karang Anyar, Kabupaten Ngawi. Tahun ini adalah tahun ke-17 ia mengabdi sebagai guru di sekolah dasar.
Belakangan ia menjadi sorotan karena rumah tempat tinggalnya dikunjungi camat setempat. Kebetulan Camat sedang berkeliling ke daerah tersebut karena tingkat vaksinasi di daerah tersebut sangat rendah yakni hanya 14 persen.
Sang camat kaget karena rumahnya sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu, berlantai tanah dan menyatu dengan kandang kambing.
Baca Juga: Pemda Belum Penuhi Jumlah Kuota Guru Calon PPPK, Mengapa?
Kondisi ini membuat Camat Karang Anyar, Nuryudhi M. Arifin tak kuasa menahan tangis. Ia sangat sedih ketika melihat rumah seorang guru sangat tidak layak huni.
Bersama suami dan tiga anaknya, ia menempati rumah sederhana tersebut. Dinding dan pintu rumahnya terbuat dari anyaman bambu. Tampak celah menganga di beberapa sisi sehingga dengan leluasa angin dengan bau tidak sedap dari kandang, tercium dari dalam rumah.
Rumah sederhana ini dibangun 4 tahun silam, karena ia dan suami ingin mandiri dan pisah dari orang tua. Meskipun demikian, rumah sederhana ini masih dibangun di atas tanah milik perhutani.
Baca Juga : Data PNS Siluman; Ada Apa Sebenarnya?
Ia mengatakan belum mampu membangun rumah yang lebih layak, karena penghasilan dia dan suami yang bekerja serabutan, tidak mencukupi.
Sri Hartuti menuturkan, mulanya ketika mulai mengajar, ia tidak mendapat gaji sebagai guru. Kemudian ia mulai memperoleh honor Rp 50.000 sebulan, lalu naik menjadi Rp 100.000 sebulan, kini honor yang ia terima setiap bulan sudah mencapai Rp 350.000.
Meskipun demikian, Sri menuturkan, ia bersyukur sering mendapat dukungan dari teman seprofesi di sekolah tempat dia mengajar. Mereka kerap memberikan bantuan. Jika honornya telat dibayar, teman-temannya yang berstatus pegawai negeri, membantu menalangi terlebih dahulu.
Baca Juga : Guru Honor Flores Timur Berharap Nasib Lebih Baik
Ia kemudian menceritrakan pengalamannya, ketika pertama kali mengajar di SD Negeri Pandean 4. Pada saat itu, banyak anak-anak putus sekolah di desa tersebut dan banyak warga yang buta huruf.
Selain itu, banyak anak kelas 4 di sekolah tersebut yang belum bisa membaca. Atas inisiatifnya, banyak kegiatan dilakukan untuk mengentaskan buta huruf. Oleh karena itu, Sri Hartuti dipandang sangat berjasa karena selain mengajar ia pun ikut mengentaskan buta huruf di kampungnya.
Setelah 17 tahun mengajar, kini anak didiknya sudah banyak yang sukses, banyak yang sudah mulai meneruskan kuliah, ada yang jadi polisi, bahkan ada yang sukses menjadi pengusaha.
Lolos seleksi PPPK Guru
Saat ini Sri Hartuti berlega hati karena setelah mengikuti seleksi PPPK guru, dirinya dinyatakan lolos passing grade pada seleksi terakhir, setelah sebelumnya dinyatakan tidak lolos. Saat ini hanya tinggal menunggu pemberkasan, setelah masa sanggah lewat.
Baca Juga: PPPK Guru; Masih Ada Kesempatan Walau Tak Capai Passing Grade
“Tentunya saya sangat bersyukur dan masih tidak menyangka karena pada tes sebelumnya sempat tidak lolos. Saat itu, ambang batas yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi”, jelas Sri pada Times Indonesia.
Kini setelah lolos menjadi pegawai pemerintah degan perjanjian kontrak, ia berharap kondisi hidup keluarga mereka menjadi lebih baik. Paling tidak dapat memiliki rumah sendiri yang lebih layak.
Sri Hartuti mengajak guru honorer yang senasib dengan dirinya untuk pantang menyerah. Menurutnya yang paling penting dalam menjalankan profesi sebagai guru adalah tetap ikhlas meskipun menghadapi banyak tantangan yang tidak mudah.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto:solopos.com
Leave a Reply