Eposdigi.com – Ketika musim panen tiba, tidak semua hasil panen langsung habis dimakan. Bahkan ketika dijual pun, harus ada yang disimpan. Disimpan, entah sebagai bibit musim tanam berikut atau sebagai cadangan untuk konsumsi. Inilah yang kita kenal sebagai lumbung pangan.
Seorang petani yang memiliki hasil panen melimpah, bisa saja memiliki lumbung pangan pribadi. Untuk dia sendiri dan keluarganya. Kalau-kalau di masa datang ada bencana atau gagal panen, keluarga mereka sudah punya cadangan makanan yang cukup, yang telah tersimpan di dalam lumbung.
Lumbung pangan juga berarti komunitas petani mengusahakan lembaga untuk mengelolah cadangan makanan komunitas mereka. Lembaga ini menampung, menyimpan, merawat serta mendistribusikan cadangan makanan yang dimiliki oleh komunitas petani.
Baca Juga: BUMDes Sebagai Ekosistem Ekonomi Produktif
Jadi lumbung pangan bukan lagi semata-mata sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Lumbung memiliki dimensi sosial di dalam masyarakat.
Seorang petani mungkin memilik hanya sedikit sisa hasil panen untuk dicadangkan. Namun komunitas petani akan memiliki cadangan pangan yang lebih banyak jika mereka mengumpulkannya dari antara mereka.
Cadangan pagan yang cukup banyak ini nantinya bisa dikeluarkan lagi untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan mendesak orang-orang dalam komunitas mereka.
Dalam konteks Flores Timur seharusnya lumbung pangan bisa menjadi salah satu unit usaha yang dijalankan oleh BUMDes. BUMDes bisa menjalankan fungsi “bulog”.
Baca Juga: COVID-19 dan Jalan Menuju Kedaulatan Pangan di Desa
Lebih dari itu lumbung pangan yang dijalankan oleh BUMDes dapat membantu para petani secara langsung. Hasil pertanian dapat terserap oleh pasar melalui BUMDes yang menjalankan fungsi “bulog”ini.
Pada saat yang sama, desa memiliki ketahanan pangan yag lebih baik, karena tersedianya cadangan pangan yang cukup dari lumbung pangan ini.
Selain lumbung pangan desa, lumbung yang satu ini juga tidak kalah manfaatnya bagi desa. Sama-sama harus dikumpulkan terlebidahulu, disimpan dan pada saatnya bisa diolah lagi dan digunakan untuk berbagai kebutuhan.
Adalah lumbung DATA desa. Desa-desa kita sudah saatnya mengupayakan secara serius semua derap pembangunannya direncanakan dari dan dengan menggunakan data-data yang memiliki tingkat validitas yang baik.
Baca Juga: Dana Desa, BUM Desa dan Gemohing
Lumbung data desa bukan hanya media tempat penyimpanan sejumlah data statistika. Lumbung data desa adalah sebuah upaya sadar untuk menggali informasi, dengan metode-metode ilmiah tertentu kemudian diolah dan digunakan untuk berbagai kepentingan, terutama perencanaan dan evaluasi pembangunan di desa.
Sebagai sebuah upaya sadar dengan banyak aktivitas di dalamnya, maka lumbung data desa bisa menjadi lapangan kerja baru untuk mendorong tingkat pendapatan di desa.
Dalam menjalankan fungsi-fungsi lumbung data desa ini, diperlukan sejumlah sumber daya untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisa hingga data-data ini bisa digunakan untuk berbagai keperluan.
Terutama oleh BUMDes. Data-data sangat dibutuhkan untuk menyusun rencana bisnis. Menentukan potensi usaha mana yang paling visibel, menyiapkan dan mengembangkan produk, membentuk dan memperluas pasar, mengevaluasi perkembangan usaha dan lainnya.
Baca Juga: Membangun Kedaulatan Pangan: Tak Ada Kedaulatan Pangan Tanpa Kedaulatan Petani
Rencana pembangunan desa, yang didalamnya termasuk rencana-rencana bisnis BUMDes haru dibuat berdasarkan data yang lengkap dengan tingkat validitas yang tinggi.
Dalam sebuah kesempatan diskusi virtual, Greg Sindana dari ketjilbergerak, membagi kisah bagaimana para pemuda di salah satu desa di Yogyakarta, yang mengumpulkan data mengenai konsumsi masyarakat di desa tersebut.
Data-data yang dikumpulkan oleh relawan ini ternyata memberi gambaran yang luar biasa tentang konsumsi masyarakat desa tersebut.
Data-data tersebut menyebutkan bahwa ternyata masyarakat desa tersebut membeli sayuran tertentu dalam jumlah milyaran rupiah setiap tahun. Itu hitungan untuk satu jenis sayuran. Belum lagi beras, dan kebutuhan pokok lainnnya.
Baca Juga: Ada “Penjajah” di Pasar Mirek
Berdasarkan data-data tersebut kemudian sekelompok pemuda ini ingin mengambil alih produksi sayuran itu. Dari pada penduduk desa tersebut membeli dari luar, mereka memutuskan untuk menanam sendiri dan menjualnya kepada masyarakat di desa mereka.
Uang milyaran rupiah dalam setahun yang sebelumnya keluar dari desa mereka untuk membeli sayur dari pedagang luar, ditahan dan dibiarkan berputar di desa mereka. Mereka mendorong kemandirian dan kedaulatan pangan bagi desa mereka.
Inilah contoh kekuatan yang bisa kita peroleh dari data yang valid. Data yang valid adalah tumpuan yang kokoh untuk membuat perencanaan.
Sebab jika gagal dalam membuat rencana dari karena data yang tidak valid sama seprti sedang merencanakan kegagalan.
Foto ilustrasi dari binus.ac.id
Leave a Reply