Eposdigi.com – Setelah sekian lama makan-tidur-kerja dengan petani, hanya sepenggal kalimat yang masih terngiang di telinga saya seolah hendak meminta penjelasan menuju solusi kongkrit.
Doi kenehine (uang cepat), demikian sepenggal kalimat tersebut. Kalimat ini sering saya dengar ketika mengajak petani diskusi ringan seputar anjloknya harga komoditi. Ada beberapa solusi yang coba saya ketengahkan tetapi lagi-lagi jawaban yang sama, “saat ni butuh doi kenehine.”
Akhirnya, berbekal sepenggal kalimat tersebut, saya kemudian menggunakan sebagai kaca mata dalam menakar kondisi. Mula-mula saya menghubungkan sepenggal kalimat tersebut dalam konteks ruang dan waktu untuk bisa mengenal terang sisi historinya.
Doi kenehine, hakikatnya adalah bagaimana bisa menghasilkan uang hari itu juga. Sampai disini, saya kemudian teringat dengan kategori masyarakat subsisten. Masyarakat subsisten artinya, kerja masyarakat hanya untuk memenuhi kebutuhan harian (makan minum).
Baca Juga:
Karakter masyarakat seperti ini tentu tidak kita temukan pada karakteristik masyarakat industri ( tumbuh dan berkembangkan praktik akumulasi modal; kapitalisme). Ia harus digali hingga masyarakat yang masih berada pada fase komunal.
Lantas, bagaimana korelasinya dengan kondisi Flotim jaman now?
Karakteritik itu kita temukan pada petani yang memproduksi komoditi perkebunan. Gerak sejarah telah mengembalikan kita pada tahap feodalisme dimana sebagian hasil peras keringat kita mesti kita serahkan kepada tuan tanah.
Bahwa kolonialisme telah menghentikan gerak sejarah kita dengan adanya perubahan apa yang kita tanam dari tanaman pangan yang sisanya masih bisa disimpan untuk persediaan ke tanaman perkebunan yang hasilnya hanya untuk penuhi kebutuhan hari itu juga.
Hal demikian terjadi manakalah sisa-sisa kolonialisme masih mengakar kuat dengan keberadaan pedagang perantara atau yang sering kali saya kategorikan dengan tengkulak.
Di atas kukungan sistem kulak sebagai kolonialisme berwajah baru, petani justru menjadi buruh di atas tanahnya sendiri manakalah ia tidak memiliki daya tawar terhadap harga komoditinya.
Baca Juga:
Bahkan wakil bupati terakhir pun mengakui secara mistis bahwa harga komoditas kita ditentukan oleh harga komoditas dunia. Pandangan wakil bupati ini akan saya ulas-tuntas pada kesempatan lain.
Doi berhang, menggambarkan karakteritik masyarakat susbsisten. Secara historis, karakteristik ini ditemukan pada fase berburuh dan mengumpulkan makanan. Makanan yang terkumpul hanya untuk kebutuhan hari itu juga.
Gerak sejarah yang diintervensi kolonialisme telah menarik kita ke belakang dan jika perannya digantikan kaum kulak maka musuh terbesar kemajuan Flores Timur adalah sifat konservatif kaum kulak yang enggan mengekspansi usahanya hingga lebih banyak membutuhkan tenaga kerja.
Doi kenehine merupakan gambaran kemandekan kemajuan kekuatan Flores Timur.
Pertama, daya beli petani rendah sebagai akibat ketiadaan daya tawar terhadap harga komoditas yang dihasilkan.
Kedua, sebagai dampak buruk adanya peralihan dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan, sebagian besar kebutuhan harian petani yang mestinya diproduksi sendiri tetapi harus membelinya dari pasar. Kesejatraan petani tergantung sejauh mana komoditas yang ia jual melebihi kebutuhan harian.
Baca Juga:
Jebakan Pasar Bebas: Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Lahan Tanaman Perdagangan
Ketiga, ekonomi biaya tinggi sebagai akibat ketergantungan kita dengan produk dari luar semakin masif. Kita hanya bisa menjual bahan baku yang nantinya diolah kemudian dibeli kembali oleh petani dengan harga lebih tinggi.
Dalam kondisi yang demikian, para sarjana dengan basis ilmu yang dimiliki secara spesifik tengah kembali ke pangkuan pertiwinya dan karena itu, secara tidak langsung mereka berada di tangan pemimpin kita.
Tinggal bagaimana pemimpin kita melihat keberadaan sarjana yang masih menganggur ini bukan sebagai masalah tetapi bagian dari solusi.
Memandang para sarjana yang masih menganggur sebagai solusi maka, dengan ilmu spesifik yang mereka miliki, tugas historis memajukan kekuatan produktif bisa kita lakukan.
Data menyebut, 27% PDRB kita, sekalipun kian tahun terus mengalami penurunan tetapi menjadi basis perekonomian Flores Timur. Bicara pertanian, ia meliputi pertanian pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan.
Walaupun demikian, pertanian sebagai basis perekonomian Flotim masih didonimasi oleh tenaga kerja tidak sekolah dan hanya tamat SD.
Hal demikian tergambar pula bahwa sebagai dampak buruk dari kukungan sistem kulak, pengeluaran mayoritas penduduk ini didominasi kebutuhan makanan.
Olehnya, perkembangan sektor jasa menjadi mandek dan mandek pulalah penyerapan tenaga kerja dengan keahlian khusus seperti sarjana.
Baca Juga:
Berharap Apa dari Para Pendamping Lokal Desa di Flores Timur dan Lembata?
Maka solusi yang mesti harus diketengahkan adalah transformasi basis perekonomian Flores Timur dari yang didominasi sektor pertanian ke semakin diimbangi oleh sektor industri pengolahan hasil peranian.
Dampak dari solusi ini;
1). Petani tidak lagi terjerat sistem kulak karena komoditasnya akan dibeli lalu diolah menjadi kebutuhan konsumtif yang juga dibutuhkan oleh petai misalnya minyak kelapa.
2). Pendapatan petani berangsur naik dan akan diikuti dengan kenaikan daya beli. Pada gilirannya ia akan menciptakan iklim usaha selain sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian.
2). Mendorong usaha industri pengelolaan hasil pertanian maka ruang penyerapan tenaga kerja dengan keahlian khusus seperti sarjana menjadi keharusan.
Lantas bagaimana ini dieksekusi?
Melalui BUMDes. Pemda Flotim, dari pada melakukan pemborosan 35 miliar hanya untuk bangun bangunan yang sudah kita miliki itu tetapi menggunakan dana tersebut untuk menambah (penyertaan) modal BUMDes dengan terlebih dahulu melakukan kerja pendampingan manajemen dengan fokus mengolah hasil pertanian.
Baca Juga:
Asterius Soge: Salah Camat Jika ada Desa yang Program Pembangunannya Tidak Jalan
Dengan demikian, kita tengah melakukan transformasi perekonomian Flores Timur dengan mendayagunakan para sarjana yang masih mengganggur.
Ya…sarjana mesti harus singsingkan lengan bajunya-turun ketengah-tengah petani untuk bersama-sama mengolah hasil pertanian melalui BUMDes.
Lantas apa tugas pemda Flotim selanjutnya, tugasnya adalah membuka akses pasar ketika terjadi surplus produksi sebab jika dibiarkan, harga produk tersebut akan tergerus akibat tikda terserap pasar.
Sumpah. Pemerintah periode lalu bisa saja sangat keliru jika menggelontorkan uang miliaran tanpa melakukan verifikasi dan penyaringan terlebih dahulu.
Maka, bukan selamatkan kaum muda tetapi kaum muda (para sarjana) mesti harus segera selamatkan Flores Timur! Singsikan lengan bajumu, coyyy!!! / Foto ilustrasi dari alodokter.com
Leave a Reply