Hukum Adat Manggarai dalam Penyelesaian Harta Warisan

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Hukum Adat adalah hukum umum yang menunjuk pada serangkaian aturan yang mengikat pada suatu masyarakat yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan berkembang pada suatu masyarakat adat tertentu.

Hukum adat adalah sebuah aturan atau norma yang digunakan oleh masyarakat untuk mengatur tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.

Misalnya masyarakat di daerah Manggarai Flores-NTT. Kehidupan masyarakat disana masih sangat kental akan adat-istiadat dan budaya.

Baca Juga:

Perkembangan Hukum Adat di Indenesia Dari Masa Ke Masa

Selain kekhasan adatnya, masyarakat Manggarai juga mempunya Rumah Gendang yang biasa disebut Mbaru Niang berbentuk kerucut yang menjadi daya tarik bagi arsitektur Indonesia dan dunia untuk meneliti bentuk warisan leluhur orang Manggarai tersebut.

Masyarakat Manggarai percaya bahwa dalam hidup, mereka terikat dengan adanya hukum adat. Mereka menyakini bahwa apabila melanggar adat yang telah ditetapkan oleh leluhurnya, maka mereka akan mendapatkan sanksi.

Salah satu contoh hukum adat yang dianut masyarakat Manggarai adalah, adat pembagian hak waris.

Dalam budaya Manggarai ada beberapa harta warisan yang dapat dibagikan orang tua kepada anak kandungnya. Warisan itu berupa tanah, ternak, ladang, sawah dan lain -lain.

Baca Juga:

Di Sebuah Tempat Bernama Manggaro

Masyakat Manggarai menyebut istilah adat pembagian hak waris dengan ‘’Lodok’’. Lodok yaitu istilah dalam bahasa lokal yang artinya adalah sistem pembagian sawah atau kebun (lahan).

Istilah lodok, terdapat di Kampung Cancar, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Pembagian lahannya ini berbentuk jaring laba-laba.

Lodok merupakan sebuah sistem pembagian tanah yang sangat adil. Lodok sering disebut dengan pembagian tanah seperti jaring laba-laba.

Sebelum mengenal pembagian tanah secara nasional, leluhur orang Manggarai memiliki sistem tersendiri dalam membagi tanah.

Baca Juga:

Hukum Adat di Mata Masyarakat Adonara

Masyarakat Manggarai menganut asas patrilineal dalam pembagian harta warisan dimana pembagian harta warisan lebih banyak untuk anak laki-laki, karena menurut adat Manggarai anak laki-laki memiliki tanggung jawab untuk tinggal bersama kedua orangtuanya meskipun tidak dalam satu rumah.

Anak tetap bertanggung jawab atas kehidupan kedua orangtuanya selama orangtuanya masih hidup, sementara anak perempuan tidak diberikan warisan karena setelah menikah maka ia akan mendapatkan harta warisan dari suaminya.

Namun di desa Golo Leleng, masyarakat adat sebagian besar menganut sistem mayorat laki-laki.

Apabila orang tua meninggal, maka pada saat pembagian hak waris yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki sulung (atau keturunan laki-laki) dalam keluarga tersebut.

Baca Juga:

Hukum Adat: Cara Suku Baduy Merawat Harmoni

Ia mempunyai kewajiban mengurus anggota keluarga yang lain yang ditinggalkan, termasuk mengurus ibu apabila ayah yang meninggal dan begitu juga sebaliknya, berkewajiban mengurus ayah apabila ibu yang meninggal.

Masyarakat hukum adat Manggarai merupakan komunitas yang terdiri atas puluhan atau bahkan ratusan suku yang berbeda beda.

Hampir seluruh wilayah Manggarai didiami oleh masyarakat hukum adat, sehingga segala persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat diselesaikan dengan hukum adat yang ada.

Namun saat ini masyarakat hukum adat Manggarai Timur eksistensinya cenderung melemah dan memiliki pola perubahan yang berbeda di tiap daerah.

Keberadaan tanah ulayat masih ada, namun jumlahnya semakin terbatas bahkan ada wilayah yang tidak memiliki tanah ulayat.

Baca Juga:

Menggagas Sumpah Adat Saat Pelantikan Pejabat Publik di Lamaholot

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa tanah ulayat diakui, dikelola dan dikuasai bersama oleh masyarakat melalui sistem kepemimpinan dalam suatu kelembagaan adat.

Dalam rangka otonomi daerah, sejauh ini belum ada Peraturan Daerah yang secara khusus memberikan pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak ulayat atas tanah masyarakat hukum adat.

Hal tersebut berimplikasi pada tidak adanya pengakuan, jaminan perlindungan serta kepastian hukum pemanfaatan dan pengelolaan hak ulayat atas tanah masyarakat hukum adat setempat.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan PPKn Universitas Pamulang – Tangerang  – Tulisan ini untuk memenuhi mata kuliah “Hukum Adat”, / Foto dari : arsitur.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of