Hukum Adat di Mata Masyarakat Adonara

Kearifan Lokal
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Dilansir dari Indonesia.go.id-Menurut sensus BPS tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340 suku bangsa, dan menjadi negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau.

Hal ini menjadikan Bangsa Indonesia, dijuluki sebagai negara kultural, karena memiliki bermacam-macam keanekaragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Sebagai negara kultural, Indonesia dalam pelaksanaan hukumnya, menggunakan sistem pluralisme hukum. Hal ini dikarenakan faktor historis bangsa Indonesia yang mempunyai perbedaan keberagaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa.

Baca Juga:

Menggagas Sumpah Adat Saat Pelantikan Pejabat Publik di Lamaholot

Dalam pelaksanaan sistem pluralisme hukum ini, Indonesia menganut tiga sistem hukum yakni; Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Islam, dan Sistem Hukum Barat.

Tetapi Pada praktek hukumnya, masyarakat lebih cenderung menggunakan  Sistem Hukum Adat sebagai media penegakan hukum dalam menyelesaikan setiap permasalahan ataupun persoalan yang terjadi.

Karena, masyarakat menilai bahwa penyelesaian masalah dengan sistem hukum adat lebih menguntungkan pihak korban, dan dianggap lebih adil dan terpercaya, sebab sistem hukumnya sudah ada sebelum terbentuknya hukum lainnya.

Baca Juga:

Kuat Kemuha Koda: Totalitas Hingga Tuntas

Misalnya, di daerah Papua dalam kasus pembunuhan selalu menyebutkan dalam bahasa adat, ‘’ganti rugi kepala manusia’’ atau menggantinya bisa dengan uang, ternak sampai ratusan ekor.

Jika diakumulasikan bisa mencapai miliaran rupiah. Bukankah denda ini lebih berat dan menguntungkan dibanding dengan putusan pengadilan negeri.

Hukum Adat adalah hukum kebiasaan, yang artinya aturan dibuat dari tingkah laku masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum yang ditaati secara tidak tertulis.

Ciri dari Hukum Adat ini tidak tertulis, tetapi diakui oleh negara sebagai hukum yang sah, pernyataan ini dimuat dalam UUD 1945 pasca amandemen, yaitu dalam pasal 18B ayat (2) yang menyebutkan bahwa ‘’Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya”.

Baca Juga:

Menguji Agama Koda Dengan Alienasi Feuerbach

Pada dasarnya Hukum Adat tidak tertulis, tetapi sifatnya memaksa. Karena masyarakat adat meyakini bahwa ada hukum yang mengikat pada lingkungannya sehingga harus ditaati dan apabila tidak ditaati atau dilanggar akan dikenakan sanksi-sanksi yang berlaku dalam masyarakat.

Contoh salah satu hukum adat di pulau Adonara – Flores – NTT yakni pelaksanaan ritual adat kematian. Mereka percaya, apabila ritual adatnya tidak dilaksanakan akan mendapatkan sanksi.

Masyarakat Adonara meyakini bahwa sanksi itu dapat diwariskan. Sanksi itu akan berlaku dan mengikat secara turun-temurun dalam satu garis generasi keturunan, jika ritual adat tidak dilaksanakan.

Sanksi-sanksinya itu bisa seperti menderita sakit, bahkan hingga meninggal, keluarganya jadi berantakan/cerai, menjadi gila, dan tidak mempunyai keturunan.

Baca Juga:

Pemberdayaan Ekonomi Dari Tradisi Bailake

Masyarakat disana mempercayai ada dua pelaksanaan adat kematian yakni, soga madak – sebuah ritual sebagai penanda bahwa arwah orang meninggal telah sampai ke kampung halaman abadi.

Ritual lainnya terkait dengan kematian adalah lewak tapo. Lewak tapo biasanya dilakukan untuk mencari sebab musebab meninggalnya seseorang secara tidak wajar. Karena itu lewak tapo adalah sebuah ritual yang wajib dilakukan.

Dari lewak tapo masyarakat Adonara dapat mengetahui pelanggaran hukum adat apa yang telah dilakukan sehingga menyebabkan orang tersebut meninggal tidak wajar, misalnya karena kecelakaan, bunuh diri, dibunuh dan lain sebagainya.

Baca Juga:

Dibalik Prosesi Penyatuan Tanah dan Air di IKN

Baik soga madak ataupun lewak tapo walaupun merupakan upacara atau ritual terkait kematian, namun ritual ini sebenarnya adalah proses rekonsiliasi dan penegasan kembali akan hakekat kekeluargaan dan menghargai martabat manusia dalam system hukum adat Masyarakat Adonara.

Orang Adonara percaya bahwa Hukum Adat lebih berpengaruh dibandingkan system hukum lain karena sanksi yang akan didapat akibat melanggar.

Setiap pelanggaran hukum adat akan mendapat karma yang mengikat dan bisa saja langsung terjadi saat itu. Karma karena pelanggaran hukum adat bahkan melintasi ruang dan waktu.

Orang Adonara percaya bahwa pelanggaran terhadap hukum adat akan dapat mendatangkan bencana bagi si pelanggar dan anak turunannya.

Baca Juga:

Agama Koda : Pilar Utama Pembentuk Jatidiri Anak Adonara (Penutup)

Pun demikian, bahwa tidak ada tempat yang aman bagi pelanggar hukum adat bahkan jika si pelanggar pindah ke planet lain.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan PPKn Universitas Pamulang – Tangerang  – Tulisan ini untuk memenuhi mata kuliah “Hukum Adat”, / Foto dari : dictio.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of