Eposdigi.com – Hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan yang dibuat oleh tingkah laku manusia.
Menurut Prof.MR. B. Terhaar Bzn : Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat (umsu.ac.id)
Secara administrative kepemerintahan Suku Baduy yang terdapat di Provinsi Banten, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Kita biasanya mengenal masyarakat Suku Baduy menjadi dua. Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam. Untuk membedakan mereka selain dari kampung tempat tinggal juga lewat pakaian yang mereka kenakan sehari-hari.
Suku Baduy Dalam tinggal di tida kampung yaitu Kampung Cibeo, Kampung Cikartawana dan Kampung Cikeusik.
Dari segi pakaian Suku Baduy Dalam mengenakan baju “jamang kurung” yaitu baju berwarna putih dengan ikat kepala juga berwarna putih.
Baca Juga:
Sedangkan Masyarakat Suku Baduy Luar mengenakan baju berwarna hitam atau “ jamang kampret” dengan ikat kepala dengan motif batik yang didominasi warna biru.
Masyarakat Baduy memiliki sebuah peraturan untuk masyarakat luar yang memasuki daerah Baduy Dalam.
Masyarakat luar yang memasuki Wilayah Hukum Adat Suku Baduy dalam haruslah mentaati aturan yang telah dibuat oleh Kepala Suku Baduy.
Perangkat aturan dan larangan adat yang menjadi pedoman bagi perilaku masyarkat Baduy yang hingga kini masih dilestarikan oleh para penganutnya adalah berlandaskan pada Ajaran Sunda Wiwitan yang disebut oleh Pikukuh Baduy.
Pikukuh Baduy adalah pedoman hidup sekaligus filosofi dasar yang mengatur keseharian hidup Masyarakat Baduy.
Sementara itu kelembagaan adat Baduy dipimpin oleh Pu’un di masing-masing kampung.
Pu’un adalah orang suci keturunan karuhun (leluhur)yang berkewajiban menjaga kelestarian pancer bumi dan sanggup menuntun warganya.
Baca Juga:
Ketiga pimpinan ini berasal dari tiga kampung keramat di Baduy Dalam yaitu di Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik dan Kampung Cikartawana.
Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang hidupnya sangat selaras dengan alam. Keselarasan dengan alam ini berpedoman dari nilai-nilai luhur yang ada di dalam Masyarakat Baduy.
Mereka berpegang teguh pada “Gunung ulah dilebur, Lebak ulah dirusak.” Filosofi ini kira-kira bermakna ‘Gunung tidak boleh dihancurkan, Lembah tidak boleh dirusak.”
Dari filosofi ini kemudian munculah seperangkat aturan untuk menjaga kelestarian lingkungan yang dikenal dengan “Pikukuh Karuhan”
Pikukuh Karuhan diantaranya berisi: larangan untuk merubah jalannya air, seperti membuat bendungan, kolam atau drainase, larangan untuk mengubah bentuk tanah : menggali sumur dan/atau meratakan tanah.
Kemudian dilarang masuk kedalam hutan tertentu dan menebang pohon. Tidak boleh menggunakan teknologi / bahan kimia, larangan untuk menanam tanaman perkebunan, juga larangan untuk memelihara jhewan berkaki empat seperti kambing ataupun sapi.
Baca Juga:
Berikutnya adalah larangan membuka ladang sembarangan termasuk juga larangan untuk berpakaian sembarangan.
Selain Pikukuh Karuhan, Masyarakat Baduy juga menjaga harmonisasi hubungan antar sesama manusia lewat Pikukuh Sapuluh yakni:
Tidak membunuh, tidak mencuri, tidak ingkar janji dan berbohong, tidak minum minuman yang memabukan, tidak berpoligami, tidak makan pada tengah malam.
Kemudian, tidak memakai bunga-bungaan dan atau wewangian, tidak melelapkan diri saat tidur dan terakhir tidak memakai emas atau permata.
Selainitu untuk mengunjungi Masyarakat Baduy ada Batasan-batasan dan aturan yang harus di taati dan di patuhi oleh pengunjung selama berada di Baduy Dalam, Badui Luar ataupun perbatasaannya.
Para pengunjung yang memasuki Badui Dalam harus lah meminta izin terlebih dahulu ke kepala suku yang ada di Badui dalam.
Kemudian di wajibkan menjaga kebersihan dan ketertiban serta menjaga kesopanan selama dilingkungan Baduy.
Peraturan paling utama saat mengunjungi suku badui ialah dilarang untuk membuang sampah sembarangan. Hal ini senantiasa untuk menunjung kelestarian alam masyarakat Badui.
Pengunjung juga harus menghargai serta menghormati prinsip dan aturan suku badui dalam menggunakan teknologi.
Baca Juga:
Digitalisasi Syair Gulung: Upaya ITB Mewariskan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Ketapang
Sehingga, sangat di larang untuk tidak menngunakan gadget, kamera, dan perangkat elektronik lainnya saat berkunjung ke kawasaan suku badui.
Karenanya, itu penting untuk para pengunjung untuk bisa menjaga sikap agar masyarakat badui tetap merasa nyaman dan tidak terganggu.
Tidaklah sembarangan orang bisa memasuki kawasaan Baduy. Hal ini semata-mata agar terus terjaga kelestarian hidup Masyarakat Baduy.
Penulis adalah mahasiswa Pendidikan PPKn Universitas Pamulang – Tangerang / Tulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Adat”,
Leave a Reply