Masyarakat Hukum Adat Suku Sasak Di Pulau Lombok

Budaya
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com- Seperti yang kita ketahui hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya sebuah aturan dibuat dari tingkah laku masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi hukum yang ditaati secara tidak tertulis, tetapi hukum adat di akui oleh negara sebagai hukum yang sah.

Hukum adat merupakan hukum asli masyarakat Indonesia. Berakar pada adat istiadat atau merupakan pancaran nilai-nilai dasar budaya masyarakat Indonesia, yang berarti pula mengikat dan menemukan segala pikiran tersebut di akui oleh konstitusi UUD 1945.

Masyarakat hukum adat sudah ada sejak dahulu. Di Indonesia sendiri banyak daerah daerah yang masih menerapkan hukum adat di dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti salah satu suku yang ada di pulau lombok NTB yaitu suku sasak.

Baca juga: Hukum Adat Di Mata Masyarakat Adonara

Penerapan hukum adat di dalam suatu masyarakat akan terus berlanjut dan akan terus dijalankan ketika masyarakat adat budaya tersebut  tetap masih dijalankan.

Bahkan keberadaan hukum adatpun merupakan sebuah kekayaan bagi sebuah masyarakat yang menganut dan menjalankanya. Karena hukum adat menjadi alat pengatur di dalam masyarakat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi dan memungkinkan adanya perselisihan.

Kampung asli suku sasak di Nusa Tenggara Barat (NTB ), menjadi salah satu daya tarik pariwisata pulau lombok. Keunikan adat istiadat, keramahan, dan keanekaragaman produk budaya sasak membawa kesan tersediri bagi pelancong.

Desa sade adalah salah satu dusun yang ada di suku sasak yang terletak di  desa rembitan, kecamatan pujut, kabupaten lombok tengah. Terletak di antara jalan raya praya ke kuta, sekitar 30 Km dari kota mataram.

Jarak tempuh dari bandara internasional Zainuddin abdul majid sekitar 15 menit dan lima menit dari Kawasan the mandalika, lokasi pertamina mandalika internasional street circuit.

Kawasan desa adat sade ini memiliki sejarah Panjang. Eksis sejak 1.500 tahun lalu rumah adat yang memiliki atap terbuat dari anyaman bambu berdiri kokoh, di antara bangunan modern berdinding tembok.

Baca juga: Menjadi Manusia Beragama Dan Manusia Berbudaya (Ber-Adat) Adonara

Di dusun sade ini terdapat tradisi kawin culik, para jejaka (laki laki ) harus berani menculik pujaan hatinya untuk mengakhiri masa lajang.sedangkan para gadis di dusun sade diwajibkan untuk bisa menenun. Jika gadis di dusun sade belum bisa menenun, maka tidak di perbolehkan untuk menikah.

Siapapun yang datang berkunjung ke desa sade tersebut harus mentaati peraturan yang telah dibuat oleh pengelola  yang ada di sana. Ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh setiap pengunjung ,di antaranya tidak boleh memakai celana pendek.

Ketika ada pengunjung yang datang menggunakan celana pendek, maka akan dipinjamkan kain tenun untuk menutupi lututnya, selain itu pengunjung juga dilarang untuk berteriak dan menyakiti sesama.

Penting diperhatikan bahwa ada satu rumah yang tidak boleh dimasuki oleh pengunjung, yaitu rumah tempat penyimpanan pusaka suku sasak. Selain rumah tempat penyimpanan pusaka tersebut, seluruh rumah yang ada di desa sade boleh dimasuki.

Ada yang unik dari penduduk sade, mereka memiliki kebiasaan melumuri lantai rumah dengan kotoran ternak, meski terbilang menjijikkan, penduduk sade percaya bahwa lantai yang dilumuri kotoran sapi membuat rumah mereka suci.

Namun, untuk tempat ibadah seperti masjid penduduk sade menggunkan kotoran kerbau untuk membersihkan lantainya.

Baca juga: Lestarikan Sumber Air, Masyarakat Waidang Gelar Ritual Adat

Ada beberapa aturan yang harus ditaati yang berlaku di desa sade yaitu seperti berpakaian harus sopan, tidak merokok, tidak membuang sampah sembarangan dan diharuskan berinteraksi dengan warga setempat harus sopan, dan tidak menolak tawaran barang dagangan yang ada di sana dengan kasar.

Keunikan lain di dusun sade ini adalah pohon cinta. Tanaman pohon cinta di desa sade merupakan pohon Nangka yang sudah lapuk di makan usia.

Hikayat pohon ini menjadi titik pertemuan sepasang kekasih baik yang akan memadu cinta maupun yang akan melangsungkan pernikahan. Di sinilah para laki laki akan membawa kabur calon istrinya. Pohon cinta ini tumbuh di tengah tengah pemukiman.

Selain itu, salah satu kearifan lokal yang masih dijaga oleh mereka adalah tentang lingkungan hidup. Kearifan lingkungan ini ternyata lebih dahulu berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan sebelum gerakan-gerakan peduli lingukungan bermunculan.

Misalnya tradisi lokal yang terdapat di dusun sade untuk menjaga kelestarian lingkungan yang biasa di sebut dengan kemalik, yaitu larangan memasuki kawasan hutan secara sembarangan. Larangan ini bila dilanggar akan memberikan musibah kepada pelakunya.

Baca juga: Menggagas Sumpah Adat Saat Pelantikan Pejabat Publik Di Lamaholot

Apabila hutannya dirusak dan kayunya ditebang, maka perusak tersebut diwajibkan membayar denda adat yang harus dipatuhi, sehingga  lingkungan di kawasan suku sasak dusun sade masih terlihat lestari.

Selain  itu untuk mencegah laju penurunan hutan, upaya-upaya yang telah di lakukan oleh lembaga adat. Lembaga ini dibentuk oleh masyarakat adat untuk menjalankan awig-awig dan menjalankan hukm adat .

Awig-awig merupakan suatu peraturan tidak tertulis/tertulis yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat untuk mengatur kehidupan bersama dalam suatu komunitas.

Salah satu contoh awig-awig adalah seperti yang disebutkan di atas yaitu larangan merusak hutan dan menebang kayu. Bila hal tersebut dilanggar maka perusak tersebut diwajibkan membayar denda adat yang harus dipenuh.

Denda tersebut di antaranya seperti satu ekor kuda, beras satu kuintal (100 kg) uang bolong  (kepeng susuk) 224 biji, gula merah, beras satu rombong (baskom) dan bila sanski tersebut tidak dipenuhi maka si pelanggar tidak diberikan penghulu (pengurus adat) kyai adat dalam pelaksanaan syukuran atau selamatan rumah dan lain-lain. Bahkan bisa sampai dikucilkan dan diasingkan serta tidak diakui sebagai masyarakat adat.

Kearifan lokal tersebut telah mengakar kuat di tengah tengah masyarakat dan bersumber dari mitologi dan sejarah hutan gunung Kiyangan. Sehingga bermunculan mitos-mitos yang dipercaya oleh masyarakat sasak dusun sade.

Dengan dukungan Lembaga adat yang mereka banggakan, masyarakat percaya akan terpeliharanya makam nenek moyang mereka yang berlokasi di puncak gunung Kiyangan yang diyakini sebagai seseorang ulama besar dan pemuka adat.

Baca juga: Keaslian Budaya Kampung Adat Wae Rebo Bisa Hilang Tergerus Moderenitas

Itulah salah satu budaya unik yang ada di NTB. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia  dalam kehidupan sehari-hari  dalam masyarakat.

Sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi dalam hukum adat )

Upaya pelestarian dan pengembangan nilai-nilai hukum adat  merupakan tanggung jawab masyarkat hukum adat. Bagi masyarakat adat, nilai-nilai positif harus dilestarikan dalam kehidupan bersama sehingga warisan nenek moyang tetap terjaga namun yang negative harus di rubah bahkan dihilangkan sehingga kehidupan bersama masyarakat lebih terjaga.

Penulis adalah mahasiswi Pendidikan PKn, Universitas Pamulang, semester 3. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi salah mata kuliah, yaitu Hukum Adat/Foto: Sumbarprov.go.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of