Digitalisasi Syair Gulung: Upaya ITB Mewariskan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Ketapang

Kearifan Lokal
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Fakultas Seni Rupa dan Desain – ITB,, melalui Kelompok Keilmuan Literasi dan Budaya, melakukan temu penyair dalam rangka merekam dan mendokumentasikan para ahli dalam bersyair syair gulung di Ketapang, Kalimantan Barat.

Nilai-nilai budaya dituturkan dalam lantunan irama syair gulung nan merdu. Nilai-nilai kultural Ketapang, diceritakan berkesinambungan. Setiap irama dan perubahan intonasi disampaikan dalam suara yang indah, wujud dari nilai budaya yang beragam pula. Itulah keindahan syair gulung. 

Walaupun indah, cahaya dari syair gunung, tradisi luhur Ketapang, Kalimantan Barat ini dirasa mulai meredup. Ia tenggelam oleh pesatnya perkembangan teknologi dan berbagai macam budaya pop saat ini. Nilai-nilai luhur yang dituturkan melalui syair itu, mulai luntur.

Baca Juga:

Warung yang Kian Memesona, Investor Kelas Dunia Pun Kepincut

Kekhawatiran akan hilangnya tradisi bersyair di Kalimantan Barat mendorong Kelompok Keilmuan Literasi, Media, dan Budaya FSRD ITB untuk melakukan riset. Riset tahun pertama pada 2021 dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai sejarah, jenis irama, jenis syair.  Riset dilakukan dengan mewawancarai maestro syair gulung Ketapang, Bapak Mahmud Mursalin. 

Dari hasil riset tahun pertama, upaya pelestarian syair gulung sebagai tradisi lisan masih belum dilakukan secara maksimal terutama dalam perkembangan teknologi yang semakin pesat. 

Hasil riset tahun pertama menyimpulkan bahwa, masyarakat kurang memiliki minat terhadap yair gulung. Lantunan syair gulung tidak lagi terdengar sesering dulu, pemuda tidak lagi tertarik dengan syair gulung, berkurangnya pelaku bersyair. 

Hal ini diperparah oleh perkembangan teknologi yang membentuk budaya-budaya baru.  Hal ini sangat disayangkan sebab pelajaran tentang moralitas dalam syair gulung masih relevan hingga saat ini. 

Baca Juga:

Benarkah Perubahan Sosial di Masyarakat Disebabkan Oleh Media Sosial?

Padahal hasil riset pertama ini, telah menghasilkan video animasi dan dokumenter mengenai syair gulung Ketapang. 

Pada tahun kedua, tim riset melakukan digitalisasi syair gulung. Dalam perekaman untuk digitalisasi pada 25 Juni 2022, Ketua riset, Dr. Tri Sulistyaningtyas, M. Hum., mengundang sepuluh orang ahli bersyair syair gulung untuk merekam nada dan irama sebagai data dalam proses digitalisasi. 

Pendigitalisasian ini perlu melibatkan pakar kajian budaya yang bekerja sama dengan ahli syair gulung, pegiat syair gulung, dan berkolaborasi antara akademisi dan praktisi ini agar proses transformasi ke format digital berjalan secara terarah, tepat, tanpa mereduksi substansi nilai-nilai yang terkandung di dalam syair. 

“Salah satu bentuk kampanye pelestarian budaya di Indonesia pada era digital seperti saat ini adalah dengan mendigitalisasi semua bentuk kebudayaan lokal. Tindakan ini dilakukan agar produk kebudayaan yang telah hidup sejak lama bisa bertahan di tengah invasi budaya modern yang semakin hari semakin membiaskan batas di antara keduanya,” ujar Dr. Tri Sulistyaningtyas, M. Hum. dalam sambutan pada kegiatan perekaman syair gulung. 

Baca Juga:

Posyandu Lansia, Budaya Tutur dan Pewarisan Nilai

“Dengan cara ini peluang punahnya kebudayaan yang mencakup sistem gagasan, tindakan, dan artefak fisik bisa diatasi secara preventif,” kata Dr. Tri Sulistyaningtyas, M. Hum. lebih lanjut dalam sambutan pada kegiatan perekaman syair gulung. 

Tim riset Kelompok Keilmuan Literasi, Media, dan Budaya FSRD ITB terdiri atas Yani Suryani, M.Hum., Evi Azizah Vebriyanti, M. Hum., dan Sira Kamila S. Hum., bersama dengan Adi Supriadi, M.M.,  sebagai Tokoh putra daerah Ketapang. 

Perkembangan teknologi yang tidak mungkin dibendung memaksa kita untuk melakukan penyesuaian dalam berbagai aspek sosial, termasuk dalam berkebudayaan. 

Dengan menggunakan media digital dengan budaya lokal seperti syair gulung, generasi muda tidak hanya akan mengaktualisasi diri terhadap kemajuan teknologi, namun juga menjadi kritis dan bijaksana dalam merespons perubahan. 

Selain urgensi pelestarian dan relevansi nilai moral, pendigitalisasian syair gulung juga berkaitan dengan upaya meningkatkan literasi generasi muda yang hidup di zaman digital. 

Baca Juga:

Revitalisasi Bahasa Daerah, Di Mana Posisi Kearifan Lokal?

Hal ini karena syair gulung ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih mudah dikonsumsi dan familiar bagi anak muda. 

Digitalisasi syair gulung menjadi upaya pelestarian tradisi lisan Ketapang. Pesan nilai budaya yang disampaikan melalui isi syair gulung, yakni nasihat, dongeng, kiasan, dan hikayat, dipindahkan ke dalam bentuk digital. 

Transformasi ini  ini dapat mempertahankan nilai-nilai budaya yang bermanfaat untuk menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan. 

Dengan mengikuti perkembangan teknologi, digitalisasi syair gulung dilakukan dengan menggunakan aplikasi Praat untuk mengetahui jenis-jenis irama dalam syair gulung yang berbeda-beda sebab setiap irama dalam syair gulung memperlihatkan makna yang berbeda. 

Bekerja sama dengan Kelompok Keilmuan Fisika Bangunan ITB, digitalisasi jenis irama membuka peluang untuk memperkenalkan syair gulung kepada masyarakat luas. 

Baca Juga:

Orang Muda, Revitalisasi Nilai Adat dan Tantangan Era 4.0

Perekaman irama syair gulung memudahkan pemuda yang ingin mempelajari syair gulung. Pendistribusian format digital syair gulung juga menjadi bagian krusial mengingat hasil akhir yang diharapkan dari program ini adalah pelestarian budaya lokal. 

Dalam bentuk barunya, syair gulung dalam bentuk digital ini harapannya dapat menjangkau semua lapisan masyarakat Ketapang, berkat kemajuan era internet yang kian pesat saat itu.

Selain itu, sudah saatnya dipikirkan secara serius agar syair gulung bisa masuk dalam kurikulum pendidikan bisa mengakselerasi persebarannya di kalangan intelektual muda. 

Tentu saja ini menjadi domain pemerintah, sebagai dukungan serta implementasi komitmen pelestarian budaya lokal Indonesia. 

Baca Juga:

Mewariskan Budaya Lamaholot Lewat Pendidikan*

Inovasi yang dilakukan dalam upaya mempertahankan tradisi lisan mencegah terjadinya kepunahan budaya. Kearifan lokal, nilai luhur, kebijakan, dan pesan untuk menjadi pedoman kehidupan masyarakat akan terus hidup dalam bentuk digital. 

Dengan digitalisasi, upaya pelestarian syair gulung tidak lagi sebatas dilakukan secara turun-temurun, namun dilakukan secara masif dan dalam lingkup yang luas. 

Dalam kesempatan  Program Riset Budaya Syair Gulung tahun kedua ini Adi Supriadi, MM, tokoh dan putra daerah Ketapang mengharapkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Ketapang, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjadikan syair gulung masuk dalam kurikulum pendidikan di Ketapang 

“Kita berharap, materi kengkarangan dan bersyair dengan syair gulung dapat dijadikan materi muatan lokal di semua sekolah di Ketapang. Karena konten dari syair gulung sangat bisa dijadikan landasan pendidikan karakter generasi berikutnya di Ketapang” kata Adi Supriadi menutup keterangannya kepada media.

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of