Mengenal Pernikahan Adat Suku Toraja

Kearifan Lokal
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat dari tingkah laku masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum yang ditaati secara tidak tertulis.

Supomo dan Hazairin mengambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman.

Begitu juga kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat.

Baca Juga:

Orang Tua Harus Sadar, Hamil Duluan Tidak Harus Dinikahkan

Salah satunya suku Toraja. Suku Toraja adalah sebuah suku yang menetap di penggunungan bagian utara Sulawesi Selatan.

Populasinya diperkirakan 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Mamasa.

Kebudayaan adat Suku Toraja memiliki daya tarik tersendiri. Orang luar mungkin mengenal masyarakat suku Toraja dengan budaya mistis dan keindahan alamnya yang memanjakan mata.

Budaya yang paling terkenal tentu saja adalah upacara pemakaman adat para bangsawan yang sangat meriah dan bisa berlangsung berhari-hari dengan biaya hingga milyaran.

Berbeda dengan suku Bugis yang sama-sama berada dalam Provinsi Sulawesi Selatan, selain upacara pemakamannya, Orang Toraja juga terkenal dengan dari pada pernikahannya.

Baca Juga:

Sanksi Adat Kesepekang Masyarakat Bali

Pernikahan bagi orang Suku Toraja harus dengan restu kedua pasangan orang tua, jika itu di langgar maka pria dan wanita yang menikah tersebut akan diasingkan atau tidak diakui sebagai anak.

Pada jaman dahulu pernikahan tentu belum seperti sekarang, pria dan wanita belum bebas berinteraksi dan orang tua serta keluarga besar memegang kendali dalam proses perjodohan tersebut.

Perjodohan pernikahan diawali dengan sebuah hantaran sirih dari keluarga pria ke keluarga calon mempelai wanita. Ini sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah ada jalan untuk meneruskan ke jenjang berikutnya atau tidak.

Keluarga pria akan mengutus orang yang sangat dipercayanya untuk membawa sirih kerumah calon mempelai wanita. Bila diterima dengan baik maka pihak keluarga pria bisa melanjutkan dengan acara lamaran.

Pelamaran

Pada acara pelamaran disebutkan syarat yaitu tentang ganti rugi yang nilainya akan disebutkan pada acara resmi pernikahan. Pembayaran tersebut bisa berupa dinilai dengan kerbau.

Baca Juga:

Implementasi Hukum Adat di Beberapa Daerah di Indonesia

Dalam adat pernikahan Orang Suku Toraja tidak disebutkan tentang mas kawin, kecuali orang tua mempelai wanita tidak menyetujui pernikahan tersebut. Si pria harus membayar mas kawin yang terdiri dari :

  1. Untuk wanita golongan Puang 1-13 ekor kerbau.
  2. Wanita golongan Tumakaka 1-3 ekor kerbau.
  3. Dan untuk wanita golongan Hamba 1 ekor sapi.

Upacara pernikahan orang suku Toraja sangat sederhan, keseluruhan upacara pernikahan hanya berlangsung beberapa hari saja.

Adat upacara pernikahan Suku Toraja terdiri dari tiga tingkatan, meskipun itu tidak mengikat semua tergantung pada kemampuan dan keinginan kedua belah mempelai.

Upacara adat Rompo Bobo Bonang

Upacara ini adalah upacara pernikahan paling sederhana dan dapat dilakukan dalam tempo waktu 1(satu) hari saja. Dalam upacara ini rombongan mempelai pria akan datang ke tempat kediaman wanita pada hari yang telah ditentukan.

Mereka akan diberhentikan oleh utusan keluarga mempelai wanita. Utusan ini akan menanyakan apakah maksud dan tujuan datang ketempat itu. Apakah mereka singgah dengan tujuan meneduh karena kehujanan atau ada maksud lain.

Baca Juga:

Hukum Adat: Cara Suku Baduy Merawat Harmoni

Pertanyaan ini akan langsung dijawab oleh utusan mempelai pria bahwa mereka datang bertujuan untuk melamar sesuai dengan adat istiadat nenek moyang.

Setelah itu utusan pengantin wanita akan kembali ke rumah dan memberitahukan kepada ayah pengantin wanita. Ayah pengantin wanita akan menjemput keluarga pengantin pria dan mengundang mereka untuk bergabung dalam makan malam.

Setelah makan malam selesai, seluruh keluarga mempelai pria pulang dengan meninggalkan mempelai pria di tempat itu. Dengan begitu pengantin pria telah resmi menjadi suami pengantin wanita.

Dengan demikian, upacara pernikahan adat Rompo Bobo Bonang selesai.

Upacara adat Rompo Karo Eng

Upacara adat ini mempunyai proses sedikit lebih panjang apabila dibandingkan dengan upacara adat sebelumnya pada saat lamaran. Utusan dari keluarga pria akan membawakan sirih sebagai tanda lamaran.

Baca Juga:

Masyarakat Hukum Adat Suku Sasak Di Pulau Lombok

Apabila lamaran diterima oleh keluarga mempelai wanita maka keluarga mempelai wanita akan menentukan waktu kapan akan diadakan pernikahan antara mempelai pria dan wanita.

Pada hari yang ditentukan datanglah keluarga mempelai pria ketempat mempelai wanita. Disinilah kita akan melihat keunikannya dari upacara adat ini karena semua keluarga mempelai pria yang datang adalah laki-laki.

Proses selanjutnya sama seperti adat Rompo Bobo Bonang perbedaannya adalah keluarga mempelai wanita akan mempersilakan keluarga mempelai pria untuk menunggu di lumbung sampai saat jamuan makan malam sudah siap.

Upacara adat Rompo Allo

Upacara ini biasanya diselenggarakan oleh kaum bangsawan karena upacara adat ini menggunakan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup panjang.

Upacara ini dimulai pada saat utusan mempelai pria melakukan penyelidikan kepada keluarga calon mempelai wanita.

Baca Juga:

Mahar Gading Gajah lambang “Harga Diri” Perempuan Lamaholot?

Penyelidikan dilakukan untuk memastikan apakah calon mempelai masih berstatus lajang dan tidak sedang dilamar oleh orang lain serta untuk memastikan apakah keluarga calon mempelai wanita mau menerima lamaran atau tidak.

Penyelidikan ini bernama Palingka Kada. Apabila penyelidikan itu berhasil dan pihak mempelai wanita mau menerima lamarannya maka selanjutnya akan dilakukan Umbaa Pangan atau lamaran yang sebenarnya.

Lamaran ini dilakukan oleh keluarga mempelai pria dengan menggunakan pakaian adat dan membawa sirih yang akan diserahkan kepada keluarga mempelai wanita.

Pada hari yang disepakati para rombongan keluarga mempelai pria yang disebut sebagai Topasulan akan datang pada malam hari.

Pada saat mereka tiba dirumah mempelai wanita mereka akan disuruh menunggu di lumbung atau daerah yang terbuka karena keluarga mempelai wanita akan menyuguhi dengan sirih pinang.

Baca Juga:

Mitos dan Gunung

Setelah semuanya siap keluarga dari mempelai pria akan diajak jamuan makan malam oleh keluarga mempelai wanita.

Pada saat inilah calon mempelai wanita akan diperkenalkan kepada seluru keluarga mempelai pria dan acara ditutup dengan jamuan makan malam yang menandakan bahwa mereka sah menjadi pasangan suami istri.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan PPKn Universitas Pamulang – Tangerang  – Tulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Adat”. Foto dari fotosulawesi.blogspot.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of