Eposdigi.com – Diskusi di ruang virtual yang digagas oleh group aplikasi pesan WhatsApp “EPU ORIN”, selalu menarik. Terutama malam ini. Menjadi luar biasa karena yang menjadi narasumber adalah ketua organisasi mahasiswa asal Adonara di beberapa kota pusat pendidikan di Indonesia.
Tema diskusi malam ini terasa sedikit berat. Revitalisasi dan Internalisasi Nilai Adat Budaya Lamaholot di Era 4.
Ketua Epu Oring, Karolus Kopong Medan, dalam sapaan awalnya menyampaikan bahwa Epu Oring adalah wadah untuk menyatukan berbagai pemikiran untuk Lewotanah Adonara. Termasuk partisipasi dari orang muda Adonara yang diwakili oleh mahasiswa.
Dilibatkannya anak muda dalam diskusi virtual kali ini berangkat dari kenyataan bahwa budaya Adonara diwariskan melalui budaya tutur. Maka para anak muda Adonara sebagai generasi dimana nilai-nilai ini akan diwariskan, harus dilibatkan.
Saverianus Ama Kolot dari Angkatan Muda Adonara (AMA) Jakarta yang menjadi narasumber pertama mengungkapkan bahwa seperti ada jarak antara para orang tua dengan anak muda, terutama dengan orang muda di luar Adonara. Kenyataan ini menjadikan nilai-nilai adat Adonara tidak terinternalisasi dengan baik ke generasi selanjutnya.
Baca Juga: Menuju Adonara Baru (Penutup tiga tulisan)
Sementara itu, Takdir Pira Bunga dari GEMA (Generasi Muda Adonara) Surabaya menyampaikan bahwa warisan leluhur Adonara harus menjadi kebanggaan. Warisan nilai ini yang menjadi filter untuk menyaring semua budaya negatif dari luar.
Budaya luar sebagai konsekuensi dari Era 4.0 rupanya sedikit banyak menggerus nilai warisan leluhur akan penghormatan pada perempuan. Pendapat ini diamini oleh Irenius Hendra Lewoapo dari PANUSA Malang. Degradasi moral menjadi sangat nyata saat ini.
Padahal, dari Makassar, Ketua FKPPM-BTT Fitria Kaneka yang senada dengan Natalia Ina Barek Langowuyo dari KMAY – Yogyakarta mengungkapkan bahwa leluhur Adonara mewarisi bahwa perempuan Adonara adalah Ibu yang melahirkan peradaban. Adonara dan dunia tidak dapat terbayangkan tanpa figur perempuan.
Demikian pula oleh Katarina Kewa Sabon Lamabelawa Ketua AMA Kupang. Ia mengungkapkan bahwa penghormatan kepada perempuan tidak boleh ditawar. Apalagi dalam alam pemikiran budaya Adonara.
“Budaya patriarki tidak salah, yang salah adalah mindset. Pola pikir kitalah yang menjadikan perempuan seolah menjadi masyarakat kelas dua” kata Katarina Kewa Sabon Lamabelawa.
Tidak hanya dari Makassar, Surabaya, Malang dan Yogyakarta. Ketua organisasi mahasiswa Adonara di Bali, Bandung, dan Surakarta turut menjadi narasumber dalam diskusi lewat zoom meeting yang dimoderatori oleh Raymundus Penana Nuba di Kupang – NTT.
Sementara itu Jalaludin Bethan yang menjadi narasumber pendamping dalam pemaparannya mengungkapkan bahwa nilai-nilai luhur budaya Adonara yang diwariskan dari generasi ke generasi lewat budaya tutur.
“Memang benar budaya kita adalah budaya tutur. Tidak diwariskan melalui tulisan atau tidak didokumentasikan. Tapi kearifan lokal kita ini harus bisa dijadikan sebagai filter untuk menyaring berbagai pengaruh negatif dari budaya luar” ungkap Wakil Rektor II Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang yang juga Wakil Ketua MUI NTT ini.
Demikian pula Pater Yohanes Mudamakin dari Karibia – USA yang turut menjadi pemateri pendamping dalam diskusi malam ini. Proses internalisasi dan revitalisasi nilai-nilai budaya harus terus menjadi jalan hidup setiap Ata Diken Adonara dimanapun ia berada.
Baca Juga: Agama Koda : Pilar Utama Pembentuk Jatidiri Anak Adonara (Penutup)
“Tite Ata Diken Adonara percaya bahwa koda kirin ina ama genan harus tao weli oneket, dan menjadi sumber kekuatan kita di manapun kita berada. Koda kirin yang tite pehen memanggil tite wahan kae untuk gelekat lewotanah dengan cara atau talenta yang kita miliki. Dari manapun kita berada” kata Pater Anis.
Diskusi semakin menarik dengan berbagai masukkan dari peserta-peserta yang lain. Frans Padak Demon berpendapat bahwa Adonara harus bisa dimunculkan sebagai identitas yang khas. Identitas yang membedakannya dari budaya yang lain di NTT.
Dari Papua, Gusty Masan Raya mengusulkan bahwa Epu Oring sudah saatnya menjadi media untuk menampung berbagai ide dari masyarakat Adonara diaspora yang bertebaran di seluruh pelosok Indonesia dan di berbagai belahan dunia.
“Masyarakat Adonara harus bisa didata” kata Gusty, ” berdasarkan berbagai profesi sebagai modal untuk alih generasi ke generasi selanjutnya”.
“Adonara memiliki banyak orang hebat. Akademisi, polisi, PNS, politisi. Kita harus menyiapkan generasi muda kita untuk menggantikan generasi sebelumnya pada profesi-profesi itu”, lanjut Gusti.
Baca Juga: Perang Tanding, Kriminalitas dan Perdamaian di Adonara
Karolus Kopong Medan dalam sambutan diakhir diskusi menjanjikan untuk turut terus melibatkan generasi muda Adonara dalam berbagai kesempatan diskusi yang di selenggarakan oleh Epu Orin di masa mendatang
Sama seperti diskusi-diskusi virtual Epu Orin sebelumnya, peserta diskusi juga dihibur oleh komunitas OI Adonara. Diskusi virtual yang diikuti 80-an peserta ini baru berakhir menjelang tengah malam waktu Indonesia bagian barat.
Diskusi-diskusi virtual Epu Orin sebelumnya, termasuk diskusi malam ini, juga bisa diikuti melalui chanel youtube Epu Orin – Ata Adonara.
[…] Baca Juga: Orang Muda, Revitalisasi Nilai Adat dan Tantangan Era 4.0 […]
[…] Baca Juga :Orang Muda, Revitalisasi Nilai Adat dan Tantangan Era 4.0 […]
[…] Baca Juga: Orang Muda, Revitalisasi Nilai Adat dan Tantangan Era 4.0 […]
[…] Baca Juga: Orang Muda, Revitalisasi Nilai Adat dan Tantangan Era 4.0 […]