“..berapa banyak produk lokal di toko-toko kelontong ini…”
Eposdigi.com – Pandemi Covid-19 dengan berbagai aturan pembatasan memberi konsekuensi yang tidak sederhana pada perekonomian di Indoensia. Terutama bisnis ritel besar.
Giant misalnya, setelah hampir 20 tahun berada dalam pasar ritel di Indonesia, akhirnya undur diri dari sejak Agustus 2021.
Tidak hanya Giant, Matahari pun mulai menutup banyak gerainya. Cnbcindonesia.com (26.05.2021) menulis bahwa selama 15 bulan pandemi Covid-19, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan bahwa sudah ada ratusan ritel tutup.
Ketika ritel besar bertumbangan, warung kelontong justru menjadi kekuatan baru yang dilirik oleh investor kakap kelas dunia.
Baca Juga: Jalan Keluar UMKM di tengah Pandemi Covid-19: Branding di Media Sosial
Warung yang mendapat sentuhan teknologi berubah rupa menjadi kekuatan ekonomi yang menopang kuat perekonomian Indonesia.
Katadata.co.id (4.10.2021) melansir data; 64,2 juta unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pada tahun 2018, menyumbang 9,1 kuadrilliun rupiah bagi PDB Indonesia.
Digitalisasi warung ternyata mendapat perhatian besar dari investor-investor kelas kakap dunia. Bahkan orang terkaya dunia Jeff Bezos pendiri Amazon, lewat Bezos Expeditions turut meyuntikkan dananya ke salah satu startup yaitu Ula.
Dalam 20 bulan kehadirannya di Indonesia, Ula yang menyediakan lebih dari 6000 produk, dengan teknologi digital, menyediakan pengadaan dan sistem oprasional warung yang lebih efisien, sekaligus menyediakan akses kredit bagi UMKM, kini telah menggaet lebih dari 70 ribu warung
Startup lainnya seperti BukuWarung, turut ditopang antara lain oleh investor besar Michael Sampoerna, Grab dan Gojek, Modalku, Airbnb serta banyak investor kakap lainnya.
Baca Juga: Resesi Ekonomi Harusnya Tidak Jadi Masalah Jika..
Sejak berdiri tahun 2019 lalu, BukuWarung telah menggaet 3,5 juta pedagang yang tersebar di 750 kota besar dan kota-kota kecil di Indonesia.
Kemudian GudangAda. Startup ini bahkan membukukan Gross Merchandise Value (GMV) bulanan sebesar Rp8,7 triliun sepanjang tahun lalu. GMV merupakan nilai pembelian melalui situs atau aplikasi selama periode tertentu.
GudangAda ditopang oleh banyak investor termasuk Sequoia Capital India, Falcon Edge dari Amerika Serikat. Falcon Edge diketahui juga adalah salah satu investor warung kopi “Kopi Kenangan”. Kemudian ada Wavemaker Partners juga dari Amerika Serikat.
Kemudian ada startup lokal dibidang warung makan seperti Wahyoo. Wahyoo kini telah menggaet lebih dari 13.500 restoran di Jabodetabek, dan 350 waralaba ayam goreng. Tidak hanya mendidigtalisasi Warteg, Wahyoo juga turut membantu warung ayam bakar, nasi uduk, bakso, dan lainnya.
Selain banyak investor lokal lain, salah satu investor Wahyoo adalah Putra Sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming (Antaranews.com,10/11/2019).
Baca Juga: Industri apa sajakah yang paling terdampak Corona?
Selain startup ini, para pemain lama seperti Bukalapak dan Tokopedia juga mendigitalisasi warung. Per Agustus 2021 misalnya, Bukalapak menggaet 8 juta mitra. Pun Tokopedia yang kini memiliki jutaan mitra di 500 kota di Indonesia.
Apa yang membuat warung begitu diminati?
Teknologi informasi yang berkembang melesat sedemikian cepat merubah gaya dan pola hidup banyak orang. Dari sebelumnya berbelanja secara konvensional menjadi berbelanja melalui berbagai aplikasi teknologi informasi, termasuk kini berbelanja di warung-warung kelontong.
Selain karena jumlah pengguna internet yang besar, di mana di Asia, Indonesia menempati nomor urut ke 3, dibelakang China dan India, sebesar 212,35 juta jiwa per Maret 2021, warung kelontong memiliki banyak keunggulan lain.
Baca Juga: COVID-19 dan Jalan Menuju Kedaulatan Pangan di Desa
Warung kelontong tidak membutuhkan investasi besar karena tempat usahanya sudah tersedia di rumah-rumah atau kios-kios milik warga. Investor tidak lagi menyeluarkan uang untuk membangun gedung, menyewa tenaga kerja untuk menjalankan usahanya.
Artinya margin keuntungan tidak lagi berkurang untuk biaya gedung dan tenaga kerja. Lagi pula lokasi warung yang berada dekat dengan rumah-rumah penduduk sehingga konsumen mereka lebih dekat terjangkau dengan keberadaan warung-warung ini.
Pada saat yang sama ada penelitian di tiga negara yaitu, Indonesia, India dan Thailand oleh Euromonitor International pada 2018 (katadata.co,id, 20/11/2021) menyebutkan bahwa 92 % masyarakat di ketiga negara tersebut berbelanja di toko kelontong dekat rumah.
Digitalisasi warung kelontong ini tentu merupakan kabar baik bagi perekonomian Nasional; namun dalam skala lokal di daerah masing-masing, harus ada perhatian yang serius, agar kehadiran teknologi digital di warung-warung ini mendorong masyarakat menjadi semakin produktif, bukan malah makin konsumtif.
Baca Juga: Ayo Beli Jualan Teman!
Produktifitas masyarakat ini bisa ditelusuri dari berapa banyak produk lokal yang mengisi rak-rak penjual di toko-toko kelontong ini.
Semakin banyak barang produksi lokal yang dijual di warung-warung menandakan bahwa proses digitalisasi warung ini memiliki manfaat langsung kepada masyarakat lokal. Bukan semata-mata hanya menguntungkan para investor asing yang skala perusahaannya telah menyentuh nilai kuadrilliun.
Foto : Warteg mitra Wahyoo / idntimes.com
Leave a Reply