Eposdigi.com – Pilihan itu tidak mudah. Orang-orang yang berada di luar arena konflik, tak memiliki kepentingan langsung dengan konstelasi politik dalam suatu konflik dipaksa untuk menentukan sikap.
Pragmatisme penerapan doktrin “ius bello” (just war) “You are either with us, or against us!” tak terhindarkan. Kau berpihak kepada kami atau kau adalah musuh kami.
Tak ada opsi menjadi orang netral. Semua mereka yang pernah bekerja di daerah konflik menghadapi dilema sulit ini.
Dalam kotneks dan kondisi tertentu, dan hanya untuk konteks dan kondisi seperti itu saja, bersikap netral, manahan diri dan tidak menentukan keberpihakan – tidak lagi dianggap sebagai sikap yang tepat dan bebas risiko.
Perang Historis Adonara : Future without War, but Warriorship
Banyak orang di luar wilayah konflik ikut terseret ke dalam keharusan menentukan keberpihakan itu. Demikian yang terjadi dalam konflik Rusia vs Ukraina. “Korban” pertama adalah Valery Gergiev, konduktor orkestra terkenal asal Rusia yang berkarya di luar Rusia.
Ia diberi utimatum oleh pemerintah negeri di mana ia berdomisili dan berkarya, untuk menyatakan sikap dengan jelas dan tegas, bahkan sikap itu bila perlu harus dinyatakan secara tertulis: apakah ia setuju, atau sebaliknya mengutuk, invasi Rusia ke Ukraina.
Nasib yang kurang lebih sama dialami pianis kondang asal Rusia, Denis Matsuev. Sesuai rencana ia akan tampil dalam beberapa konser internasional antara lain di Vienna Philharmonic Concert dan Carnegie Hall New York.
Baca Juga: Terinspirasi Melalui Pengajaran Guru di Sekolah, Greta Thunberg Menjadi Pejuang Belia Lingkungan
Bukan saja pemerintah negeri-negeri yang menentang invasi Rusia ke Ukraina. Publik di Eropa pun meluncurkan tagar di jagad twiter dengan teks “boikotGergiev” atau “hentikanGergiev”.
Publik memberi tekanan hebat agar dibatalkan semua rencana pentas yang menampilkan Valery Gergiev maupun pianis Denis Matsuev dalam konser-konser internasional yang antara lain akan diselenggaakan di Wiena (Austria) dan New York (AS).
Walikota München, Dieter Reiter (SPD), bahkan memberi ultimatum keras kepada Valery Gergiev: “Saya menjelaskan posisi saya kepada Valery Gergiev dan memintanya untuk juga secara jelas dan tegas menjauhkan diri dari perang agresi brutal yang diluncurkan Putin terhadap Ukraina dan sekarang terutama terhadap sister city München yaitu kota Kiev. Jika dalam waktu empat hari ke depan Gergiev tidak menentukan sikap maka Gergiev tidak bisa lagi menjadi konduktor utama (di) gedung Philharmoni kami”.
Hal yang sama terjadi di Italia. Tekanan dilakukan oleh Beppe Sala, walikota Milan. Walikota Milan berkoordinasi dengan direktur La Scala, Dominique Meyer, untuk menekan Gergiev:
Baca Juga: Toxic Masculinity, Bias Gender dan Konstruksi Sosial Masayarakat Patriarkis
“Kami meminta Maestro Rusia itu untuk mengambil posisi yang jelas terhadap invasi Rusia. Jika dia tidak melakukan itu, kami akan terpaksa menghentikan kerja sama ini.”
Gergiev lalu diminta membuat pernyataan tertulis yang dianggap dapat bernilai dalam “mendukung penyelesaian konflik secara damai.”
Sehari setelah Rusia melancarkan serangan ke Ukraina seorang musisi kelas atas Rusia jadi korban di negerinya sendiri.
Sesuai jadwal program kebudayaan kota Nizhny Novgorod, Ivan Velikanov pada tangal 25 Februari mementaskan “The Marriage of Figaro” karya Mozart di Gedung opera kota itu.
Perdamaian Tanpa Merusak: Tidak Ada Bela Israel Atau Bela Hamas!
Sebelum acara pentas dimulai Ivan Velikanov naik ke mimbar dirigen dan memberi kata sambutan menyerukan perdamaian Setelah kata sambutan perdamaian, ia lalu melanjutkan pertunjukann dengan memimpin pentas nomor dinamis “Ode to Joy” karya Beethoven.
Apa yang terjadi sesudah itu? Karena kata sambutannya yang menyerukan perdamaian – dan seruan semacam itu, pada waktu itu, dianggap melawan kehendak rejim – maka ia dilarang tampil untuk semua rencana pentas yang sudah diagendakan di kota itu.
Padahal Ivan Velikanov adalah seorang bintang dalam khasana musik Rusia yang digadang-gadang bakal menjadi “the new Teodor Currentzis” (konduktor musik terkenal asal Yunani).
Di dunia olah raga pubik dan pemerintah Inggris menekan Roman Abramovich, pemilik klub sepak bola papan atas liga Inggris, Chelsea.
Abramovich harus menentukan sikap mendukung atau menentang invasi Rusia ke Ukraina. Kita tahu, apa yang sudah dilakukan Roman Abramovich atas klub sepak bola Inggris itu sebagai penentuan sikap.
Baca Juga: Earth Day Celebration “Restoring Our Earth”
Tekanan di luar negeri juga ditujukan kepada semua pihak yang berkolaborasi dengan, dan/atau menjadi bagian dari, kepentingan Rusia di luar negeri.
Generalbundesanwalt (Jaksa Agung Jerman), misalnya, bahkan mengajukan gugatan terhadap mantan kanselir Jerman, Gerhard Schröder, atas pelanggaran HAM yang dilakukan Rusia di Ukraina.
Schröder ditekan dari semua sisi, termasuk dari kalangan partainya sendiri untuk memutuskan semua bentuk kerja sama dengan, dan memberi perlindungan atas kepentingan, Rusia di Jerman. Semua privilege Schröder sebagai mantan kanselir terancam dicabut.
Apa dasar semua tekanan ini? Beratkah keputusan yang harus diambil para musisi Rusia atau pemilik sepak bola asal Rusia itu dalam menentukan keberpihakan? Berapa harga yang “harus“ mereka bayar untuk sikap mereka?
Rekam jejak Gergiev pun dilacak: ia adalah pendukung vokal Vladimir Putin, antara lain, dalam konflik Georgia tahun 2008, dan pada tahun 2014 ikut menandatangani surat terbuka menyetujui pencaplokan Crimea oleh Rusia .
Lebih dari itu. Gergiev, seperti juga banyak seniman Rusia lain, adalah eksponen kebijakan kebudayaan Rusia. Mereka adalah aset negara dan karena itu mendapat berbagai privilege dari pemerintah termasuk tunjangan dan jaminan sosial-ekonomi berlimpah.
Baca Juga: Menguji Agama Koda Dengan Alienasi Feuerbach
Gergiev duduk dalam Dewan Kebudayaan dan Seni di Kremlin. Apapun keputusan dan sikap yang diambilnya akan menimbulkan konsekuensi serius yang tidak menyenangkan bagi karier dan kenyamanan hidupnya.
Gergiev mendapat dana tak terbatas dari Putin untuk membiayai dua cabang gedung opera miliknya, masing-masing Teater Mariinsky di Saint Petersburg yang dibangun di Vladikavkaz dan di Vladivostok. Ia mendapat dana penyelenggaraan beberapa festival musik di negara itu, dan dana secara teratur untuk mendukung paduan suara dan paduan suara anak-anak serta mempromosikan musisi muda.
Dalam kacamata pengamat di Barat, Gergiev sedang berdagang dan mendapat uang dari kesetiaan politiknya kepada Putin.
Diplomasi Seperti Apa Yang Paling Pas Untuk Mengatasi Masalah Global?
Tetapi bagi Gergiev, situasi ini lebih dari sekadar masalah social and fincancial benefits. Gergiev dan musisi Rusia yang lain harus melakukan kalkulasi yang tidak mudah.
Memutuskan untuk menolak invasi Rusia artinya harus bersedia kehilangan semua privilege yang pernah dinikmati dari rejim yang berkuasa di Rusia. Lebih dari itu mereka hanya bisa berkarir di luar Rusia dengan ancaman kehilangan nyawa setiap saat karena dianggap berkhianat kepada tanah air.
Keberanian mantan Wakil Perdana Menteri Rusia (2012 hingga 2018) Arkady Dvorkovich yang melakukan kritik atas invasi Rusia ke Ukraina dan menyerukan perdamaian adalah satu di antara banyak contoh suara keberpihakan lain yang sangat jelas tetapi tak terdengar di luar Rusia.
Berbeda sikap dengan rejim dianggap berkhianat (walau Arkady Dvorkovich kemudan dikutip memoderasi bahasanya dengan gaya kompromistis memuja-muji keberanian tentara Rusia dan menyesali sanksi Barat atas Rusia yang dianggapnya sudah melampaui batas). Keberpihakan Arkady Dvorkovich tidak lagi jelas.
Bagaimana sejatinya hakekat keberpihakan yang jelas itu?
Narasi Klasik (Islam) tentang Nabi Ibrahim, raja Namrud dan dialog antara seekor burung gagak dengan semut yang sedang menggotong setetes air amat menarik dijadikan sebagai pintu masuk menganalisis konsep just war dan keberihakan dalam suatu konflik.
Baca Juga: Hari Ini eranya Robot, Bung!
Demikian dikisahkan, seekor burung gagak memergoki seekor semut yang sedang mambawa air, tentu saja cuma setetes sesuai kemampuannya.
Gagak: “Apa yang kamu pikul dalam bejana itu sampai kau nampak begitu kacapean?”
Semut: “Aku membawa bejana berisi air.”
Gagak: “ya, tapi air untuk apa?”
Semut: “Wah … kamu ini …. Kamu tidak dengar kabar ya, bahwa raja Namrud membakar Nabi Ibrahim? Aku mau ke sana, … aku ingin membantu memadamkan api raja Namrud yang membakar Nabi Ibrahim.”
Gagak: “Ha ha ha …..Apakah kamu merasa yakin bisa memadamkan api besar raja Namrud hanya dengan setetes air itu?”
Semut: “Aku tahu setetes air yang aku bawa ini memang tidak akan bisa memadamkan api besar raja Namrud, tetapi dengan ini aku bisa memastikan di pihak manakah aku berada.” (dari berbagai sumber).
Konflik Rusia vs Ukraina adalah konflik kemanusiaan. Setiap konflik kemanusiaan, di mana pun di belahan bumi ini, menghadapkan kita semua pada pilihan keberpihakan. Anda berpihak ke mana? Berapa harga yang harus anda lepas karena konsekuensi pilihan sikap berpihak itu? Yogyakarta, 27 Maret 2022.
Foto : Laman Facebook Penuli
Leave a Reply