Eposdigi.com – Kita sepertinya hanya familiar dengan ACE Hardware sebagai salah satu perusahaan skala dunia yang beroperasi di Indonesia dari banyak perusahaan besar yang berbasis koperasi.
Benar bahwa perusahaan perusahaan peralatan rumah tangga asal Amerika ini merupakan koperasi produsen. Anggotanya adalah para produsen berbagai peralatan rumah tangga termasuk jaringan penjualannya.
Tidak hanya menyediakan peralatan, ACE Hardware juga menyediakan jasa terkaitan produk yang mereka jual. Diantaranya adalah jasa perbaikan, juga layanan pengiriman barang yang mereka jual.
Baca Juga:
Namun tidak hanya ACE Hardware. Nama beken lainnya seperti Sunkist – Amerika,, Klub Sepakbola Barcelona – Spanyol , dan Rabobank – Belanda, bahkan kini mereka telah bertahan dan melewati ulang tahun ke 100, menandakan bahwa koperasi bisa menjadi kekuatan ekonomi besar yang berhasil melewati berbagai krisis besar dunia.
Tidak hanya keempat yang kita sebutkan, masih banyak koperasi besar lain yang memiliki reputasi sebagai perusahaan besar kelas dunia.
Di Indonesia, kita memiliki semangat gotong royong yang kuat. Karena itu kehadiran koperasi seharusnya menjadi pilar ekonomi yang menopang kesejahteraan masyarakat.
Sebagai sebuah sistem, Koperasi modern di Indonesia juga memiliki sejarah lebih dari 100 tahun. Ketika Raden Aria Wira Atmaja mencari solusi untuk membantu para pamong praja yang terlilit hutang rentenir dengan mendirikan sebuah bank yang menjadi cikal bakal kopersi.
Baca Juga:
Raden Aria Wira Atmaja rupanya mencontoh sistem yang sama dari Jerman yang memberikan kredit modal kepada para anggotanya. Bank Pertolongan Tabungan kemudian berkembang menyentuh hingga ke para petani.
Budi Utomo tahun 1908 juga Sarekat Islam tahun 1927 kemudian memakai semangat koperasi untuk membantu para pengusaha pribumi guna membantu ekonomi masyarakat banyak.
Setelah kemerdekaan, tonggak sejarah pergerakan koperasi memasuki babak baru, ditandai dengan Kongres Koperasi pertama di Tasikmalaya pada 12 Juli 1947. Pada tanggal ini, sekaligus terbentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI). Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Hari ini, belajar bahwa sejarah koperasi membentang sedemikian panjang jika dibandingkan dengan BUMdes. Walaupun demikian keduanya harus benar-benar mencapai sinergi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hingga ke pelosok-pelosok desa.
Baca Juga:
Pada tulisan sebelumnya, kehadiran BUMDes sebagai sebuah inisiatif pemerintah pusat rupanya belum banyak berhasil menggerakan ekonomi di desa. Jika kita mau menguji pernyataan ini, kita bisa melihat di sekeliling kita, berapa banyak BUMdes yang benar-benar hadir sebagai penggerak ekonomi di desa.
Banyak BUMDes memiliki kisa suksesnya sendiri. Namun lebih banyak BUMDes yang dibentuk kemudian ditinggalkan begitu saja, entah oleh pengurusnya, termasuk pemerintah desa hingga pemerintah daerah. Banyak BUMDes mati suri.
Kini pemerintah pusat kembali lagi menyapa desa-desa melalui Koperasi Merah Putih. Idealnya kehadiran Koperasi Merah Putih menurut saya adalah untuk menutupi salah satu potensi kelemahan BUMDes.
Jangan sampai BUMDes menjadi alat politik kepala desa dan segerombolan orang dekatnya untuk menguasai potensi ekonomi di desa. Karena itu koperasi menjadi tameng agar kekuasaan ekonomi tidak bertumpuk di tangan pemerintah desa.
Baca Juga:
Koperasi hadir agar kesejahteraan di desa dapat terdistribusi secara adil kepada segenap warga masyarakat desa, minimal kepada seluruh anggota koperasi.
Karena itu Koperasi Merah Putih (KMP) juga harus menjadi bagian dari mesin penggerak ekonomi di desa. KMP harus mampu mengidentifikasi, menggali, mengolah semua potensi ekonomi di desa demi kesejahteraan masyarakat banyak; entah anggota maupun bukan anggota KMP.
Namun KMP juga memiliki tantangannya sendiri. Koperasi seharusnya hadir berawal dari kebutuhan para anggotanya. Masing-masing anggota yang menyadari berbagai kelemahan mereka berinisiatif untuk bergabung dalam wadah yang sama untuk mencari jalan keluar dari masalah mereka.
Baca Juga:
Koperasi seharusnya hadir karena masing-masing anggota membutuhkan lebih banyak orang untuk saling menopang satu sama lain. Ikatan emosional inilah yang menjadi pilar bagi anggota untuk mengerahkan segala upaya mereka membangun koperasi yang adalah milik mereka bersama.
Keanggotaan koperasi yang bersifat sukarela seharusnya bukan semata-mata tanpa paksaan untuk bergabung menjadi anggota. Sukarela lebih pada bagaimana para anggota menemukan bahwa dengan membentuk koperasi mereka dapat lebih mudah menjawab tantangan yang saat ini merak alami.
Sukarela adalah inisiatif. Sukarela adalah kesadaran akan tanggung jawab, bahwa dengan memberi kontribusi secara aktif sebagai anggota mulai dari inisiatif untuk membentuk, menjalankan hingga mempertahankan keberlangsungan usaha koperasi, mereka dapat maju dan sejahtera bersama.
Baca Juga:
Bagaimana dengan KMP yang dibentuk atas “instruksi” dari pusat? KMP hadir di desa-desa untuk menjawab kebutuhan akan apa? Kenapa bukan BUMDes? Apakah para anggota benar-benar membutuhkan sebuah koperasi untuk menjawab berbagai masalah mereka?
Jika anggota menyadari akan kebutuhan bersama, kenapa mereka tidak membentuk koperasi dari kemarin-kemarin? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan reflektif ini bisa jadi menentukan seberapa sukses KMP ke depan.
Jika kita tidak hati-hati menemukan akar masalah kemudian mencabutnya melalui solusi yang konkrit maka, KMP bis jadi hanya mengulangi kegagalan inisiatif pemerintah pusat melalui BUMDes.
Semoga saja, akan muncul sumber daya – sumber daya manusia yang benar-benar bisa mengidentifikasi berbagai potensi di desa, memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk menggali dan mengolah berbagai potensi ekonomi tersebut, entah melalui BUMDes ataupun KMP, atau sinergi keduanya untuk kesejahteraan masyarakat di desa.
Baca Juga:
Namun ini juga bukan sesuatu yang mudah. Oleh karena itu setelah ‘instruksi’ pendirian KMP di desa-desa, harus ada upaya nyata mulai dari pusat hingga ke desa untuk menyiapkan sumber daya manusia secara serius sebagai ujung tombak niat baik pemerintah pusat memajukan ekonomi di desa ini.
Tanpa kesediaan SDM yang mumpuni, bisa jadi kita mengulang lagi banyak “proyek” dari pusat. Alih-alih menjadi solusi, tanpa Sumber Daya Manusia yang mumpuni, kehadiran Koperasi Merah Putih berpotensi menjadi masalah baru di desa-desa.
Foto Ilustrasi dari harian.disway.id
Leave a Reply