Melihat Celana Umpan dan Rambut Rebonding dari Kacamata Toxic Femininity

Budaya
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com– Standar kecantikan perempuan adalah standar yang diciptakan oleh masyarakat generasi demi generasi. Hal ini diungkapkan oleh psikolog anak dan remaja dan keluarga dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, Efnie Indrianie, M.Psi, seperti dikutip oleh medcom.id (18.09.2018).

“Cantik erat kaitannya dengan budaya, sehingga standar cantik di setiap budaya berbeda,” kata Efnie.

Lebih lanjut Efnie mencontohkan, di banyak negara di Asia misalnya, standar cantik erat kaitannya dengan kulit putih, badan langsing dan rambut lurus panjang terurai. Sementara di di Amerika misalnya, kulit berwarna coklat dianggap lebih cantik.

Dengan demikian, di Indonesia pun, lanjut Efnie tentang kecantikan “ Indonesia, dari Aceh hingga Papua akan punya standar cantik yang berbeda-beda.”

Rambut Rebonding, Celana Umpan dan Martabat Perempuan Adonara

Kecantikan sebagai sebuah hasil konstruksi budaya, tentu telah diendapkan dalam masyarakat tertentu dengan berbagai kriteria seperti yang dicontohkan oleh Efnie.

Walaupun cenderung dikonotasikan sebagai suatu bentuk fisik, terutama wajah yang menyenangkan secara estetika, namun banyak budaya juga menganggap bahwa cantik juga berarti kepribadian seseorang, tingkah laku, tutur kata, dan juga kekayaan pengetahuan dan kecerdasan.

Konstruksi budaya tentang kecantikan tentu memiliki makna yang lebih mendalam dan luas. Bisa saja bersifat sakral dan menjadi ritual yang dianggap suci oleh budaya tertentu di masyarakat.

Baca Juga: Toxic Masculinity, Bias Gender dan Konstruksi Sosial Masayarakat Patriarkis

Karena itu perempuan-perempuan dalam budaya yang demikian ini tentu tidak mengejar standar standar tersebut. Kecantikan mereka adalah standar itu sendiri. Mengapa? Karena pemaknaan akan kecantikan adalah bagian dari ritual.

Misalnya standar kecantikan perempuan Suku Dayak adalah bertelinga panjang dan merajah tubuh. Konon bertelinga panjang dan menato tubuh bagi masyarakat Dayak baik perempuan maupun laki-laki adalah bahasa simbol.

Tentu memanjangkan telinga bahkan dilakukan sejak masih bayi dan menato tangan dan kaki pada Perempuan Dayak adalah simbol keagungan dan kecantikan.

Happy International Women’s Day: Selamat Merdeka PerEMPUan

Bagi masyarakat Dayak, tato di tubuh adalah penerang bagi arwah untuk melintasi alam kematian menuju keabadian, karena itu proses menyakitkan saat menato badan dianggap sebagai ritual. Bukan semata-mata sebagai aksesoris artifisial.

Meluruskan rambut (merebonding rambut) oleh perempuan pada masyarakat tertentu dan memakai celana pendek tentu bukan sesuatu yang salah. Sebagai selera fashion dan selera berbusana sah-sah saja.

Banyak alasan yang melatari seorang perempuan “merias diri” untuk tujuan mempercantik diri, misalnya satunya adalah meluruskan rambut.

Atau misalnya ketika seorang perempuan memakai celana pendek, yang konon anggap sebagai “celana umpan”,  umpan yang memungkinkan seorang laki-laki berbuat khilaf.

Baca Juga: toxic femininity : Masayarakat Menuntut Perempuan

Rambut rebonding dan celana umpan adalah hak perempuan. Selera berbusana setiap orang tentu tidaklah sama. Rambut rebonding dan celana umpan tidak menjadi toxic femininity ketika dilakukan tidak untuk tujuan lain selain “karena saya nyaman memakainya”.

Merebonding rambut dan memakai celana pendek selama dilakukan karena nyaman dan menambah kepercayaan diri adalah bukan toxic femininity. Rebonding Rambut dan celana umpan adalah “ persoalan kembali ke dalam diri.” Bukan untuk tujuan pamer.

Sama seperti masyarakat yang menganggap cantik ketika berbadan kurus, berkulit  putih, berambut lurus panjang, berwajah tirus dan berhidung mancung tidak menjadi masalah ketika dilakukan untuk menyamankan diri, bukan buat orang lain, siapapun dia.

Perawan Itu Penting Nggak Sih?

Banyak kalangan masih naif berpendapat bahwa merias dan mempercantik diri hanya karena para lelaki adalah makhluk visual. Artinya para laki-laki lebih tertarik menyukai sesuatu karena ia melihatnya, bukan karena mendengarkannya. Laki-laki menyukai yang tersurat, bukan yang tersirat.

Rambut rebonding dan celana umpan, memutihkan kulit, memancungkan hidung, meniruskan wajah, benar-benar menjadi toxic ketika dilakukan untuk orang lain di luar sana, semata-mata dilakukan untuk mendapat tanggapan visual dari seorang laki-laki.

Rambut rebonding dan celana umpan, atau cara dan bentuk merias diri lainnya, benar-benar menjadi toxic ketika dilakukan hanya untuk menyenangkan hati laki-laki, apalagi dilakukan untuk mendapatkan pengakuan cantik dari orang lain.

Baca Juga : Virginitas Jadi Ukuran Kehormatan Perempuan?

Memang pada akhirnya kembali lagi kepada siapa yang memilih untuk meluruskan rambut dan memakai celana pendek. Apakah hanya untuk menyamankan diri dan menambah kepercayaan diri, ataukah untuk membuat orang lain senang dan mendapat pengakuan dari orang lain?

Foto dari tribunnews.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of