“Gelekat bukan gekat. Gelekat Lewotanah, bukan gelekat doi.”
Eposdigi.com – Setelah sempat ditunda pelantikannya, hari ini para kepala desa se-Adonara akhirnya mengangkat sumpah jabatan. Di hadapan negara dan disaksikan Leluhur Lewotanah, mereka yang diberi mandat oleh masyarakat di desa ini mengucapkan janji.
Bukan hanya soal mewujudkan visi misi janji kampanye mereka semata, lebih dari itu, menerjemahkan janji visi misi itu dalam wujud segala sesuatu yang dialami oleh masyarakat di desanya.
Selama enam tahun masa kepemimpinannya di desa, kepala desa representasi kehadiran negara yang secara langsung mewujudkan keadilan sosial bagi warga negara di desanya masing-masing.
Baca Juga: Ini 13 Perempuan Calon Kepala Desa di Flores Timur
Amanat ini tentu tidak sederhana. Kepala desa adalah pemimpin politik, yang mendapat legitimasi secara langsung oleh masyarakat di desa. Ia hadir sebagai hasil dari proses demokrasi. Ia dipilih langsung oleh warga desa. Bukan sekadar ditunjuk dan diangkat.
Tentu kepadanya diberi mandat, arahan, hingga rincian tugas-tugas sebagai layaknya pejabat publik. Namun kepala desa tidak boleh hanya menjadi petugas administratif formal kenegaraan.
Dalam konteks NTT terkhusus di Flores Timur, kepala desa harus bisa menerobos berbagai kebuntuan, sehingga akhirnya menghancurkan stigma NTT sebagai provinsi termisikin yang selalu mengharap Nanti Tuhan Tolong.
Minimal, ada empat bidang yang butuh sentuhan tangan dingin seorang kepala desa.
Pertama: Desa harus bisa menjadi promotor sekaligus agen demokratisasi di desa.
Tantangan kehidupan politik masyarakat hari ini tentu tidak sederhana. Kita mesti sangat jujur dan rendah hati mengakui bahwa proses pemilihan kepala desa, tidak sepih dari intervensi para penguasa. Baik di tingkatan penguasa daerah bahkan hingga tarik ulur kepentingan politisi tingkat nasional.
Baca Juga: Asterius Soge: Salah Camat Jika ada Desa yang Program Pembangunannya Tidak Jalan
Karena itu, harus ada berbagai macam pendekatan baru untuk menjadikan warga desa cerdas dalam bidang politik.
Kecerdasan politik hanya bisa diperoleh lewat pendidikan politik yang intens, dan direncanakan dengan baik hanya agar penduduk desa lebih memahami bagaimana pentingnya satu suara yang mereka berikan dalam setiap hajatan politik.
Salah satu tolok ukur kecerdasan politik warga desa adalah diperolehnya pemimpin yang memiliki kemampuan sekaligus memiliki integritas seorang pemimpin. Arah dari kepemimpinannya semata-mata adalah untuk gelekat lewotanah.
Gelekat bukan gekat. Gelekat Lewotanah, bukan gelekat doi.
Kedua : Desa adalah benteng terakhir kearifan lokal.
Dalam masyarakat Lamaholot, Desa adalah Lewotanah. Lewotanah bukan hanya soal wilayah administratif kenegaraan.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
Lebih dari itu Lewotanah adalah panggilan filosofis, sekaligus medium interaksi gelekat sesama Ata Diken, interaksi Ata Diken dengan alam ciptaan, sekaligus interaksi magis religius antara Ata Diken dengan alam Koda Kewokot.
Interaksi ini melahirkan begitu banyak pranata adat, yang hingga saat ini masih dipegang teguh sebagai jalan hidup masyarakat Lamaholot.
Berbagai ritual adat yang menyertai prosesi protokoler kenegaraan dalam pelantikan kepala desa di Lamaholot adalah bukti bahwa hingga saat ini tatanan kearifan lokal masih menjadi jalan hidup warga masyarakat.
Desa sebagai benteng terakhir kearifan lokal hanya dapat terwujud jika semua derap pembangunan di desa, dilandasi dan dijiwai oleh semangat gelekat. Bukan yang lain.
Baca Juga: Warga Hadakewa; Dana Desa untuk Beternak Babi
Semangat gelekat bisa dengan gampang terlihat dalam semua proses pembangunan di desa. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi harus melibatkan segenap lapisan masyarakat.
Dan muara dari semua proses pembangunan di desa, adalah untuk mewujudkan masyarakat desa yang adil, makmur, sehat dan sejahtera, jauh dari rasa takut dan tidak diintimidasi oleh kekuatan luar, atas nama apapun.
Ketiga: Bidang Pendidikan dan Kesehatan sebagai jalan kesejahteraan masyarakat desa.
Desa, minimal memastikan semua warga desa memenuhi syarat wajib belajar hingga tamat jenjang pendidikan menengah atas.
Kepastian ini hanya bisa diupayakan jika desa memberikan perhatian lebih kepada para anak usia sekolah. Tidak hanya menyerahkan mereka pada jenjang pendidikan formal.
Baca Juga: Posyandu Lansia, Budaya Tutur dan Pewarisan Nilai
Desa boleh mengambil peran lebih untuk memastikan setiap anak sekolah di desa itu memiliki karakter baik sekaligus cerdas. Jam wajib belajar hanyalah salah satu cara.
Lainnya seperti membuka atau memberi insentiv lebih kepada masyarakat desa yang membuka usaha les tambahan, kursus dan lainnya untuk masyarakat usia sekolah ini.
Membangun link dan komunikasi intens dengan pihak sekolah hingga jenjang universitas untuk memonitor perkembangan dan hasil belajar warga desanya.
Bila perlu desa memberikan kesempatan beasiswa kepada warganya yang berprestasi untuk mengambil pendidikan tinggi; misalnya memberi pinjaman lunak kepada para mahasiswa dengan ikatan dinas.
Baca Juga: Digitalisasi Gemohing
Tidak hanya bidang pendidikan, Desa harus menjamin setiap masyarakatnya terpenuhi hak pelayanan dasar dibidang kesehatan. Desa menyiapkan dan mengambil alih situasi gawat darurat kesehatan yang dialami oleh masyarakat desa.
Misalnya memberi beasiswa untuk sekolah kedokteran bagi warganya yang berprestasi dengan perjanjian setelah tamat harus mengabdikan diri di pusat pelayanan kesehatan milik desa mereka.
Keempat : Mengelolah BUMDes sebagai motor penggerak ekonomi di desa.
Sebagai proyek, Anggaran Dana Desa yang digelontorkan oleh pemerintah pusat melalui APBN bisa saja akan berakhir. Sebelum itu terjadi, BUMDes harus bisa didorong untuk menyiapkan diri sebaik mungkin agar dapat mandiri secara ekonomi.
Sebagai unit ekonomi produktif, BUMDes harus dikelolah secara profesional agar dapat menghasilkan keuntungan bagi BUMdes hingga gilirannya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di desa.
Sebagai motor penggerak, kehadiran BUMDes harus bisa memberi stimulus yang positif begi semua unit usaha produktif di desa.
Kehadiran BUMDes menjadikan pendapatan bersih usaha masyarakat yang sudah ada sebelumnya meningkat, bukan malah mematikan usaha produktif masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Baca Juga: Klemens Kwaman: “Bagaimana Jika Nanti Dana Desa Berhenti?”
Kehadiran BUMDes adalah agar semua potensi ekonomi di desa dapat dioptimalisasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa.
Tentu kita masih harus membutuhkan tenaga profesional untuk menjalankan pengelolaan BUMDesa. Sama seperti memberi beasiswa melanjutkan pendidikan kedokteran, desa-desa kita juga bisa mencari cara untuk membekali para calon pengurus BUMdes, lewat pendidikan, formal maupun non formal.
Empat alternatif ini jika dapat didorong oleh kekuatan besar segenap masyarakat desa, maka saya percaya bahwa desa-desa di Flores Timur semakin sejahtera dan mandiri.
Atas nama redaksi Eposdigi.com, kami ucapkan Selamat atas Dilantiknya Para Kepala se-Adonara. Semoga desa-desa kita semakin maju dan mandiri, masyarakatnya semakin sehat sejahtera.
Foto: Herlina N Diaz, satu-satunya kepala desa perempuan yang dilantik bersama kepala desa lainnya di Adonara – Flores Timur. Foto diambil dari WAG Epu Orin Adonara
Leave a Reply