Belajar Mitigasi Bencana Alam dari Jepang

Lingkungan Hidup
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Hingga 4 April 2021, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), seperti dikutip oleh kabar24.bisnis.com dari akun twitter @BNPB_Indonesia, telah terjadi 1030 bencana alam di Indonesia dalam tahun ini.

Banjir, angin puting beliung dan tanah longsor mendominasi bencana-bencana alam itu. Dalam catur wulan pertama tahun 2021 tercatat 446 kali terjadi banjir, puting beliung 258 kali dan 207 kali tanah longsor.

Diikuti oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 89 kali, gempa bumi 16 kali, abrasi dan gelombang pasang 13 kali dan 1 kejadian kekeringan ekstrim dilaporkan.

Baca Juga: Flores Timur Sigap hadapi Bencana?

Sementara itu, di sepanjang tahun 2020, ada 2.925 kejadian bencana yang dilaporkan oleh BNPN (bnpb.go.id/29.12.2020). Bencana hidrometerologi mendominasi hampir separoh yakni sebanyak 1.065 kejadian.

Seperti Indonesia, Jepang pun sering dilanda bencana alam. Terutama gempa bumi yang juga mengakibatkan tsunami. Saking seringnya terjadi tsunami akibat gempa bumi, maka istilah tsunami yang kita kenal secara luaspun mengadopsi kata dari bahasa Jepang.

Paska gempa yang kemudian menyebabkan stunami besar tahun 2011 lalu, Jepang kemudian membuat konsep baru untuk memitigasi bencana mereka. Konsep baru ini berupa Undang-Undang baru untuk “Gempa Bumi Palung Nankai”.

Baca Juga: Bersiaplah; Banjir akan Datang (lagi)!

Peraturan baru ini bertujuan untuk mengurangi potensi korban jiwa akibat gempa hingga 80 persen selama 10 tahun. Untuk mencapainya, pemerintah Jepang membuat tiga strategi mitigasi (kumparan.com/01.08.2019).

Pertama; Membuat infrastruktur bangunan, termasuk rumah penduduk, tahan terhadap gempa dan kebakaran. Untuk rencana ini, Jepang mensyaratkan uji struktur bangunan tahan Gempa dengan subsidi dari pemerintah, untuk setiap bangunan baru, dan bagaimana memperkuat bangunan lama.

Kedua: Membuat rencana struktural, Perencanaan tata ruang dan Rencana Evakuasi paska Gempa. Langkah ini terutama untuk menyiapkan penduduk menghadapi tsunami akibat gempa. Sebuah tim khusus disiapkan pemerintah pusat, untuk membantu pemerintah-pemerintah daerah menyususun perencanaan penanggulangan bencana.

Baca Juga: Ada Bahaya lebih Besar dari Banjir di Jakarta

Masyarakat disiapkan, komunitas-komunitas dibentuk dan dipercayakan  untuk mengelolah sumber daya mitigasi didalam komunitasnya sendiri. Komunitas-komunitas lokal ini dibekali dengan semacam kartu kontrol yang berisi daftar anggota-anggota keluarga masing-masing.

Data ini dilengkapi dengan data kelompok masyarakat prioritas; penyandang sisabilitas, orang-orang tua, ibu hamil, dan anak-anak yang membutuhkan prioritas dan pendampingan saat evakuasi.

Komunitas-komunitas ini pun diwajibkan mengadakan simulasi evakuasi secara berkala sebagai bagian dari kesiapsiagaan bencana.

Pemerintah lokal yang daerahnya rawan tsunami membangun menara-menara evakuasi di lokasi yang aman namun terjangkau oleh komunitas masyarakat lokal. Menara-menara ini cukup untuk menampung semua penduduk dalam komunitas tersebut.

Baca Juga: Kekeringan Ekstrem, petani mete Flores Timur gagal panen

Ketiga: Aspek kesiap-siagaan jangka panjang. Secara nasional Jepang membuat kurikulum pendidikan dan pelatihan bencana, melatih para relawan, infrastruktur logistik, evakuasi dan penyelamatan korban, serta merawatan medis bagi korban terdampak.

Pendidikan dan pelatihan bencana, tidak hanya dilakukan di institusi-institusi pendidikan. Pendidikan kebencanaan dan cara bertahan hidup dari bencana adalah kurikulum wajib mulai dari tingkat Pra Sekolah hingga Universitas. Namun komunitas-komunitas masyarakat lokal pun diberi pendidikan dan pelatihan bencana secara berkala.

Ketiga aspek ini, diharpkan dapat meminimalisir potensi korban jiwa akibat bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami di Jepang.

Bagaimana dengan di Indonesia? Kita tentu mengalahkan Jepang dari segi potensi bencana alam. Bentang alam yang luas, karakteristik wilayah yang beragam tentu membuat tingkat kerawanan bencana alam kita lebih tinggi dari Jepang.

Baca Juga: Membidik Target Pendidikan Kebencanaan

Pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab segera adalah, bagaimana dengan mitigasi bencana kita? Apakah mitigasi bencana kita sudah cukup menyiapkan kita menghadapi potensi-potensi bencana?

Apakah program-program mitigasi bencana kita sampai kepada masyarakat luas, dan komunitas-komunitas masyarakat kita sudah siap menghadapi bencana alam atau potensi bencana alam di lingkungan lokalnya?

Bagaimana dengan pendidikan kebencanaan kita? Apakah sekolah-sekolah kita cukup dipadati oleh kurikulum-kurikulum – dalam teori maupun praktek – tentang kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana alam?

Bagaimana dengan Anda dan saya sebagai masing-masing pribadi? Siapkah kita menghadapi bencana alam, jika itu terjadi malam ini atau besok?

Foto ilustrasi dari thetrekkers.com

Sebarkan Artikel Ini:

3
Leave a Reply

avatar
3 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga: Belajar Mitigasi Bencana Alam dari Jepang […]

trackback

[…] Baca Juga: Belajar Mitigasi Bencana Alam dari Jepang […]

trackback

[…] Baca Juga: Belajar Mitigasi Bencana Alam dari Jepang […]