Bagaimana Gemohing terlibat dalam Mitigasi Bencana di Jepang?

Lingkungan Hidup
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Dalam tulisan yang tayang kemarin di media ini, sudah saya uraikan dua cara yang dilakukan oleh Jepang dalam mitigasi bencana alam terutama gempa bumi di sana. Soal bangunan tahan gempa, ternyata bukan hanya Jepang yang jadi referensi.

Jika pembaca mencari secara online, dengan kata kunci “negara dengan mitigasi bencana terbaik”, ada satu hal yang menjadi ‘benang merah’ negara-negara itu adalah soal bangunan tahan bencana alam – gempa bumi. Kemudian sistem, peringatan dini pun, berjalan dengan sangat baik pada negara-negara tersebut.

Baca Juga: Soal Mitigasi Bencana: Jepang lakukan ini, Bagaimana dengan Kita?

Selain bangunan tahan gempa dan sistem peringatan dini, hal berikut yang dilakukan Jepang adalah:

Ketiga : Peran Komunitas dan ibu-ibu.

Mitigasi bencana alam di Jepang adalah bagian dari tanggung jawab segenap masyarakat. Bukan hanya oleh pemerintah. Komunitas – komunitas masyarakat mengelola sendiri manajemen mitigasi bencana skala lokal.

Komunitas lokal ini dilatih untuk mengindentifikasi kerawanan bencana di lingkungan terdekatnya. Tidak hanya itu, merekapun mendapat pelatihan mengenai manajemen tanggap darurat. Komunitas masyarakat lokal dilatih sedemikian rupa oleh pemerintah lokal untuk mencegah jatuhnya korban akibat bencana.

Baca Juga: Belajar Mitigasi Bencana Alam dari Jepang

Mereka membuat jalur-jalur efakuasi yang aman ketika terjadi bencana, mengidentifikasi anggota komunitas mereka yang memerlukan prioritas efakuasi.

Komunitas-komunitas lokal mendata secara lengkap dan berkala anggota komunitas mereka yang berusia tua, yang sakit, dalam keadaan hamil, anak kecil dan disabel; mereka yang diidentifikasi sebagai anggota kelompok komunitas  yang mendapat prioritas evakuasi.

Semangat gemohing ala Jepang inilah yang bisa kita tiru. Masyarakat lokal, saya yakini lebih cepat dan tepat mengidentifikasi kerawanan bencana di lingkungan komunitasnya.

Tidak hanya bencana alam, dalam konteks Indonesia yang sangat beragam, komunitas lokal yang kuat pun adalah benteng dalam menghadapi  potensi bencana sosial.

Baca Juga: Ada Bahaya lebih Besar dari Banjir di Jakarta

Di Jepang, kelompok ibu-ibu dalam komunitas-komunitas lokal memaikan peran sentral dalam mitigasi bencana. Mereka mendapat pelatihan khusus bagaimana menyelamatkan diri dan anggota keluarganya.

Bertindak cepat dan tepat mematikan gas dan listrik saat bencana alam – gempa bumi, ini sangat berpengaruh dalam mencegah terjadinya kebakaran akibat kebocoran pipa gas yang mengaliri dapur rumah tangga – rumah tangga di Jepang.

Persoalan bencana alam gempa bumi yang sifatnya publik menjadi persoalan yang sangat privat pada keluarga-keluarga di Jepang.

Ini artinya bahwa soal mitigasi bencana adalah juga tanggung jawab masing-masing keluarga, dalam komunitas. Sama seperti tanggung jawab ayah dan ibu mengurus dan membesarkan anak-anaknya.

Baca Juga: “Bencana” dan Bencana – Relawan dan “Relawan”

Dalam konteks Indonesia dan Lamaholot khususnya, kelompok gemohing masyarakat juga adalah kekuatan kultural yang harus diberi peran sentral dalam mitigasi bencana.

Ketika terjadi bencana, kecepatan dalam evakuasi, pendataan korban baik jiwa maupun harta benda, identifikasi kebutuhan-kebuthan darurat, pasti lebih valid jika itu datang langsung dari komunitas lokal daerah terdampak bencana.

Saya membayangkan bahwa apabila komunitas gemohing lokal mengambil peran sentral dalam upaya mitigasi bencana maka dapur-dapur umum pasti akan segera di bangun oleh mereka untuk saling meolong, tidak menunggu datangnya Menteri Sosial dari Jakarta.

Komunitas lokal pun pasti lebih memahami nilai-nilai kultural untuk hidup berdampingan dan selaras dengan alam. Dan bagaimana menjaga tatanan-tanatan nilai ini pun pasti lebih terawat baik dalam komunitas gemohing di tengah masyarakat Lamaholot.

Baca Juga: Ile Boleng, Siklon Seroja dan Athroposophy

Keempat: Rangsel Darurat.

Keluarga-keluarga di Jepang wajib memiliki rangsel tanggap darurat bencana. Rangsel ini berisi semua kebutuhan untuk bertahan hidup dalam keadaan darurat akibat bencana alam.

Dan ibu-ibulah yang berperan sangat aktif untuk memastikan di rumahnya memiliki rangsel ini. Ibu-ibu di beri tugas untuk mengecek dan mengganti isi rangsel darurat jika ada yang kadaluarsa.

Saya membayangkan bahwa dalam keadaan darurat yang bukan bencana, semisal mati lampu di tengah malam pun, kadang kami masih kesulitan untuk menemukan lilin dan korek api, lampu emrgensi, kipas portabel dan lainnya.

Apaplagi soal peralatan darurat untuk bertahan hidup ketika terjadi bencana alam atau keadaan darurat yang lebih gawat dan besar dampaknya.

Lima: Pendidikan dan Pelatihan Tanggap Darurat.

Komunitas masyarakat lokal di Jepang, adalah ujung tombak mitigasi bencana. Karena itu pemerintah Jepang mengalokasikan banyak waktu pelatihan bagi komunitas-komunitas ini.

Baca Juga: Membidik Target Pendidikan Kebencanaan

Ujian dari pelatihan ini adalah latihan evakuasi secara berkala dalam komunitas-komunitas masyarakat lokal. Mereka dilatih untuk mengidentifikasi prioritas. Mendata secara berkala dan lengkap anggota komunitasnya.

Hal-hal yang sangat teknis semisal siapa yang berlari paling depan, siapa yang ditolong pertama kali, berlari kearah mana, barang-barang seperti apa yang wajib diamankanpun dilatih secara berkala.

Ini latihan di tingkat komunitas masyarakat lokal. Jauh sebelum itu, sekolah-sekolah di Jepang wajib memasukan kurikulum pendidikan kebencanaan dalam setiap jenjang pendidikan.

Dari TK hingga perguruan tinggi tahu dengan pasti bagaimana bertindak saat terjadi bencana alam.

Keenam: Infrastruktur Publik Tahan Bencana.

Selain kelima hal tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah infrastruktur- infrastruktur tahan gempa. Jalan dan jembatan, pelabuhan dan bandara udara,  kantor pemerintah dan fasilitas publik lain, rumah sakit dan tempat evakuasi dibangun dengan standar-standar ketat tahan gempa bumi.

Hal-hal ini untuk memastikan lalu lintas logistik dan tanggap darurat tidak terputus dan agar masyarakat terdampak bencana alam cepat terlayani dengan baik.

Baca Juga: Flores Timur Sigap hadapi Bencana?

Pertanyaan yang boleh kita ajukan setelahnya adalah, seberapa sulit keenam hal yang dilakukan Jepang ini kita terapkan di Indonesia, terutama di Lamaholot? Apa batasannya? Kemampuan atau Kemauan?

Jika di Jepang bisa, bagaimana dengan kita di Lamaholot?

Foto : Latiahan evakuasi  darurat bencana alam bagi masyarakat Kepulauan Aru / Dok : BNPB

Sebarkan Artikel Ini:

1
Leave a Reply

avatar
1 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga: Bagaimana Gemohing terlibat dalam Mitigasi Bencana di Jepang? […]