Kekeringan Ekstrem, petani mete Flores Timur gagal panen

Lingkungan Hidup
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis data musim kemarau yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia terjadi mulai Juli sampai Oktober 2019. Puncaknya akan terjadi di bulan Agustus, dan kekeringan tahun ini akan melebihi kekeringan pada tahun 2018. Hal itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Dody Usodo Hargo Suseno di kantornya, Jakarta, belum lama ini.

“Ancaman kekeringan itu akan melanda di 28 provinsi, dengan luas wilayah 11.774.437 ha dan ini masyarakat yang akan terpapar dari luasan itu adalah 48.491.666 jiwa,” ujarnya.

Seperti yang dilansir cnnindonesia.com, Dody menyebut bahwa sebanyak 55 kepala daerah juga telah menetapkan surat keputusan bupati dan wali kota tentang siaga darurat bencana kekeringan. Kepala daerah ini antara lain berasal dari Provinsi Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Salah satu daerah di NTT yang sangat terdampak kekeringan ekstrim ini adalah para petani mete di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur.

 “Sampai sekarang saya baru panen mete hanya 70 kilogram, produksi menurun drastis dibandingkan tahun lalu bisa mencapai 500 kilogram,” kata Kamilus Tupen Jumat, seorang petani asal Pulau Adonara ketika dihubungi melalui telepon, Sabtu (31/8).

Petani asal Desa Tuwagoetobi di Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur itu mengatakan, menurunnya produksi mete ini akibat cuaca buruk berupa angin kencang dan suhu udara yang panas melanda lahan pertanian di daerah setempat.

Tupen Jumat yang mengaku memiliki tanaman mete pada lahan sekitar setengah hektare itu mengatakan, penurunan produksi ini dialami semua petani mete di desa setempat maupun di kecamatan lainnya di kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Flores itu.

“Faktor hujan yang berhenti pada Maret 2019 di seluruh Pulau Adonara juga berdampak pada produksi mete kali ini,” kata Tupen Jumat.

Menurutnya, kondisi ini juga diperparah dengan harga mete yang menurun hingga Rp3.000 per kilogram. “Hari ini harga mete hanya Rp17.000 per kilogram, menurun kalau dibandingkan tahun lalu Rp20.000 per kilogram,” katanya.

Hal ini juga diamini oleh Samuel, salah seorang petani lainnya asal Desa Lamablawa, Pulau Adonara, mengemukakan hasil tanaman mete yang dikelola keluarganya kali ini jauh dari yang diharapkan.

“Buah mete juga jarang-jarang dan bunganya juga banyak yang rusak karena angin kencang dan suhu terlalu panas,” kata pemilik100 pohon mete itu.

Samuel menambahkan, kondisi harga mete saat ini juga sedang menurun dengan harga Rp17.000 per kilogram sehingga tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap penghasilan petani.

Karena itu, lanjutnya, para petani di daerah setempat tidak berharap banyak untuk meningkatkan pendapatan mereka dari hasil panen mete kali ini. (Foto ilustrasi : kupang.tribunnews.com)

Sebarkan Artikel Ini:

3
Leave a Reply

avatar
3 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga : Kekeringan Ekstrem, petani mete Flores Timur gagal panen […]

trackback

[…] Ayo Baca Juga: Kekeringan Ekstrem, petani mete Flores Timur gagal panen […]

trackback

[…] Kekeringan Ekstrem, petani mete Flores Timur gagal panen […]