Mengkapitalisasi Mekko, Kenapa Tidak?

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Mekko memang memesona. Anugerah Pesona Indonesia menaikannya dalam ingatan banyak orang. Pesona pasir putihnya yang indah tidak hanya mengundang takjub. Ia masuk dalam ruang obrol banyak orang.

Tentu. Bak anak perawan kembang desa, siapa yang tak tertarik elok rupanya? Tidak hanya penjuru kampung, harum namanya terbawa angin sampai jauh. Tak tanggung-tanggung, team bravo rela menyebrang berpulau-pulau,  dari ibu kota datang mencumbu bibir pantainya.

Karena elok rupa dan harum namanya, siapa yang tak tertarik memilikinya?

Disetiap sudut, dari ujung kampung hingga kota-kota besar, daring maupun luring, sekedar menyebut namanya pun, menyenangkan hati.

Baca Juga: Surat dari Adonara; Desember 2019

Tak terkecuali aku. Mekko memang rupawan. Tapi bagiku ia masih teramat belia. Bahkan akil baligh pun belumlah ia. Elok rupa dan harum nama jangan sampai membuat ia jatuh dalam jerat pedofil.

Para predator ini akan menghisap habis sari perawannya, menggengam ia erat. Hingga tak lagi ada ruang bagi siapapun untuk sekedar menatap sosoknya, bahkan dari jauh.

Mereka yang berduit, menyusun berjuta siasat. Bak penyamun mengintai, mencari celah. Siap mengambil jadi milik, bahkan jika itu berarti merebut paksa.

Karena itu, seisi kampung baiknya waspada. Menjaga nalar melindungi Mekko sekuat tenaga. Mekko memang milik tuannya, namun  harum nama dan elok rupanya mengikat erat seisi kampung. Ia adalah kebanggan anak Lewotanah

Pesona pasir tubuh putihnya, biarkan ia tumbuh alami. Jangan ia digegas. Apalagi dikarbit paksa.

Jika kebanggan itu jadi milik, maka tentu seisi kampung harus giat berbenah. Mendandani diri untuk menyambut mereka yang datang, menyambingi pesona Indonesia, dalam diri surga kecil turun ke bumi, bernama Mekko.

Rencana harus disusun rapi nan matang. Agar Mekko tak jatuh dalam tangan perompak. Dan gemohin adalah pagar paling betis untuk menjaga lindungi Mekko agar sari perawannya tak terhisap habis kapitalis busuk.

Baca Juga: Mekko Masuk Nominasi API 2020: Untuk Siapa?

Tak cukup Mekko dijaga dengan kebanggaan semu. Butuh rencana matang mengisi semua celah agar berkah dari pesona Mekko, menjadi sumber yang membawa kesejahteraan bagi lebih banyak orang.

Rencana matang itu bernama grand design pariwisata Flores Timur. Mengidentifikasi dan menyusun skala pengembangan pariwisatanya. Menentukan mana ikon utama pariwisata, dan mana lainnya sebagai pendukung.

Tidak harus pesona panorama alamnya, berbagai ide kreatif menciptakan event pariwisata sebagai daya dukung. Bahkan kita tak harus malu jika harus mengadopsi Banyuwangi menggesaer kiblat pariwisata Indonesia dari Bali, dengan sederet parade busana jalanan yang go international itu.

Jika dalam skala masih terlalu kecil, jangan takut meniru Bupati Lembata yang mengambil jalan belakang mengunjungi Mekko sambil menjinjing “watan lema” sebagai oleh-oleh untuk Flores Timur.

Kita harus mengakui bahwa bupati Lembata sedang mengidentifikasi ikon pariwisata pendukung Awololong yang sedang ia kembangkan.

Jika pemda Flotim tidak peka, Mekko bisa saja dijadikan berkah oleh kabupaten adik kandungnya itu untuk memperluas skala jual Awololong.

Baca Juga: Tujuh Kawasan Wisata Baru di NTT dikembangkan bersama Masyarakat Desa

Bisa jadi nantinya, para turis akan tinggal di Awololong, lalu hanya singgah sebentar di pasir putih kebanggaan Mekko. Jika demikian masyarakat Mekko dapat apa?

Setelah grand design mengidentifikasi ikon pariwisata, kerja berat selanjutnya adalah mengisi semua ikon pariwisata Flores Timur itu dengan gemohin.

Jika pariwisata Flores Timur itu berisi gemohin itu berarti tempat menginap, restoran atau pusat kuliner, agen dan biro perjalanan, pusat oleh-oleh, diselenggarakan dengan semangat gemohing.

Tempat menginap yang diselenggarakan dengan semangat gemohing berarti kita berbicara tentang homestay dirumah-rumah warga lokal, bukan hotel milik pengusaha antah berantah. Bukan berarti kita menolak investasi.

Dengan senang hati kita sambut sekecil apapun investasi itu, selama itu dilandasi semangat gemohing.

Tempat makan, entah restoran berkelas Bintang Michelin sekalipun atau sekedar pusat kuliner beralaskan tikar di pinggir jalan harus dikelolah bersama dan terintegrasi dengan semua hasil kebun milik warga lokal.

Pariwisata menjadi berkah bagi banyak orang, bukan satu dua pengusaha, berarti semua derap ekonomi pendukung pariwisata harus dijalankan bersama dengan masyarakat lokal. Pusat cendramata, sentra oleh-oleh adalah bagian yang melibatkan warga lokal setempat.

Untuk memasarkan oleh-oleh buah tangan untuk wisatawan, fokus pandang kita harus berubah arah. Tidak lagi dari arah pariwisata. Pariwisata hanyalah alat promosi. Maka yang sungguh kita usahakan adalah kualitas setiap produk yang menjadi buah tangan itu.

Jika oleh –oleh itu sarung tenun ikat, maka ia berasasal dari tenunan kelompok gemohing yang dijaga kualitas proses dan bahan bakunya. Ada atau tidak adanya pariwisata, tenun ikat harus memenuhi syarat kualitas terbaik. Pun halnya dengan produk makanan atau produk lainnya.

Baca Juga: Membaca “ Turis Miskin Dilarang ke NTT”

Mengisi ikon wisata dengan gemohin juga berarti mengisi semua ikon itu dengan kearifan lokal khas gemohing. Menjaga kelestarian alam objek wisata adalah tak boleh ditawar. Trumbu karang dijaga, bom ikan tak boleh lagi ada. Manggrove ditanam, agrowisata dikembangkan.

Namun cobaan paling berat bagi pesona pariwisata Mekko adalah kesadaran masyarakat lokal sebagai tuan rumah Mekko. Tidak hanya masyarakat dusun Mekko desa Pledo, para tuan rumah Mekko bisa saja adalah mereka di setip pintu masuk Flores Timur dan disepanjang jalan menuju Mekko.

Tidak usah dibahas lagi. Bahwa pariwisata adalah bisnis hospitality. Produk utama pariwisata adalah keramah tamahan penduduk di sekitar objek pariwisata itu.

Orang-orang di bandara, di pelabuhan, di terminal adalah tuan rumah bagi setiap ikon pariwisata di Flores Timur.

Setiap anggukan kepala kecil, setiap senyum tulus, setiap sapaan penuh persaudaraan yang mereka lakukan terhadap setiap wisatawan adalah representasi keramah tamahan pariwisata Flores Timur.

Kesan pertama di pintu-pintu masuk inilah yang menentukan seberapa betah wisatawan, yang kemudian menjadi seberapa lama mereka akan tinggal berwisata di Flores Timur.

Homestay- homestay harus mampu dikelolah  seturut standar hotel bintang lima, namun dengan suasana rumah. Hanya satu ukuran keberhasilan home stay adalah ketika wisatawan merasa bak di rumah sendiri. Ia diterima, dibuat nyaman, betah seperti dilingkungan orang-orang terdekatnya.

Baca Juga: Menjawab Tiga Tantangan Pariwisata Mekko

Tidak hanya saat menginap, ketika makanpun ia disuguhi makanan lokal dengan nutrisi dan presentase sajian seturut bintang Michelin. Pun dengan keramahan yang sebaris standar yang sama.

Seberapa  grand design pariwisata kita siap, pun halnya dengan ke-sadar –wisata-an masyarakat kita, atau  kualitas SDM pariwisata kita siap adalah jawaban atas masa depan pariwisata Flores Timur.

Jadi bagiamana masyarakat Flores Timur? Sudah siapkah kita mengkapitalisasi Mekko? Apakah ini mustahil?

 Berat. Teramat Berat. Namun harus kita mulai. Saat ini juga. Jika mau, pasti bisa.  (Foto : istimewah)

Sebarkan Artikel Ini:

3
Leave a Reply

avatar
3 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
1 Comment authors
Buyung Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
Buyung
Guest
Buyung

jangka pendek, go lbih tertarik jadikan meko sbg trigger untk perbaikan jalan witihama-meko atw waiwuring. sdh saatnya ruas jalan itu dipoles untuk kemudahan akses ke sentra pertanian, perkebunan dan hasil laut. pariwisata ok, tapi penerima manfaatnya tdk semasif para petani, nelayan, tukang ojek, juragan pik up dll

trackback

[…] Baca Juga: Mengkapitalisasi Mekko, Kenapa Tidak? […]

trackback

[…] Ayo Baca Juga: Mengkapitalisasi Mekko, Kenapa Tidak? […]