Bagian pertama dari dua seri tulisan…
Eposdigi.com – Para pekerja yang berasal dari Generasi Z atau Gen Z, tulis kompas.com (28.04.2023) menjadi kelompok yang paling rentan terhadap stress di lingkungan kerja. Para pendatang baru ini mengalami ketegangan-ketegangan di dunia kerja, yang mengakibatkan mereka lebih mudah stress dibandingkan angkatan kerja dari generasi Milenial ataupun Generasi X.
Data yang dikutip kompas dari Cigna International Health bahwa pada tahun 2023 ini 91 % dari 12.000 pekerja Gen Z mengalami stress di dunia kerja. Setidaknya ada empat factor yang menjadi penyebab stress Gen Z di dunia kerja saat ini.
Pertama; belum stabilnya dunia kerja pasca Covid-19.
Covid-19 sudah berlalu. Namun efek yang ditimbulkannya masih terasa oleh banyak pelaku usaha hingga saat ini. Ketidakstabilan itu bukan hanya semata-mata karena akibat langsung dari Covid-19, melainkan adanya efek ikutan dari Covid-19.
Baca Juga:
Covid-19 memaksa dunia kerja bertransformasi sedemikian rupa. Berbagai aplikasi penunjang kerja secara digital, aplikas-aplikasi online bermunculan, dimana hal ini mengakibatkan alih teknologi yang luar biasa massif dan signifikan yang merebut peluang kerja manusia.
Belajar dari pengalaman kerja secara online, kini banyak perusahaan memilih memilih untuk berinvestasi secara padat modal, daripada padat karya. Akibatnya banyak orang kehilangan pekerjaan karena digantikan oleh otomatisasi dunia kerja oleh berbagai kemajuan teknologi informasi.
Badai PHK masih menimpa banyak perusahaan. Ini mengakibatkan dunia usaha secara keseluruhan menjadi belum stabil. Karyawan Gen Z yang baru saja masuk lingkungan kerja masih belum memiliki pijakan yang kuat. Ini membuat mereka lebih mudah stress.
Kedua: Gegar Budaya (Culture Shock) di Dunia Kerja.
Karir yang baru saja mereka masuki, tiba-tiba saja menghantar mereka menuju dunia yang ‘sebenarnya’. Mereka harus mengelola gaji, memilih tempat tinggal, mengalami perjumpaan dengan orang-orang baru dengan berbagai karakteristik yang berbeda, pilihan busana kantor, batasan-batasan sikap profesional di tempat kerja, harus mereka alami.
Baca Juga:
Pengalaman-pengalaman baru ini membuat mereka kaget dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyesuaikan diri. Dalam-waktu-waktu penyesuaian inilah, kekuatan mereka dalam mengelola stress menjadi benar-benar teruji.
Ketiga: Mengalami Fase Peralihan.
Ketika masih sekolah atau kuliah Gen Z mendapatkan dukungan penuh dari orang tua. Lebih-lebih dukungan finansial. “Atas nama” sekolah/kuliah uang saku dari orang tua dengan mudah datang ke kantong mereka. Saat sekolah mereka dapat menyesuaikan diri dengan bebas sesuai waktu kuliah.
Kini hal-hal ideal ini tidak lagi mereka peroleh dari orang tua. Mereka harus bangun lebih pagi untuk berangkat ke tempat kerja tepat waktu.
Mereka pun harus mengelola keuangan pribadi mereka secara tepat. Dukungan dari orang tua bisa saja berhenti total. Karena itu agar tidak bernasib “10 koma : tanggal 10 sudah koma” mereka harus mengelola gaji mereka dengan tepat.
Keempat: Dukungan dari tempat kerja.
Gen Z mengharapkan lingkungan kerja yang memberi kesempatan kepada mereka untuk mengeluarkan segala potensi mereka. Pada saat yang sama mereka diterima dan mendapat dukungan dari rekan kerja mereka yang lebih senior, terutama dukungan dari atasan mereka.
Baca Juga:
Mereka mengharapkan komunikasi yang jelas dan hangat dari tim kerja mereka, dapat berinteraksi secara langsung dalam tim kerja tanpa dibatasi oleh hirarki kaku struktur organisasi kerja mereka.
Ketika harapan-harapan ideal ini tidak mereka temui dalam lingkungan kerja mereka maka ini menjadi tantangan besar yang menstimulasi stress para pekerja Gen Z ini.
Karena itu, lingkungan kerja ideal seperti apa yang diinginkan pekerja Gen Z/ Bagaimana cara mewujudkannya? Bersambung….
Foto Ilustrasi dari kompas.com
Leave a Reply