Eposdigi.com – Pandemi Covid-19 membuat kerja jarak jauh menjadi pilihan perusahaan. Sumber Daya Manusia pun harus menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut.. Work From Home (WFH) mau tidak mau membuat karyawan perusahaan menyesuaikan diri. Tidak hanya penyesuaian diri terhadap dunia kerja, pun pada kehidupan pribadi.
WFH merupakan kebijakan paling umum yang diambil perusahaan untuk mencegah kerumunan di tempat kerja. Pada saat yang sama, kerja dari rumah mengurangi mobilitas karyawan. Harapannya, pengurangan mobilitas dan kerja dari rumah dapat mencegah dan mengurangi penyebaran Covid-19.
Baca Juga: Bukan karena Corona, Ini Penyebab PHK Massal
Perusahaan memberikan waktu yang lebih fleksibel pada karyawannya. Keleluasaan waktu kerja (Flexible Working Time) atau waktu kerja leluasa (Flexi Time) adalah sistem pengaturan kerja yang memberi lebih banyak kebebasan kepada karyawan dalam mengatur jam kerja sendiri.
Sebelum pandemi Covid-19 pun, flexi time sudah banyak digunakan oleh perusahaan berskala global. Ini adalah solusi atas sulitnya menyamakan waktu bekerja karena adanya perbedaan zona waktu di beberapa negara.
Prinsipnya flexi tim bahwa jam berapapun karyawan masuk, asalkan pekerjaan dapat diselesaikan. Sementara waktu yang digunakan memenuhi jumlah jam yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja.
Berikut ini beberapa jenis flexi time yang sering digunakan seperti dikutip dari talenta.co :
Fixed Working Hours :
Merupakan sistem kerja yang memungkinkan pegawai dapat bebas memilih sesi kerjanya setiap hari. Namun sesuai ketetapan perusahaan sepanjang memenuhi jumlah minimal 40 jam seminggu.
Baca Juga: Industri apa sajakah yang paling terdampak Corona?
Sebagai contoh, perusahaan memberi kebebasan kepada karyawan untuk memilih jam kerja dengan ketentuan 25% karyawan bekerja pada jam 07.00-15.00; 25% karyawan bekerja pada jam 08.00-16.00; 25% karyawan bekerja pada jam 09.00- 17.00; dan 25% terakhir dari karyawan bekerja pada jam 10.00-18.00.
Flexible Working Hours
Adalah sistem kerja yang memungkinkan pegawai bekerja leluasa sepanjang memenuhi jumlah waktu minimal adalah 40 jam per minggu. Tidak harus sama setiap hari, namun haru memenuhi syarat minimal 40 jam dalam seminggu.
Sistem kerja ini memungkinkan karyawan mengatur jam kerjanya sefleksibel mungkin. Jam berapa saja karyawan bekerja, tidak ditentukan perusahaan. Asalkan jumlah jam kerja mingguannya terpenuhi.
Variable Working Hours
Jam hadir karyawan, menurut sistem kerja ini, tidak diatur secara spesifik. Namun karyawan harus hadir di kantor selama jam kerja normal, semisal jam 08.00 hingga 14.00.
Baca Juga: Anak Muda Pembawa Perubahan
Karyawan bisa menjadwalkan kehadirannya pada jam-jam tersebut asal tetap memenuhi jam kerja minimal dalam seminggu, yaitu 40 jam.
Dalam kenyataannya ketiganya dapat digabungkan dan saling melengkapi disesuaikan kebutuhan.
Sehingga bekerja leluasa diartikan sebagai kemampuan pekerja mengendalikan sendiri lamanya bekerja, tempat bekerja jauh dari kantor, penjadwalan kerja yang ditawarkan perusahaan.
Walaupun beragam bentuk bekerja jarak jauh, namun secara sederhana, bekerja jarak jauh dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis yaitu :
Bekerja di rumah (telecommuting), bekerja dari kantor cabang yang berlokasi dekat rumah atau kantor satelit (satellite offices) dan bekerja di mana saja di luar kantor sesuai kebutuhan (mobile work).
Konsep perubahan dari masa sebelum pandemi dan saat pandemi Covid-19 :
Sebelum pandemi Covid-19, konsep bekerja jarak jauh mulai mendapat perhatian banyak pihak pada akhir abad 20, menyertai kemunculan teknologi komunikasi dan komputer pribadi.
Baca Juga: Penerapan Manajemen Perubahan sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja UMKM di Era Pandemi Covid-19
Amerika Serikat sebagai lokasi awal konsep bekerja jarak jauh, baru memulai program ujicoba di berbagai lokasi pada tahun 1990-an yang menjangkau banyak negara bagian, pemerintah daerah, dan perusahaan
Di Amerika Serikat barulah setelah tahun 1995 terjadi peningkatan pekerja jarak jauh (telecommuter) dari 8,5% menjadi 11% di tahun 1997. Bekerja jarak jauh mulai mendapat perhatian luas di Amerika Serikat sejak awal tahun 2000 dan berkembang cepat.
Berdasar data Biro Pusat Statistik Amerika Serikat, jumlah pekerja jarak jauh di Amerika Serikat berkembang terus dari 18,7% (2004) menjadi 23,3% (2014).
Di Jepang sebagai salah satu negara maju, bahkan bekerja jarak jauh baru mulai menjadi bagian dari bisnis setelah tahun 1995, sementara pemerintah Jepang sendiri baru memulai menerapkan secara resmi pada tahun 1998.
Data terbaru berdasar survei oleh RIETI, hanya kurang dari 105 perusahaan Jepang yang menerapkan bekerja jarak jauh pada tahun 2019
Di Indonesia sendiri tidak terdapat data yang pasti tentang bekerja jarak jauh. Namun, sejak awal tahun 2020 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas telah mencanangkan uji coba bekerja jarak jauh dengan nama Flexi Work.
Baca Juga: Era Sinergi Manusia Dengan Robot, Siapkah Anda?
Sampai saat ini belum terdapat laporan pelaksanaan uji coba tersebut, sehingga evaluasi terhadap uji coba tersebut belum dapat dilakukan.
Walaupun demikian, pelaksanaan flexi work Bappenas berjalan lancar, dan hadirnya pandemi Covid-19 menjadi momentum pengarusutamaan hasil uji coba bekerja jarak jauh di Bappenas.
Penerapan bekerja dari rumah sebagian besar bersifat sukarela sesuai kebutuhan. Namun, keberadaan pandemik Covid-19 menjadikan bekerja dari rumah adalah keharusan. Tentu saja terdapat perbedaan besar.
Beberapa organisasi/perusahaan memang sudah siap melaksanakan bahkan telah melaksanakan skema bekerja dari rumah baik sebagian maupun seluruh pegawai.
Sementara bagi organisasi/perusahaan yang tidak siap, penerapan bekerja dari rumah cukup merepotkan pada awalnya, walaupun dengan berjalannya waktu sedikit demi sedikit para pegawai dapat menyesuaikan diri.
Tulisan ini disarikan dari berbagai media daring. – Penulis adalah Mahasiswi Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa – Yogyakarta. / Foto: spica.com
[…] Baca juga: Tren WFH Dan Penyesuaian Sumber Daya Manusia Terhadap Perubahan […]