Saling Klaim Lahan Sawit antara Masyarakat vs PT Arrtu Plantation, di Mana Posisi Aparat Penegak Hukum?

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Saling klaim lahan antara Masyarakat dengan PT Arrtu Plantation Padang Bunga Estate (PDBE) masih terus berlanjut.

Seperti diberitakan sebelumnya oleh media ini, klaim atas tanah kebun sawit di Dusun Mambuk, Desa Segar Wangi Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang, menimbulkan selisih tegang antara pihak PT Arrtu Plantation dengan masyarakat.

Saling klaim tersebut bahkan sempat berujung dugaan peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat Brimob Polda Kalimantan Barat, yang mengakibatkan beberapa warga mengalami luka-luka pada 28 Mei 2022 lalu.

Versi Warga Masyarakat

Menurut keterangan masyarakat pemilik lahan yang diterima media ini, bahwa lahan di lokasi tersebut sudah dibuka dan diolah oleh masyarakat atas nama Sendiri alias Uda, Sumardi alis Selim dan Suharjo alias Ujang Alus pada tahun 1997.

Baca Juga:

Diduga Bela PT. Arrtu Plantation, Oknum Brimob Kalbar Tembak dan Lakukan Penganiayaan Terhadap Tiga Orang Warga

Pada tahun berikutnya, 1998 – 1999 pada lahan tersebut ditanami pohon karet sebanyak 3754 batang. Namun keluarga baru membuat surat keterangan tanah (SKT) atas lahan tersebut pada tahun 2004. SKT atas tanah tersebut berjumlah sembilan (9) atas lahan seluas 18 hektar.

Tahun 2006 hingga 2007, warga menanam 203 pohon sawit, dan terus bertambah menjadi 1753 batang pohon pada tahun 2010.

Tahun 2011 – 2012 pihak PT Arrtu Plantation melakukan penggusuran pada lahan milik warga, tanpa izin.  Atas tindakan ini, warga meminta klarifikasi dari manajemen perusahaan namun tidak mendapatkan tanggapan.

Warga pun terus beraktifitas di lahan tersebut bahkan mengolah tanaman sawit yang ditanam pihak perusahaan PT Arrtu Plantation pada lahan tersebut. Mereka menganggap itu sebagai kompensasi atau ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) yang telah rusak akibat aktivitas perusahaan.

Baca Juga:

Merusak Alam, PMKRI Cabang Ruteng Tolak Pabrik Semen di Manggarai Timur

Tahun 2015 PT Arrtu Plantation menghalangi kegiatan panen kelapa sawit yang dilakukan warga, namun kemudian pihak perusahaan meninggalkan lokasi setelah ditunjukan Surat Keterangan Tanah (SKT) bertahun 2004 milik warga.

Pada tahun 2016, warga berupaya melaporkan kegiatan ‘pengrusakan’ lahan oleh PT Arrtu Plantation ke aparat Kepolisian Ketapang, pihak keluarga pun sudah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian, namun hingga saat ini laporan itu belum mempunyai titik terang.

Pada 12 Mei 2022, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ketapang menerbitkan Sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) atas nama Sendiri.

Warga mempertanyakan sikap aparat penegak hukum (APH)  Kabupaten Ketapang atas laporan yang telah mereka buat, malah warga dijadikan tersangka dan di-DPO-kan oleh kepolisian akibat laporan pihak perusahaan atas dugaan pencurian buah sawit.

Versi Perusahan PT Arrtu Plantation

Pihak Manajemen PT Arrtu Plantation, seperti dilansir oleh japos.co, menjelaskan bahwa pada tahun 2007 perusahaan mendapatkan IUP, dan melakukan ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) pada lahan tersebut.

Baca Juga:

Kapitalis VS Masyarakat Sipil; Kasus Pengusiran 900 Warga NTT oleh Perusahaan Sawit di Kaltim

Sosialisasi kepada masyarakat, pemerintah desa dan pihak kecamatan sudah dilakukan pada tahun 2007. Operasi pembukaan lahan mulai dilakukan pada tahun 2008. Selama pembersihan lahan, penanaman hingga pemanenan tidak ada masalah.

Hingga kemudian, warga atas nama Suharjo alias Ujang Alus mulai menggerakan beberapa masyarakat melakukan ‘pencurian’ buah sawit milik perusahaan.

Atas tindakan itu, pihak perusahaan kemudian membuat aduan resmi ke Polres Ketapang dan Suharjo di-“DPO”-kan oleh Polres Ketapang.

Atas SHM milik warga pada lahan tersebut, pihak Perusahaan PT. Arrtu mempertanyakan SHM yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang, yang sudah ada IUP dan sudah dilakukan GRTT kepada warga.

Masyarakat berharap agar pihak aparat penegak hukum berdiri tegak tanpa condong, menjadi penengah antara warga dengan perusahaan, dan semoga kasus ini tidak lagi berujung pada kekerasan oleh pihak manapun, terutama kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara kepada warga masyarakat.

Foto : Aparat Penegak Hukum (APH) hadir diantara warga dan perusahaan yang bersengketa lahan.

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of