Ai Benga Olha dan Kritik Sosial

Hobi
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Lagu dengan irama dolo-dolo dan Masyarakat Lamaholot ibarat sekeping koin dengan dua sisi. Irama dolo-dolo boleh dibilang adalah Masyarakat Lamaholot itu sendiri. Karena itu lagu-lagu rakyat dengan irama dolo-dolo pasti memiliki tempat khusus di hati Masyarakat Lamaholot.

Begitu juga dengan lagu Ai Benga Olha. Lagu rakyat ini sering sekali dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi Lamaholot.

Tentu dengan lirik pantun ciptaan masing-masing. Lirik-lirik ini, banyak yang sekedar menghibur, namun ada pula yang memiliki pesan-pesan khusus. Ada pesan budaya dan kearifan lokal, ada juga kritik sosial dari lirik pantun-pantun tersebut.

Baca Juga:

Mencermati Arogansi Pernyataan Bupati Flores Timur di Akhir Masa Jabatan

Lagu Ai Benga Olha belakangan ini menjadi sesuatu yang wajib kami putar di rumah. Ia menjadi lagu yang meninabobokan putra kami.

Dibanding lagu daerah Lamaholot lain, ataupun lagu pengantar tidur dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing, putra kami rupanya lebih menyukai Ai Benga Olha versi “Projek Dadakan”

Di akun youtube official mereka, ‘OFFICIAL PROJEK DADAKAN’ yang saat tulisan ini dibuat telah memiliki 6.02 ribu subscriber, sementara lagu mereka sudah ditonton sebanyak 301 ribu kali.

Tidak bermaksud membandingkan dengan yang lain, karena memang saya tidak memiliki cukup kapasitas sebagai ‘tukang kritik’ lagu. Saya jauh dari sana.

Putra kami yang begitu cepat tertidur saat lagu ini diputar, rupanya menulari saya sehingga juga menyukai lirik-lirik dalam lagu mereka. Setidaknya ada dua lirik pantun dalam lagu mereka ini yang menarik bagi saya.

Baca Juga:

Gaya Gubernur NTT Memimpin dan Tantangan Kepemimpinan era Industri 4.0

Ketertarikan pada dua lirik pantun dalam lagu mereka inilah, yang mendorong lahirnya tulisan ini.

“tanggal muda terima kasih, tanggal tua terima kasih..

aparat kita hobinya janji, alamat kita cari solusi”

Rupanya bagi mereka, aparat kerap hanya bisa memberi janji sementara realisasi dari janji tersebut belum sampai ke mereka. Karena janji-janji yang tak pernah tertunaikan itulah maka masyarakat kemudian mencari solusi-solusi sendiri atas berbagai persoalan yang mereka hadapi.

Barangkali ini suasana batin yang melahirkan lirik pantun yang mereka nyanyikan.

Belakangan ini, di berbagai laman media sosial bertebaran poling siapa bupati Flores Timur periode berikutnya. Dalam banyak kesempatan saya mengatakan bahwa, siapa yang menjadi bupati bukan persoalan yang urgent.

Siapa yang menjadi bupati mungkin penting dalam sebuah pesta demokrasi, tapi bukan kebutuhan kita saat ini. Yang menjadi kebutuhan urgen saat ini adalah membuat peta jalan menuju “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Flores Timur”.

Baca Juga:

Politik Identitas vs Politik Gagasan

Ini bukan sekedar hobinya janji. Peta jalan ini harus datang dari hasil membaca berbagai prioritas kebutuhan yang harus segera dipenuhi oleh para politisi kita. Membaca prioritas kebutuhan berarti terjun langsung dalam pergulatan masyarakat.

Aparat yang berjanji adalah membuat batasan antara dirinya dengan masyarakat yang ia janjikan sesuatu. Jembatan penghubungnya adalah apa yang ia janjikan.

Sementara terjun langsung dalam menggali hingga menemukan berbagai persoalan yang kemudian dicarikan alternatif solusinya bersama masyarakat adalah wujud dari sebuah solusi yang lahir bersama masyarakat.

“tanam kopi di muka rumah, lubang di mana, tanam di mana…

coba tanya kepala desa, dana desa buang di mana”  

Jarak yang diciptakan politisi/pemerintah, membuat kadang program-program yang mereka tawarkan tidak tepat sasaran. Tidak hanya program yang tidak tepat sasaran, integritas moral yang buruk kerap membuat rumusan program yang baik tidak menjawab secara langsung apa yang masyarakat butuhkan.

Baca Juga:

Menanti Tangan Dingin Para Kepala Desa

Rumusan Visi Misi pejabat politik-pemerintahan harusnya datang dari hasil menggali persoalan-persoalan prioritas yang ada di masyarakat, agar nantinya program-program kerjanya tidak jatuh ke lubang sasaran yang salah.

Jika terlalu banyak energi yang disalurkan untuk ‘adu urat leher’ siapa bupati yang akan datang, sementara menomor-sekiankan identifikasi persoalan-persoalan mendasar yang ada Flores Timur maka maka nantinya bisa saja ‘alamat kita (masyarakat) cari solusi (sendiri)’.

Energi kita saat ini, harusnya fokus pada mengidentifikasi ‘apa yang mau kita tanam (program kerja)’ pada ‘lubang (kebutuhan)’ yang tepat sasaran.

Peta jalan itu adalah persoalan-persoalan besar apa saja yang saat ini dibutuhkan masyarakat Flores Timur, sekaligus bagaimana kebutuhan itu dijawab.

Baca Juga:

Apa Hubungan Korupsi Dana Desa Dengan Pendidikan Politik Warga Desa?

Peta jalan ini juga harusnya terdiri atas berbagai alat ukur untuk mengukur sejauh mana perjalanan menjawab kebutuhan masyarakat Flores Timur telah tercapai.

Sekaligus memastikan komitmen kuat secara politis dan moril yang konsekuensinya mengikat masyarakat dengan para politisi entah itu eksekutif maupun legislatif yang dipilihnya.

Ai Benga Olha, bagi Projek Dadakan, tidak lagi sekedar hiburan. Benar, jika orasi protes masyarakat kehilangan makna, maka saatnya musik menjadi pilihan untuk menusuk telinga politisi. Semoga nyanyian-nyanyian kritik itu turun dari telinga menjuju ke hati.

“ake ure, ake ure, ran’nek medhon di ake ure, kaa’an elek onek, ranek medhon di ake ure”.

Pun demikian tulisan ini, sekedar menghibur hati, mengalihkan tanya dari gaduh di medsos soal SK yang (konon) ditandatangani dua hari setelah melepas masa jabatan itu. Ah,,jangan baper!

Foto dari tangkapan layar youtube “OFFICIAL PROJEK DADAKAN”

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of