Orang Tua Belajar Apa dari Kasus Perundungan Siswa SMAK Gloria 2 Surabaya?

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Minggu-minggu ini, media sosial dan media online, dipenuhi oleh berita tentang kasus perundungan yang dilakukan oleh Ivan Sugianto terhadap EV, pelajar SMA Gloria 2 Surabaya. Kasus ini menjadi perhatian publik setelah video Ivan Sugianto membentak dan memaksa  EV minta maaf dengan bersujud sambil menggonggong, viral di media sosial.

Video berdurasi 1 menit 4 detik tersebut adalah kelanjutan dari peristiwa pertandingan basket antar sekolah di sebuah mall di Surabaya, antara SMA Gloria 2 tempat EV bersekolah dan SMA Cita Hati, tempat anak Ivan Sugianto bernama  Ex bersekolah.  

Seperti dilansir pada laman Tribunnews,com, pada pertandingan tersebut, terjadi saling mengejek di lapangan, di antaranya menurut Ex, terkait gaya rambut Ex yang seperti pudel (salah satu ras anjing). Menurutnya ini menjadi lelucon di antara teman-teman EV bahkan hingga berlanjut ke media sosial. 

Baca Juga:

Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Identitas Anak

Merasa tidak terima dengan perlakuan tersebut, Ex mengirim pesan kepada EV untuk memintanya membuat video permintaan maaf dan menulis permintaan maaf yang ditandatangani di kertas bermeterai. Atas saran orang tuanya, EV menolak memenuhi permintaan tersebut. Alasan orang tua EV, mereka masih di bawah umur. 

Ex memberi waktu dua hari pada EV untuk menyerahkan surat dan video tersebut. Karena permintaannya tidak dipenuhi EV, Ex mengancam akan mendatangi sekolah EV. Dan pada tanggal 21 Oktober 2024, hari yang ditentukan, Ex memang mendatangi sekolah EV. Karena mengetahui anaknya akan didatangi, Ira Maria, ibu dari EV menjemput EV ke sekolah. 

Melihat ada Ex, dan beberapa orang tua berbaju bebas, Ira Maria berinisiatif mendekati mereka dan bertanya ada masalah apa. Kepada salah satu orang yang mengaku sebagai sepupu Ex, Ira Maria menjelaskan bahwa anaknya EV tidak pernah melontarkan ejekan langsung dan sudah minta maaf via chat. 

Baca Juga:

Kekerasan Masih Marak di Sekolah karena Belum Munculnya Kepedulian dan Empati Sekolah pada Kesejahteraan Mental Murid

Karena tidak terima dengan penjelasan tersebut, Ex kemudian menghubungi dan mengadu pada papanya. Ivan Sugianto lalu datang ke lokasi dan tanpa bertanya langsung marah, meminta EV sujud  minta maaf dan meminta EV menggonggong layaknya seekor anjing seperti yang terlihat pada video yang viral di media sosial.

Peristiwa itu disaksikan oleh banyak siswa dan orang tua yang datang menjemput anak.  Oleh karena itu SMAK Gloria 2 mengadukan Ivan Sugianto kepada polisi karena diduga melakukan kekerasan dan pengancaman. Bahkan petugas keamanan sekolah mendapatkan makian hingga kontak fisik berupa dorongan dari pihak teradu. 

Setelah menerima pengaduan dan melakukan gelar perkara, polisi menangkap Ivan Sugianto di bandara Juanda Surabaya pada Kamis (14/11) dan langsung ditahan. Ivan dijerat pasal Undang-undang perlindungan anak. Pasal yang disangkakan adalah pasal 80 ayat 1 atau pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHAP dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara.

Setelah beberapa hari Ivan Sugianto mendekam di sel tahanan, Ex sang anak menulis surat bernada sedih dan penyesalan kepada sang ayah, sebagaimana dibagikan oleh akun instagram @royshakti pada Selasa (19/11/20204). 

Baca Juga:

Empat Cara Mencegah Perilaku Bullying di Lingkungan Sekolah

“Pa, aku minta maaf ya. Gara-gara aku, malah Papa yang kena masalah. Aku tau ini semua gara-gara aku. Aku salah Pa. Maafin aku ya Pa. Sekarang aku dipanggil pudel lagi aku sudah ga apa-apa daripada Papa masuk penjara,” tulis Ex. Di akhir suratnya Ex berjanji tidak akan melibatkan ayahnya lagi dalam setiap masalah yang dia hadapi.

Orang tua belajar apa dari kasus ini?

Dari kacamata pendampingan orang tua pada anak, kasus ini menyimpan banyak pelajaran bagi  orang tua dan guru. Oleh karena itu sayang jika kita tidak belajar dari kasus ini, untuk pendampingan yang lebih baik pada anak muda, pada masa yang akan datang. 

Menurut hemat saya, seharusnya ending dari kasus ini lebih positif jika Ivan Sugianto sebagai orang tua melakukan hal-hal seperti berikut: 

Pertama, ketika anak mengadukan konflik yang mereka alami dengan teman sebayanya, Ivan Sugianto tidak boleh tidak percaya sama sekali pada anak terhadap isi aduan, tetapi orang tua juga tidak boleh langsung percaya, karena dalam semua aduan, anak memiliki kepentingannya sendiri.

Baca juga : 

Membaca Statistik tentang Kasus Bullying di Indonesia

Dalam kasus ini, untuk memperoleh dukungan, pasti Ex tidak cerita apa adanya,  untuk kepentingan mendapatkan dukungan dari orang tua. Oleh karena itu, sebelum melakukan tindakan, sebaiknya orang tua mencari informasi tentang duduk perkara kasus terlebih dahulu. 

Setelah mencari informasi untuk memperoleh kejelasan tentang duduk perkara kasus, baru lakukan tindakan.  Seharusnya Ivan Sugianto bertanya pada teman-teman anak-anaknya, bisa menghubungi guru pendamping anak untuk memperoleh kejelasan tentang duduk perkara kasus anaknya. 

Yang terjadi, hal itu tidak dilakukan oleh Ivan Sugianto, melainkan secara reaktif dan emosional datang ke lokasi dan langsung memarahi Ev,  meminta Ev melakukan seperti yang sudah dipaparkan, yang membuatnya dituduh melakukan persekusi dan perundungan anak di bawah umur, yang menjadi alasan ia ditahan dan berurusan dengan aparat hukum. 

Baca juga : 

Memaknai Kasus Murid SMP di Temanggung yang Membakar Sekolah karena Di-bully

Kedua, kasus ini mengajarkan pada kita bahwa sebagai orang tua, bersikap reaktif dan emosional demi menunjukkan pembelaan pada anak secara berlebihan, tidak bermanfaat. Seperti pada kasus ini, orang tua malahan menghadapi masalah baru, dan dari kasus ini anak tidak belajar dalam rangka tumbuh menjadi dewasa.

Ketiga, saya setuju pada Prof. Rhenald Kasali ketika mengomentari kasus ini. Menurut Prof Rhenald, dalam kasus ini, orang tua tidak menjadi contoh orang tua yang baik. Kita sering berbicara mendorong anak menjadi anak yang baik, tetapi tidak menjadi contoh bagaimana menjadi orang baik. 

Dalam kasus ini, orang tua harusnya mendampingi anak menyelesaikan masalah mereka; mendampingi anak bagaimana meng-handle perasaan;  ketidaknyamanan,  dan kemarahan, sebagai bagian dari pembentukan  kecerdasan sosial mereka. Proses tersebut tidak terjadi karena kemarahan dan sikap reaktif Ivan Sugianto.

Baca juga : 

Pendidikan di SMA di Adonara Timur, Tanggung Jawab Siapa?

Kita berharap melalui kasus ini, semua pihak belajar bagaimana menjadi orang tua yang lebih baik, ketika anak menghadapi masalah dengan teman sebayanya. Untuk pertumbuhan mereka, remaja membutuhkan orang tua yang matang dan dapat menjadi teladan.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto ilustrasi dari tangkapan layar di youtube animasi biyani

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of