Lanjutan atas Tulisan Kemarin..
Eposdigi.com – Bursa komoditi global, selalu memainkan peran signifikan yang mempengaruhi fluktuasi harga komoditas pertanian lokal. Dalam konteks Indonesia misalnya; kita bahkan tidak bisa mematok harga kopra, bahkan jika itu diperdagangkan di tingkat lokal, untuk kebutuhan produksi lokal dan nantinya untuk mensupply pasar minyak goreng lokal.
Walaupun Indonesia merupakan produsen CPO (Crude Palm Oil) atau minyak sawit mentah lebih dari 50 % untuk pasar dunia, namun harga minyak minyak sawit mentah bahkan hingga harga minyak sawit yang siap dikonsumsi sekalipun, tetap mengikuti pergerakan harga di pasar global.
Pergerakan harga CPO sekalipun, akan memberi pengaruh pada harga kopra, walaupun kopra mungkin tidak digunakan sebagai bahan baku produksi minyak goreng kelapa. Tidak hanya itu, harga kopra pun dipengaruhi oleh tingkat produksi canola, biji bunga matahari hingga jagung.
Baca Juga:
Apakah Pemerintah Kabupaten Dapat Menetapkan Harga Komoditi Pertanian?
Apalagi jika komoditi-komoditi tersebut diperdagangkan secara global, maka harga komoditi ini akan mengikuti mekanisme pasar.
Walaupun harga komoditi pertanian sangat tergantung pada bursa komoditi global, namun pemerintah daerah harus mengambil kebijakan-kebijakan untuk memastikan petani penghasil komoditi tetap mendapatkan manfaat yang paling maksimal dari pergerakan harga komoditi di pasar global.
Jika mau disederhanakan, maka pemerintah daerah bisa mengambil dua kebijakan penting untuk mensejahterakan para petani penghasil komoditi pertanian, melalui dua program. Kedua program ini tentu merupakan entitas usaha ekonomi produktif, apapun format yang mau dipakai untuk meloloskan dua program tersebut.
Baca Juga:
Pertama: memberi nilai tambah atas komoditi-komoditi pertanian untuk mendapatkan harga terbaik di pasar. Ini berarti, komoditi-komoditi pertanian kita harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu, alih-alih dijual mentah.
Proses memberi nilai tambah ini tentu memiliki banyak manfaat. Terutama kepada masyarakat petani. Proses pengolahan ditingkat petani memungkinkan harga jual atas komoditi pertanian mereka mendapatkan harga yang lebih memadai.
Selain itu, dalam proses pengolahan entah menghasilkan barang jadi atau pun barang setengah jadi, tentu dapat menyerap tenaga kerja lokal. Akan lebih menarik jika para petani menjalankan usaha untuk memberi nilai tambah atas hasil pertanian mereka sendiri.
Syarat utamanya adalah, produk yang dihasilkan oleh proses memberi nilai tambah yang dilakukan di tingkat lokal harus bisa memenuhi standar kualitas produk. Kualitas produk yang sesuai dengan selera pasar akan menjadi prasyarat utama produk yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar.
Baca Juga:
Kedua : Tidak dapat dipungkiri bahwa harga komoditi pertanian dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain harga di tingkat global, panjangnya rantai distribusi pun sangat mempengaruhi harga komoditi pertanian kita.
Karena itu yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah mengambil alih rantai distribusi yang panjang ini, memotongnya sedemikian rupa, agar berapapun pergerakan harga di pasar global, kita dapat memastikan bahwa para petani penghasil komoditi, mendapatkan manfaat lebih besar, berapapun pergerakan harga komoditi di bursa komoditi global.
Pemerintah kabupaten, ketika harga komoditi tertentu sedang menurun drastis sekalipun, jangan sampai para petani kita mengalami kerugian yang besar. Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah sebagai pengendali harga adalah dengan menerbitkan resi gudang.
Baca Juga:
Resi gudang menjadi salah satu alternatif untuk mengendalikan harga komoditi pertanian, tanpa merugikan petani akibat penurunan harga komoditi di pasar global. Pemerintah tetap membayar harga yang menguntungkan petani yang menjual komoditi mereka.
Namun pemerintah juga tidak merugi. Komoditi yang ada di gudang baru akan dilepas ke pasar setelah harga komoditi tersebut sudah meningkat.
Memotong rantai distribusi, selain melalui mekanisme resi gudang, pemerintah kabupaten harus memastikan agar para petani dapat mengakses pasar secara langsung ke konsumen pemakai akhir dari komoditi yang yang mereka hasilkan.
Kedua program ini adalah entitas usaha produktif. Karena itu harus ada institusi bisnis profesional, yang menyelenggarakan kedua hal tersebut sesuai dengan skala ekonominya.
Baca Juga:
Kita bisa mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai pelaksana dua program tersebut. Apalagi jika BUMD merupakan holding atau gabungan dari beberapa BUMDes.
Untuk urusan ini, pemerintah kabupaten harus melakukan studi analisa bisnis yang mendalam untuk memastikan skala dan visibilitas ekonominya.
Badan Usaha Milik Daerah sebaiknya merupakan perseroan yang sahamnya juga dimiliki oleh BUMDes-BUMDes. Ini untuk menjamin bahwa para petani komoditi memperoleh manfaat yang lebih besar karena keuntungan yang diperoleh dari BUMD dapat didistribusikan secara berkeadilan sesuai dengan porsi saham yang dimiliki oleh BUMDes-BUMDes.
Foto ilustrasi dari: kaltim.bpk.go.id
Leave a Reply