Eposdigi.com – Kita semua tahu bahwa Indonesia adalah negara hukum. Seperti yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Keempat pada tahun 2002, terkait konsepsi Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.”(dpr.go.id/jdih/uu1945).
Hal ini berarti bahwa, negara Indonesia menjadikan hukum itu sebagai kekuasaan tertinggi dalam menjalankan pemerintahannya.Yang dimaksud negara hukum adalah negara yang menggunakan aturan-atauran hukum sebagai cara untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara.
Peraturan-peraturan tersebut bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar. Aturan tersebut tentunya yang membatasi segala bentuk kewenangan-wenangan. Hingga pada akhirnya keadilan dan keseimbangan bisa diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Aristoteles mengatakan bahwa “sumber kekuasaan adalah hukum” (bantuanhukum-sbm.com/artikel-gagasan-hukum). Arah dari pemerintahan para penguasa adalah untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat.
Ini akan tercapai apabila hukum ditetapkan sebagai sumber kekuasaan negara tersebut.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa setiap warga Negara Indonesia dalam melaksanakan tindakan apapun termasuk juga terkait pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya didasari pada kepastian hukum.
Namun saat ini, penegakan hukum di Indonesia, belum cukup membuat masyarakat benar-benar menaati hukum. Saat ini banyak sekali permasalahan hukum yang terjadi, salah satunya adalah tindakan pencabulan atau pelecehan seksual.
Misalnya, seperti diwartakan kompas.com (08/12/2021), seorang guru di salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, melakukan tindakan pencabulan dan pemerkosaan terhadap 12 perempuan yang adalah anak didiknya sendiri.
Baca Juga: Predator Seksual Anak Merajalela, Kita Kudu Apa?
Dikatakan, pelaku yang diketahui berinisial HW melakukan aksinya sekitar tahun 2016 sampai 2021, adapun korban mencapai belasan perempuan. “Anak korban berjumlah 12 orang dengan rata-rata usia 16-17 tahun, dan pelaku yang diketahui berinisial HW kini telah ditangkap dan kasusnya sudah masuk dalam persidangan.
Berdasarkan hukum di Indonesia, terkait kasus diatas maka pelaku akan dikenakan ancaman pidana pencabulan anak di bawah umur. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 76, disebutkan bahwa setiap orang dilarang memaksa anak melakukan persetubuhan, baik dengan dirinya maupun dengan orang lain.
Jika terjadi pemaksaan atau ancaman terhadap anak untuk melakukan persetubuhan, maka tindakan tersebut merupakan pencabulan, sehingga dapat dikenai ancaman pidana. Sebagaimana yeng telah diatur pada Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak, (blog.justika.com/pidana-dan-laporan-polisi/ancaman-pidana-pencabulan-anak-di-bawah-umur).
Hukuman dari perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 81 Perppu 1/2016 sebagai berikut:
- Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
- Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
Baca Juga: Virginitas Jadi Ukuran Kehormatan Perempuan?
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
- Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
- Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
- Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
- Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak, (hukumonline.com/klinik/a/delik-aduan-lt4f9bb33933005).
Semoga dengan adanya aturan hukum seperti ini dapat menegakan setiap permasalahan hukum yang terjadi di negara kita. Akan tetapi diharapkan bagi semua orang di luar sana terutama orang tua tetap selalu waspada, karena pencabulan terhadap anak di bawah umur bisa terjadi kapan saja, dan pelakunya bisa datang dari mana saja.
Solusinya, mungkin orang tua atau siapapun itu bisa memberikan pendidikan seksual kepada anak-anaknya. Disarankan sedari kecil, anak perlu dididik agar paham tentang bagian – bagian tubuh mereka yang privat, untuk tidak mengizinkan orang lain sembarangan menyentuhnya.
Anak juga diajarkan untuk peka terhadap hal-hal yang mengarah pada pelecehan seksual, dan tidak takut dan malu mencari pertolongan saat mengalami hal-hal itu.
Tidak hanya itu orang tua juga sangat perlu mendidik setiap anaknya baik itu laki-laki maupun perempuan untuk tidak melecehkan siapapun, menghormati semua orang, dan tidak terlibat dalam segala macam bentuk pelecehan.
Anak laki-laki dapat belajar melalui contoh dari setiap orang dewasa di rumahnya. Dari ayah yang menghormati ibunya, dan saudara-saudara perempuannya, dari saudari perempuan yang menjaga dirinya. Anak perempuan belajar menjaga dirinya seperti ibunya yang menjaga kehormatan.
Baca Juga: Upaya Menghilangkan Kekerasan Seksual di Kampus
Walaupun sudah diatur dalam undang – undang, mengingat bahwa dampak psikologis dan trauma dari korban pelecehen seksual bisa bertahan seumur hidup korban, maka pelaku tindak pidana pelecehan seksual, terutama jika korbannya adalah anak-anak maka pelaku harus dihukum maksimal, dan kepastian akan hukuman itu tidak boleh ditawar-tawar.
Demikian pula dengan korban pelecehan seksual harus memperoleh pendampingan yang cukup untuk menyembuhkan trauma atas peristiwa yang menimpanya.
Tulisan ini merupakan tugas untuk mata kuliah Pendidikan Ilmu Hukum. Penulis Adalah Mahasiswa Semester 2, FKIP – Jurusan Pendidikan PPKn- Universitas Pamulang- Tangerang Selatan. / Foto ilustrasi dari : riauterbit.com
Leave a Reply