Keterlaluan, Atap Sekolah Dasar Negeri di Riau Dicuri Maling

Sospol
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Senin yang lalu (7/2/2022), saya kaget membaca laman Detik.com. Pada edisi hari itu tertulis judul; “Terlalu, Atap Sekolah di Riau Hilang Dicuri”. Saya kaget karena berita seperti ini jarang terdengar sebelumnya.

Kalau barang seperti AC hilang, uang di ruangan Kepala Sekolah hilang, LCD hilang atau perangkat komputer di laboratorium hilang, sudah sering kita dengar.

Karena penasaran saya kemudian googling. Ternyata kejadian di Riau bukan kejadian satu-satunya. Pada tahun 2021 kejadian pencurian atap sekolah juga terjadi di Sumatera Utara.

Peristiwa pencurian tersebut terjadi di SD Negeri 200218 Padangsidempuan Sumatera Utara, sebagai kejadian yang paling akhir. Sebelumnya, pencurian perabot di sekolah ini sudah kerap terjadi, sejak tahun 2010.

Baca Juga: Masalah Uang Komite ; Orang Tua Aniaya Kepala Sekolah dan Siswa dikeluarkan dari Ruang Ujian

Kejadian pencurian di SD Negeri 200218 tersebut sudah dilaporkan lima kali ke polisi dan pihak terkait lain namun, sampai berita tersebut ditulis (12/10/2021) belum ada tindak lanjut dari pihak yang dilapori.

Dari penelusuran, saya kemudian menemukan detail informasi terkait dua sekolah tersebut yang membuat saya mengerti mengapa kejadian-kejadian aneh tersebut bisa terjadi pada sekolah sebagai salah satu pusat pengembangan peradaban manusia.

Atap yang dicuri di SD 05 Siak Hulu, Kampar, Riau, terjadi pada gedung yang memang saat ini terbengkalai dan tidak digunakan untuk proses belajar mengajar. Atap yang dicuri adalah atap seng sejumlah 30 helai.

Baca Juga : Seorang Ayah di Garut Nekat Mencuri HP untuk Anaknya, Apa Tindakan Jaksa?

Sehari-hari proses belajar mengajar di SD ini terjadi di gedung lain, pada lokasi yang sama. Berdasrkan data dapodik terakhir, gedung tersebut menampung proses belajar mengajar untuk 389 murid yang didampingi oleh 14 orang guru.

Jadi setiap hari ada aktivitas di lokasi ini dari hari Senin hingga hari Jumat. Oleh karena itu, keberadaan gedung yang tidak terurus di lokasi yang sama menjadi contoh yang kurang elok, tentang hidup bersih dan sehat.

Sedangkan pada SD Negeri 200218 Padangsidempuan Sumatera Utara, keadaan lebih memprihatinkan. Atap yang dicuri adalah atap genteng, di hampir seluruh sekolah tersebut termasuk pada lokasi yang digunakan untuk proses belajar mengajar.

Baca Juga: Murid Dipaksa Turun Kelas Karena Orang Tua Tidak Memilih Calon Kepala Desa yang Dijagokan Kepala Sekolah?

Pada tahun 2021, seperti dilansir pada laman merdeka.com, jumlah muridnya tinggal 6 orang. Terdiri dari 1 murid kelas IV dan 5 murid kelas V. Kepala Sekolah dalam keterangannya menyampaikan menurunnya murid tidak ada yang mendaftar karena kondisi fisik Gedung sekolah.

Pada pencarian yang saya lakukan, saya juga menemukan bahwa sekolah tersebut pada tahun 2021 telah diperbaiki oleh pemerintah. Saya menemukan foto gedung SD Negeri 200218 terbaru sudah beratap, di cat hijau kuning.

Kelihatan cukup asri, namun ketika saya menengok data dapodik sekolah ini, ternyata saat ini  tidak lagi memiliki murid, meskipun gedungnya sudah diperbaiki.

Mendalami akar masalah

Bagi saya, pencurian atap dua sekolah kita hanyala gejala. Di balik gejala tersebut ada akar masalah yang harus ditangani, jika ingin menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas.

Baca Juga : Satu Lagi Taruna Sekolah Kedinasan, Politeknik Ilmu Pelayaran Tewas di Tangan Senior

Untuk memahami secara mendalam kenapa pencuri tergerak untuk mencuri atap di kedua sekolah tersebut diperlukan keterangan lebih detail misalnya dari hasil penyelidikan polisi.

Namun dari keterangan yang saya himpun mengarahkan saya pada beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, tadi saya mengatakan sekolah adalah salah satu pusat pengembangan peradaban positif manusia. Dari cara pemerintah dan birokrasi pendidikan, termasuk kepala sekolah mengurus dua sekolah tersebut, sekolah ini tidak sedang jadi pusat pengembangan peradaban.

Gedung sebagai salah satu komponen dan aset penting dibiarkan terbelengkalai. Terlihat kotor dan kumuh. Oleh karena itu, pencuri tidak melihat di dua sekolah tersebut ada pengembangan peradaban di sana.

Baca Juga : Bonus Demografi dan Tantangan Dunia Pendidikan di Flores Timur: Sebuah Prespektif Pedagogi Kritis

Nampaknya pencuri hanya melihatnya sebagai aset yang terbengkalai. Daripada terbengkalai mendingan diambil untuk dimanfaatkan atau dijual untuk mendapatkan uang. Bagi pencuri, itu lebih berguna.

Kedua, kasus seperti ini menggambarkan buruknnya tata kelola pendidikan kita pada waktu yang lalu, oleh pemerintah kita, khususnya birokrasi pendidikan kita. Pada zaman Orde Baru dibangun SD Inpres atau Sekolah Negeri di hampir semua desa.

Waktu itu pemerintah tidak mempertimbangkan pertimbangan jangka panjang, dampak dari program pembangunan lain.

Program pembangunan lain yang dimaksud adalah program keluarga berencana. Karena dampak program keluarga berencana waktu itu, hingga sekarang pada umumnya keluarga cuma memiliki dua anak.

Baca Juga : Krisis Multidimensi Karena Covid-19, Ujian bagi Ketahanan Keluarga dan Sekolah Kita

Oleh karena itu, sekolah-sekolah yang dibangun masal pada saat itu, saat ini, mulai banyak yang kosong karena, menurunnya populasi anak usia sekolah.

Harusnya pada saat itu, meskipun perlu dibangun SD Inpres, namun tidak harus dilakukan di semua desa. Desa-desa yang sudah ada sekolah swastanya tidak perlu dibangun SD Inpres di sana.

Oleh karena itu, kebijakan ini tidak hanya menyebabkan gedung sekolah tidak ada muridnya tetapi juga mematikan sekolah swasta di daerah tersebut.

Ketiga, Kepala Sekolah Negeri harus dilatih mengelola aset, bukan hanya sebagai pengguna aset. Kasus di kedua sekolah yang kita bicarakan terjadi karena kepala sekolah cuma menjadi pengguna aset.

Baca Juga: Benarkah Sekolah Kita Sedang Mengalami Darurat Kekerasan?

Karena jumlah muridnya lebih sedikit dari jumlah ruangan yang tersedia, maka ruangan yang tidak dipakai dibiarkan kosong, tidak dirawat, akhirnya rusak.

Kita berharap kasus seperti ini menjadi perhatian serius pihak terkait, ditangani sebaik-baiknya agar tidak lagi terulang di masa depan.

Kita juga berharap semua pihak belajar dari kasus ini sehingga bukan hanya tidak terulang, tetapi sekolah dapat sungguh-sungguh menjadi pusat pengembangan peradaban manusia.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto:detik.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of