Orang-orang Sukses Ini Tidak Sepenuhnya Lahir dari Sistem Persekolahan Kita?

Internasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Publik saat ini sedang membicarakan Gautama Andani, lantaran Majalah Forbes mencantumkan nama pria ini dalam jajaran 10 orang terkaya di dunia.

Saat ini kekayaan Gautama Andani ditaksir US$ 90.1 milyar, atau setara 1.293 trilyun rupiah. Di Asia, dengan jumlah kekayaan tersebut, ia menjadi orang terkaya, mengalahkan Mukesh Ambani, sama-sama dari India.

Saya lantas mencari tahu siapa orang ini. Setelah searching, saya memperoleh data dan tertarik, terutama tentang pendidikannya. Meskipun berasal dari keluarga yang susah, namun ia sempat mengenyam pendidikan di sekolah mahal Seth CM Vidyalaya, Ahmedabad.

Lepas dari sana, ia sempat mengenyam pendidikan di Gujarat University, pada Jurusan Perdagangan.

Baca Juga: Mengapa Tiga Orang Indonesia ini Dapat Menjadi Profesor pada Usia Muda di Universitas Luar Negeri?

Ia mengira, ilmu yang akan ia pelajari di Jurusan Perdagangan bisa membantunya untuk menjawab pertanyaan di benaknya, dan memuaskan minatnya terkait perdagangan.

Hingga tahun kedua ia mengikuti kuliah, ia  tetap melakukan aktivitas belajar mandiri untuk menjawab pertanyaannya sendiri, selain kuliah akademis yang ia ikuti.

Oleh karena itu, ia tidak merasakan manfaatnya. Ia bahkan merasakan pembelajaran secara akademik tidak cocok baginya. Ia mengalami tidak memperoleh apa yang ia butuhkan untuk mengembangkan minatnya.

Maka pada tahun kedua ia memutuskan untuk berhenti kuliah. Selain masalah biaya, ia mengalami melalui belajar mandiri ia sudah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis terkait minat berdagangnya.

Baca Juga : Nasihat Bernas dari Elon Musk bagi Pelajar dan Mahasiswa Jika Ingin Sukses

Dengan hanya berbekal pendidikan menengah ia terjun ke dunia bisnis. Ia bertekad terus melakukan belajar mandiri sambil menekuni dunia bisnis. Proses belajar mandiri itu terus ia lakukan, dan Gautama Andani berhasil menjadi 10 orang terkaya di dunia.

Pengalaman Gautama Andani ini juga dialami oleh raksasa teknologi dan pebisnis sukses di berbagai tempat. Sebut saja Steve Jobs, Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jan Koum.

Mereka adalah pendiri raksasa teknologi yang mengalami belajar di bangku kuliah tidak membantu mereka menyelesaikan masalah yang mereka temukan pada tahap inovasi produk mereka.

Maka seperti Gautama Andani, mereka juga memutuskan untuk berhenti kuliah secara akademik. Tetapi proses inovasi produk mereka mengharuskan untuk terus belajar secara mandiri dan lebih fokus pada masalah inovasi yang mereka hadapi.

Apa yang esensial dari proses mereka?

Bukan berarti saya menganjurkan bahwa jika ingin sukses, keluarlah dari bangku kuliah. Karena banyak juga orang sukses dapat menyelesaikan pendidikan akademis mereka. Lalu apa faktor pokok yang membuat mereka juga berhasil?

Baca Juga : Penelitian Membuktikan bahwa Anak yang Sukses, Mempunyai Ibu yang Bahagia

Menurut hemat saya, faktor pokok yang membuat mereka sukses adalah belajar mandiri. Mereka yang kuliah, esensi dari kuliah adalah belajar. Jika kuliah tanpa belajar bisa lulus kuliah, namun tidak akan berhasil dalam karier.

Karena tantangan karier mengharuskan para pelakunya untuk terus belajar sepanjang karier. Kenapa begitu? Karena semua aspek yang berpengaruh dalam karier terus berubah, karena terus majunya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bagi mereka yang memilih untuk berhenti kuliah, juga dapat berhasil jika mereka terus belajar, bahkan lebih fokus belajar terkait inovasi yang mereka kembangkan. Jadi hal yang sangat esensial dari keberhasilan dua kelompok ini adalah belajar mandiri.

Merdeka Belajar-nya Nadiem Makarim

Angin segar dibawa oleh Nadiem Makarim melalui kebijakan Merdeka Belajar-nya. Melalui kebijakan ini, sekat-sekat kaku yang tidak pro pada pertumbuhan murid sebagai pribadi dibongkar.

Baca Juga : Bagaimana Orang Tua Mengantar Maudy Ayunda Meraih Segudang Prestasi?

Pendidikan dan pengajaran harus berpusat pada anak. Minat dan bakat anak harus menjadi fokus pertumbuhan dalam proses belajar mengajar. Pengajaran tidak lagi klasikal tetapi individual. Anak tidak lagi dipaksa menyesuaikan diri dengan guru.

Selain itu, pendidikan juga harus holistik, untuk memajukan pikiran, menghaluska perasaan, dan menguatkan kemauan. Ini tentu disesuaikan dengan realitas anak.

Oleh karena itu, pendidikan dan pengajaran harus relevan dan kontekstual. Maka pendidikan harus membekali anak didik dengan kemampuan beradaptasi. Minat belajar anak harus dipupuk dan tidak dimatikan oleh guru.

Kebijakan merdeka belajar tampaknya hendak diimplementasikan melalui pemberlakuan kurikulum. Kurikulum prototipe yang sekarang tengah diujicobakan pada sekolah-sekolah penggerak.

Baca Juga: Belajar dari Para Milyarder Ini menghadapi Kegagalan

Kita berharap perubahan ini terus didorong sehingga dunia pendidikan kita lebih pro pada pertumbuhan anak, sehingga dapat lahir Gautama Andani, Mark Zuckerberg, atau Bill Gates baru melalui sekolah-sekolah kita.

Mereka tidak harus hengkang dari sekolah karena dunia persekolahan tidak ramah pada pengembangan minat, bakat, bahkan bibit inovasi yang ada di kepala mereka.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis  / Foto:ft.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of