Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda: Mimpi Baru atau Jurang Baru?

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Pendidikan di Indonesia selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Kini, dua kebijakan baru mulai muncul ke permukaan: Sekolah Rakyat (SR) dan Sekolah Unggulan Garuda (SUG). 

Dua model sekolah ini dirancang untuk kelompok yang sangat berbeda—SR untuk masyarakat miskin dan miskin ekstrem, sedangkan SUG untuk anak-anak bertalenta di bidang sains dan teknologi.

Apakah dua kebijakan ini solusi yang menjanjikan atau justru memperlebar kesenjangan? Bagaimana nasib sekolah reguler yang menjadi tulang punggung pendidikan nasional? Mari kita bedah secara komprehensif.

Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda: Sebuah Gagasan yang Kontras

Rencana pendirian Sekolah Rakyat (SR) ditujukan bagi masyarakat miskin, dikelola oleh Kementerian Sosial. Sementara itu, Sekolah Unggulan Garuda (SUG) berada di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan bertujuan mengembangkan talenta unggul di bidang sains dan teknologi.

Baca Juga:

Usul Mengenai Kurikulum Sekolah Rakyat dan Bagaimana Implementasi Real Kurikulumnya

Pendidikan di Indonesia selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Kini, dua kebijakan baru mulai muncul ke permukaan: Sekolah Rakyat (SR) dan Sekolah Unggulan Garuda (SUG). 

Dua model sekolah ini dirancang untuk kelompok yang sangat berbeda—SR untuk masyarakat miskin dan miskin ekstrem, sedangkan SUG untuk anak-anak bertalenta di bidang sains dan teknologi.

Apakah dua kebijakan ini solusi yang menjanjikan atau justru memperlebar kesenjangan? Bagaimana nasib sekolah reguler yang menjadi tulang punggung pendidikan nasional? Mari kita bedah secara komprehensif.

Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda: Sebuah Gagasan yang Kontras

Rencana pendirian Sekolah Rakyat (SR) ditujukan bagi masyarakat miskin, dikelola oleh Kementerian Sosial. Sementara itu, Sekolah Unggulan Garuda (SUG) berada di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan bertujuan mengembangkan talenta unggul di bidang sains dan teknologi.

Baca Juga:

Dark Learning: Distorsi Informasi

Baik SR maupun SUG menerapkan sistem asrama dengan beasiswa penuh dari pemerintah. SUG akan mengadopsi kurikulum nasional dan internasional, dengan pengajar dari dalam dan luar negeri. Targetnya, hingga tahun 2029, pemerintah akan mendirikan 40 Sekolah Unggulan Garuda.

Namun, meski terlihat menjanjikan, ada sejumlah pertanyaan kritis yang perlu dijawab:

  • Apakah SR dan SUG akan mempersempit atau justru memperlebar jurang pendidikan?
  • Bagaimana kebijakan ini berdampak bagi sekolah reguler?
  • Apakah SR hanya akan menjadi “sekolah belas kasihan” dan SUG menjadi “sekolah elite” baru?

Kita perlu menelusuri dampak kebijakan ini dari perspektif sosial, ekonomi, dan filosofis.

  1. Perspektif Sosial: Apakah Kesetaraan Semakin Tercapai?

Sejarah pendidikan Indonesia mencatat bahwa pemisahan sekolah berdasarkan status sosial-ekonomi selalu berujung pada ketimpangan. Jika dulu kita mengenal sekolah negeri sebagai “sekolah rakyat” dan sekolah swasta sebagai “sekolah elite”, kini SUG dan SR bisa jadi menciptakan stratifikasi pendidikan baru.

Baca Juga:

Menyambut Kehadiran SMA Unggulan Garuda dengan Beberapa Catatan

Seorang guru di Tangerang, Pak Daru, mengungkapkan kekhawatirannya:

“Sekolah Rakyat bisa jadi akan dipandang sebelah mata, seperti tempat menampung anak-anak miskin tanpa benar-benar meningkatkan kualitas pendidikan mereka,” ujarnya.

“Sementara itu, Sekolah Unggulan Garuda bisa menjadi tempat anak-anak cerdas dari keluarga mampu, karena seleksi talentanya tetap membutuhkan dukungan pendidikan awal yang baik,” lanjutnya. 

Di sisi lain, Ibu Rina, orang tua siswa di Jakarta, memiliki pandangan berbeda:

“Saya mendukung Sekolah Unggulan Garuda, karena anak saya berbakat di bidang sains. Tapi saya khawatir, bagaimana dengan anak-anak lain yang tidak masuk SUG? Apakah mereka hanya akan ‘ditampung’ di SR tanpa masa depan yang jelas?”

Pemerintah perlu memastikan bahwa SR bukan hanya sekadar “sekolah belas kasihan” dan SUG tidak menjadi eksklusif.

Baca juga :

Masalah Mutu Pendidikan Kita dan Reposisi Peran Birokrasi Pendidikan Indonesia

  1. Perspektif Ekonomi: Efektivitas Anggaran Pendidikan

Setiap tahun, APBN untuk pendidikan mencapai 20%, tetapi 86% dari anggaran itu dihabiskan untuk gaji guru dan pejabat pendidikan (Bank Dunia, 2024). Ini meninggalkan sedikit ruang untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Dengan adanya SR dan SUG, akan ada tantangan dalam alokasi dana. Jika SR hanya berfungsi sebagai “penampungan” bagi masyarakat miskin tanpa kurikulum yang berkualitas, anggaran yang dikeluarkan bisa menjadi tidak efektif.

Sebagai perbandingan, mari kita lihat SD Inpres, sekolah yang didirikan pada era Presiden Soeharto. Hingga kini, banyak SD Inpres masih bertahan, terutama di daerah terpencil. 

Sekolah-sekolah ini pernah menjadi tulang punggung pendidikan dasar Indonesia, namun kurangnya peremajaan membuatnya tertinggal dibandingkan sekolah-sekolah swasta yang lebih modern.

Maka, pertanyaannya:

  • Apakah SR akan bernasib seperti SD Inpres yang akhirnya terpinggirkan?
  • Apakah anggaran pendidikan akan lebih berpihak pada SUG yang “lebih menjanjikan”?

Jika anggaran hanya dikucurkan untuk membangun sekolah baru tanpa menguatkan sistem yang ada, kita hanya akan mengulang kesalahan yang sama.

Baca Juga:

Salah Kaprah Pembelajaran Berdiferensiasi

  1. Perspektif Filosofis: Pendidikan untuk Semua atau Elitisme Baru?

Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap anak. Pendidikan seharusnya memanusiakan manusia, bukan sekadar seleksi bakat untuk kepentingan industri atau negara.

Jika SR dan SUG hanya menjadi alat seleksi bakat tanpa membangun sistem pendidikan yang kuat bagi semua, maka ini bertentangan dengan filosofi pendidikan nasional. Apakah anak-anak yang tidak masuk SUG hanya ditakdirkan menjadi pekerja kasar?

Jika pemerintah serius ingin meningkatkan kualitas pendidikan, pendekatan yang lebih inklusif perlu diterapkan. Daripada menciptakan sekolah baru dengan dikotomi yang tajam, mengapa tidak membangun Center of Excellence (CoE) di sekolah-sekolah reguler yang sudah ada?

Baca juga :

Kabar Gembira Bagi Para Guru, Tunjangan Langsung Masuk Rekening Tanpa Mampir Ke Kas Pemda

  1. Center of Excellence: Solusi untuk Sekolah Reguler?

Daripada hanya fokus pada SR dan SUG, konsep Center of Excellence (CoE) bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas sekolah reguler.

CoE bukan sekolah baru, tetapi pusat keunggulan di sekolah-sekolah yang ada. Ini memungkinkan sekolah reguler untuk memiliki: Guru berkualitas dengan pelatihan berkelanjutan, Akses ke teknologi dan laboratorium modern, Kurikulum berbasis riset dan inovasi dan Kemitraan dengan universitas dan industri.

Menurut Stephen Jenner dan Craig Kilford (2011), CoE memastikan bahwa perubahan pendidikan diterapkan secara konsisten dan efektif. CoE juga dapat mencegah sekolah reguler menjadi “sekadar tempat belajar tanpa daya saing.”

Sebagai contoh, beberapa SMA Negeri unggulan di Jakarta sudah mengadopsi konsep ini dengan membangun laboratorium digital dan bekerja sama dengan universitas ternama.

Baca Juga:

Mengakhiri “Pokoknya” dalam Belajar Matematika

Kesimpulan: Pendidikan Harus Maju Bersama, Bukan Terpisah

Sekolah Unggulan Garuda (SUG) memang menjanjikan, tetapi tanpa perbaikan sistemik pada sekolah reguler, kita hanya akan menciptakan kesenjangan baru.

Pemerintah seharusnya tidak hanya membangun SUG dan SR, tetapi juga memperkuat sekolah-sekolah reguler agar semua anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan berkualitas.

Jika tidak, kebijakan ini hanya akan menjadi sejarah baru dari elitisme pendidikan di negeri ini—seperti RSBI yang pernah ada dan akhirnya dihapuskan.

Seperti yang diungkapkan Pak Edi, seorang guru sekolah dasar di Tangerang:

“Kalau kita ingin pendidikan maju, jangan hanya buat sekolah baru. Perbaiki dulu yang ada, supaya semua maju bersama.”

Sekarang, pilihan ada di tangan pemerintah: mau membangun kesetaraan, atau hanya menciptakan jurang baru?

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: silabus.web.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of