Menguak Fakta-Fakta Kasus Jual Beli Ginjal ke Kamboja

Internasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Awalnya saya mengira bahwa terungkapnya kasus jual beli ginjal ke Kamboja dengan korban WNI yang bekerja di sana diungkap oleh Polri di sana. Begitu pula dengan jumlah kasus 122 orang, ternyata ini adalah akumulasi jumlah kasus sejak 2017 lalu.

Nyatanya adalah kasus jual beli ginjal ke Kamboja terungkap dengan ditangkapnya 12 orang terduga pelaku pada 19 Juni 2023 lalu di Bekasi. Pihak kepolisian, seperti diungkap oleh banyak media, mengatakan bahwa dari 12 orang terduga pelaku ini sebagian besarnya adalah pendonor ginjal yang kemudian menjadi bagian dari sindikat.

Salah satu terduga pelaku bernama Hanim. Peran Hanim adalah penghubung antara Indonesia dengan Kamboja. Di Kamboja, Hanim berhubungan dengan Miss Huang. Miss Huang adalah orang yang mengatur transaksi, mencari penerima donor, mengatur perjanjian antara pendonor dan penerima, menyiapkan administrasi dan akomodasi pendonor dari Indonesia.

Baca Juga:

TPPO Makan Korban Lagi, Kali Ini 122 Ginjal WNI di Kamboja Melayang

Sejak terungkap pertama kali pada 19 Juni 2023 lalu, Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berupa jual beli ginjal ini berbuntut panjang. Berikut fakta-fakta yang kami rangkum dari berbagai media online.

Kasus Ini Sudah Lama Berlangsung

Ketika dihubungi oleh tempo.co (23/07/2023) Kordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Harsono mengungkapkan bahwa kasus jual beli ginjal, terutama yang melibatkan pekerja migrant Indonesia (PMI) sudah berlangsung lama.

Kesimpulan tersebut, kata Nur, diambil dari banyaknya kasus yang didampingi oleh Divisi Bantuan Hukum Migrant Care yang mendapati banyak jenazah PMI yang meninggal di luar negeri dipulangkan dalam keadaan perut yang penuh jahitan.

Walaupun diakui bahwa jahitan tersebut tidak serta merta membuktikan jual beli organ tubuh namun menurut Nur, namun dugaan itu sangat berdasar ketika tidak ada cukup informasi yang menjadi alasan medis mengenai kenapa perut korban mengalami banyak jahitan.

Dari Pendonor menjadi Anggota Sindikat yang Mencari Korban Baru

Hanim (40 tahun) yang menjadi penghubung antara korban di Indonesia dengan penerima donor di Kamboja sebelumnya adalah salah seorang pendonor. Kedekatannya dengan Miss Huang berawal dari perlakuan baik yang diterimanya dari Miss Huang di Kamboja saat akan menjadi pendonor.

Baca Juga:

Tindak Pidana Perdagangan Orang Merambah Lembaga Pendidikan, Kemendikbudristek Diminta Serius Lakukan Pencegahan

Diceritakan Hanim, selama di Kamboja ia menginap di rumah Miss Huang dan diberi makan tanpa membayar. Karena itu Hanim mau membantu Miss Huang untuk merekrut calon pendonor lain ketika ada permintaan ginjal dari Kamboja.

Berawal dari kesulitan ekonomi yang dialaminya, Hanim-pun kemudian mencari informasi untuk menjual ginjalnya.

Tahun 2019 lalu akhirnya ia memperoleh kontak dari grup FB donor ginjal. Ia dibayar Rp120 juta bersih , setelah dipotong dengan biaya administrasi, tiket pesawat, akomodasi selama di Kamboja, dari harga Rp200 yang disepakati. Ginjal Hanim dibeli oleh orang singapura.

Diceritakan Hanim, kini ia dapat mengantongi belasan juta dari setiap  ginjal yang berhasil di donorkan, semntara apabila gagal donor maka semua biaya transportasi dan pengurusan visa serta akomodasi di Kamboja akan ditanggung oleh Hanim secara pribadi.

Hingga ditangkap, tugas Hanim adalah merekrut calon pendonor melalui media social. Ia mengelola dua group Facebook untuk menjaring calon pendonor ginjal di Indonesia.

Melibatkan Anggota Kepolisian dan dibantu petugas imigrasi di Bandara.

Aipda M, salah satu oknum Anggota POLRI yang bertugas di Polres Bekasi Kota diduga menjadi beking sindikat jual beli ginjal ke Kamboja ini. Selama terlibat Aipda M menerima pembayaran hingga Rp612 juta.

Baca Juga:

Mengenali Janji Palsu Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang

Aipda M diduga merintangi upaya penyidikan, menjanjikan akan membebaskan para pelaku jika terjerat hukum. Ia meminta para pelaku mengganti dan membuang HP, berpinda-pindah lokasi untuk menutupi kejahatan mereka.

Tidak hanya Aipda M, dua orang petugas imigrasi di dua bandara internasional berbeda diduga turut serta dalam kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini. Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Cengkareng, seorang petugas berinisial S yang membantu memperlancar perjalanan pendonor.

Sementara di Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar Bali, seorang petugas berinisial AH diduga meloloskan calon pendonor ke Kamboja. Tugas AH di imigrasi adalah adalah mewawancarai dan memeriksa dokumen perjalanan para penumpang. AH dibayar Rp3,2 juta hingga 3,5 juta untuk setiap pendonor.

Dilakukan di Institusi Resmi di bawah pemerintahan Kamboja.

Rumah sakit tempat kontrak jual beli dan operasi dilakukan adalah rumah sakit militer pemerintah Kamboja. Hanim mengungkapkan bahwa ia melihat banyak tentara berjaga di rumah sakit tersebut dan perawatnya poun merupakan personel militer.

Baca Juga:

Mengurai Benang Kusut Buruh Migran Non Prosedural di NTT

Dari fakta-fakta terkait TPPO yang banyak beredar di berbagai media seharusnya membuat kita semua untuk semakin peka dan mengenali setiap modus kejahatan kemanusiaan ini.

Dengan semakin peka menemukenali modus kejahatan TPPO dan mendorong diri dengan segala daya upaya untuk menjadi bagian dari upaya mencegah terjadinya TPPO di sekitar kita.

Foto ilustrasi : kumparan.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of