Tindak Pidana Perdagangan Orang Merambah Lembaga Pendidikan, Kemendikbudristek Diminta Serius Lakukan Pencegahan

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Kasus perdagangan orang masih marak di berbagai daerah. Satuan Tugas (satgas) yang dibentuk Polri dalam periode satu bulan, 5 Juni–6 Juli 2023 menangani 632 laporan. Dari laporan tersebut polisi berhasil menyelamatkan 2.011 korban.

Kasus perdagangan orang yang paling banyak ditemukan adalah pekerja migran ilegal sebanyak 441 kasus. Mereka akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Selain itu, 9 kasus akan dipekerjakan di kapal sebagai anak buah kapal, 181 kasus akan dipekerjakan sebagai pekerja sex komersial dan 44 kasus eksploitasi anak.

Belakangan juga ditemukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di lingkungan pendidikan. Modus yang digunakan adalah magang di perusahaan. Oleh karena itu terkait murid kelas XII SMK atau mahasiswa tingkat akhir politeknik.

Selama ini, kasus perdagagan orang dengan modus magang untuk anak SMK dilakukan di beberapa negara Asia Tenggara, terutama Malaysia. Sedangkan terkait magang mahasiswa politeknik selain Malaysia, kini mulai meluas ke Asia Timur, seperti Jepang dan Korea Selatan.

Baca juga : 

Mengenali Janji Palsu Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang

Kasus  perdagangan orang terbaru melibatkan Politeknik Negeri Payakumbuh Sumatera Barat.  11 orang mahasiswa politeknik ini, diberangkatkan ke Jepang untuk magang. Namun selama 1 tahun di sana mereka dipekerjakan sebagai buruh dengan gaji 50.000 yen atau sebesar Rp. 5 juta perbulan.

Dengan gaji sebesar itu, para korban bekerja 14 jam sehari dimulai dari pukul 08.00–pukul 22.00 malam, selama seminggu. Pada jam kerja mereka hanya istirahat 2 kali untuk makan, selama 10-15 menit. Mereka tidak diijinkan untuk beribadah sesuai dengan agama mereka.

Besarnya gaji yang korban terima tersebut, masih dipotong sebesar 17.500 yen atau sebesar Rp. 2 juta perbulan oleh kampus Politeknik Payakumbuh Sumatera Barat sebagai dana kontribusi untuk kampus.

Para korban berangkat ke Jepang dengan visa pelajar yang berlaku selama 1 tahun. Namun pada saat visa mereka habis, perusahaan memperpanjang visa tersebut selama 6 bulan, padahal program kerja magang tersebut harusnya hanya berjalan selama 1 tahun.

Ketika kasus penundaan pemulangan karena perpanjangan visa ini dilaporkan ke KBRI Tokyo, pihak politeknik malah mengancam para korban. Kata pengurus politeknik, “Apabila kerjasama politeknik dengan perusahaan Jepang rusak karena menolak memperpanjang, maka korban akan di-drop out”.

Baca juga : 

Para Caleg Jangan Diam Saja, Ayo Bantu Cegah TPPO di NTT

Kini kasus TPPO tersebut sudah dibongkar oleh polisi dan dua orang direktur politeknik ini sudah ditahan untuk dimintai pertangung jawaban. Sedangkan 11 mahasiswa yang magang tersebut telah dinyatakan menyelesaikan program magangnya dengan  baik.

Menanggapi kasus ini, Anis Hidaya, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta agar Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk serius mencegah TPPO di lingkungan pendidikan.

Menurut Anis, kasus Politeknik Pertanian Payakumbuh Sumatera Barat bukan kasus baru. Modus magang ini seperti ini sudah terjadi sejak 15 tahun yang lalu.  Oleh karena itu ia meminta agar Kemendikbudristek bisa bertanggung jawab memastikan dunia pendidikan bebas dari kasus TPPO.

Kita sepakat dengan Anis Hidaya. Jangan sampai lembaga pendidikan digunakan oleh oknum sebagai sarana untuk melakukan kejahatan TPPO. Jangan lagi kita menambah panjang daftar dosa-dosa dunia pendidikan kita.  

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com / Foto ilustrasi dari retizen.republika.co.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of