Eposdigi.com – Soal Janji, pelaku TPPO, bisa jadi setali tiga uang dengan janji para Caleg. Mereka mengobral janji-janji surga, Sementara kenyataannya seperti apa masih tersembunyi jauh. Bedanya para caleg kadang hanya manis di mulut, sedangkan pelaku TPPO selain manis di mulut, namun juga pahit di kenyataan.
Jika janji caleg yang tidak terealisasi hanya “menipu” 5 tahun, Janji manis pelaku TPPO kadang berakibat fatal. Pertaruhannya tidak main-main, nyawa orang bisa hilang.
Dalam konteks NTT, kenyataan pahit janji pelaku TPPO ini terpaksa ditelan. Puluhan nyawa hilang percuma, dalam berbagai kondisi. Kesimpulannya mereka adalah para pekerja migran non procedural. Kata orang di negeri tetangga, mereka ini para pendatang haram.
Baca Juga:
Beberapa hari lalu kami mengutip data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BPPMI) NTT yang menyebutkan bahwa ada 120 jenazah PMI NTT yang dipulangkan melalui Bandara El Tari Kupang, sepanjang tahun 2022.
Sementara sepanjang tahun 2023 ini, setiap bulan lebih dari 10 jenazah Pekerja Migran Indonesia pulang ke berbagai wilayah di NTT. Hingga 25 Mei 2023, sudah ada 56 jenazah PMI yang pulang ke NTT.
Undang-Undang No 21 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah Tindakan Perekrutan, pengangkutan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau pemberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali orang lain tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Baca Juga:
Dari janji-janji yang dilontarkan, masyarakat sebenarnya sudah dapat menilai apa niat di balik janji-janji palsu para pelaku TPPO ini.
Ada minimal empat kondisi yang bisa kita kategorikan sebagai Resiko Tinggi terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang, seperti yang disosialisasikan lewat selebaran oleh Talitha Kum Indonesia – Jaringan Jakarta
Pertama; nama dan status perusahaan, baik perusahaan yang melakukan perekrutan (agen penempatan tenaga kerja) maupun perusahaan yang memberikan pekerjaan di negara tujuan tidak jelas.
Kedua; Jikalau nama dan status perusahaan bisa ditelusuri sekalipun, calon PMI tidak mendapatkan kontrak kerja yang jelas sebelum keberangkatan.
Tiga; Calon PMI berangkat tanpa visa kerja, melainkan hanya menggunakan visa turis. Keempat;Biaya pengurusan Paspor dan tiket pesawat ke negara tujuan dibiayai oleh perekrut, dengan perjanjian pemotongan gaji.
Baca Juga:
Jika mendapati salah satu saja dari kondisi ini maka itu menunjukkan bahwa ada resiko tinggi sedang terjadi sebuah tindak kejahatan terorganisir lintas negara terkait perdagangan orang.
Selain keempat ciri resiko tinggi di atas, lima hal berikut juga harus diwaspadai dan patut dicurigai sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Satu: Tawaran kerja dengan gaji tinggi dan fasilitas menarik. Dua, pengalaman kerja, pendidikan dan keterampilan, serta keahlian (skill) tidak diutamakan. Tiga, perekrut atau agen tidak terdaftar secara resmi.
Sementara dua lainnya adalah, empat; disediakan penampungan, namun di tempat penampungan tersebut ataupun selama di tempat penampungan tidak diselenggarakan pelatihan kerja terlebih dahulu.
Baca Juga:
Meningkatnya Kasus Kematian Buruh Migran: Publik NTT Menunggu Langkah Konkrit Gubernur dan DPRD NTT
Dan Lima, komunikasi dari perekrut kepada calon PMI dilakukan secara online.
Karena itu jika mengalami dan menemukan salah satu atau beberapa kondisi dari hal-hal tersebut di atas, maka segera laporkan kejadiannya kepada aparat terkait untuk mencegah adanya korban-korban baru dari Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Foto ilustrasi dari kanimbatam.kemenkumham.go.id
Seakan menurut Pemda dan DPRD, masalah ini tidak penting untuk dibahas. Ini menunjukkan bahwa minimnya inovasi dan kreativitas pemikiran pemangku kepentingan di tingkat pemerintahan NTT.