Eposdigi.com – Hakikat penyediaan pelayanan publik pemerintah terhadap masyarakat merupakan sebuah kebutuhan tak terhindarkan. Karena rakyat memiliki kedudukan sebagai pemilik kedaulatan. Bila rakyat belum merasakan kepuasan pelayanan publik dan belum berdaya maka yang perlu dipertanyakan adalah sejauh mana pemerintah menjalankan fungsinya.
Fakta menunjukkan bahwa NTT merupakan salah satu provinsi termiskin ketiga dan terkorup keempat, (kompas.com, 22/5/2019). Data lain menegaskan jumlah angkatan kerja NTT per-februari 2019 sebesar 2,54 juta orang dan penduduk yang bekerja di NTT pada Februari 2019 mencapai 2,46 juta orang.
Sedangkan pengangguran di NTT per-Agustus 2019 sebesar 83 ribu orang. Pengangguran terbanyak berasal dari diploma sebesar, 12,44% dan lulusan universitas sebesar 8,76%. Sedangkan pengangguran terkecil disumbangkan oleh lulusan SD sebesar 0,57$, (Kompas.com 7/5/2019).
Menyandang predikat termiskin dan terkorup merupakan persoalan yang paling mendasar yang berakar pada strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi kapitalis. Dalam banyak hal strategi ini justeru lebih banyak menguntungkan para pemilik modal sehingga menimbulkan disparitas ekonomi yang makin lebar antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
Hasil pembangunan lebih banyak memberi keuntungan bagi masyarakat kelas menengah keatas karena beragam kemudahan yang diperoleh atas akses sumber daya pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Sementara itu masyarakat miskin di kota dan desa tak cukup kuat merebut dan mengakses sumber daya Negara. Pembangunan desa selama inipun masih tetap berorientasi pada proyek pembangunan infrastruktur tanpa menyentuh persoalan utama SDM.
Gagalnya pemerintah daerah membuka lapangan pekerjaan di tengah terus meningkatnya angkatan kerja baru telah memicu dan mendorong angkatan kerja NTT menjadi buruh migran di sejumlah daerah dan Negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Taiwan, Arab Saudi dan Hongkong.
Minimnya SDM buruh migran telah menimbulkan berbagai persoalan serius dalam bekerja. Hal seperti gaji tak pernah dibayar majikan, pekerja mengalami tindak kekerasan fisik bahkan seringkali berujung pada kematian. Data pada grafik berikut memperlihat trend kasus buruh migran sepanjang tahun 2017 sampai dengan 2019.
Terus berulangnya kasus kematian buruh migran di berbagai Negara tujuan sepanjang tahun 2017 sampai tahun 2019 makin mempertegas betapa buruknya pola penanganan buruh migran dari pemerintah daerah dari tahun ke tahunnya.
Data kasus buruh migran ini juga memperlihatkan bahwa sistem penanganan buruh migran selama ini terkesan masih amatiran. Seperti pemadam kebakaran yang hanya menyelesaikan gejalah. Penuh wacana dan retorika belaka, tanpa ada solusi yang menyentuh akar persoalan. Hasilnya dapat kita saksikan melalui banyaknya kasus yang dialami buruh migran.
Berulangnya kasus kematian buruh migran di berbagai Negara tujuan sepanjang tahun 2017 sampai tahun 2019 makin mempertegas betapa buruknya pola penanganan buruh migran dari pemerintah daerah setempat.
Pernyataan Gubernur NTT, (media.com, 29/11/2019) bahwa kalau ada pekerja imigran ilegal yang sukses harus disyukuri dan meninggal dunia harus dikubur, merupakan sebuah pernyataan yang tak mencerminkan karakter seorang pemimpin yang peduli dengan penderitaan rakyat. Karena kata-kata seperti ini justeru amat menyakitkan perasaan buruh migran dan keluarga korban.
Sebagai seorang pemimpin di daerah bukannya memberi perlindungan, penguatan dan jalan keluar melainkan menyalahkan, inilah bukti ketidakmampuan seorang pemimpin dalam menangani masalah masyarakat. Seharusnya Negara hadir dengan tawaran solusi tanpa membedakan status apapun dari pekerja migran.
Tata cara perlindungan terhadap buruh migran sejatinya merujuk pada UU No.18 Tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia. DPRD NTT harusnya dapat mengambil langkah nyata melalui pembenahan peraturan daerah dan pengawasan terhadap penanganan masalah ini. Namun sayangnya upaya yang dilakukan oleh pemerintah provinsi NTT selama ini lebih bersifat normatif dan belum tepat sasaran.
Dalam perspektif politik, kasus kekerasan dan kematian buruh migran setidaknya memperlihatkan lemahnya political will pemerintah dalam menjaga dan melindungi harkat dan martabat buruh migran. Sebab itu buruh migran seringkali diperlakukan tidak adil dan menjadi korban kekerasan fisik bahkan kehilangan nyawa.
Dan yang lebih memprihatinkan adalah korban bukannya mendapat perlindungan melainkan disalahkan. Pemerintah seharusnya memikirkan cara terbaik untuk mengatasinya dengan berbagai kebijakan dan program nyata.
Baca Juga: Human Trafficking: Mengubur Nurani Kita Dalam Setiap Peti Mati TKI
Sedangkan secara sosial budaya, pekerja migran merupakan impian dan trend bagi umumnya orang desa. Karena diimingi kemudahan mendapat pekerjaan dengan gaji besar, perubahan hidup dan kenaikan status sosial dalam masyarakat telah menjadi daya tarik tersendiri.
Walaupun sudah mengetahui banyak kisah sukses dan pilu sebagai buruh migran, tetapi tetap saja tak mengurungkan niatnya menjadi pekerja migran. Karena tak ada jalan lain lebih baik yang dapat merubah hidupnya, selain sebagai pekerja migran.
Melindungi buruh migran melalui penyempurnaan regulasi daerah, menciptakan lapangan kerja baru dan upaya penguatan kapasitas SDM secara masif merupakan pekerjaan besar dari Gubernur dan DPRD NTT yang ditunggu publik.
Inilah janji sang pemimpin yang diharapkan menjadi upaya efektif mengatasi kasus buruh migran dan masalah kemiskinan di NTT yang belum terjawab.
Selain itu pembukaan lapangan pekerjaan baru seluas-luasnya di desa melalui bantuan dana desa bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat harus lebih fokus pada potensi sumber daya alam yang dimiliki.
Melalui penguatan kapasitas SDM berbasis sumber daya diharapkan mampu mendorong pembukaan unit-unit usaha baru yang selama ini belum tersentuh dan digarap optimal.
Kepala desa harus berani mengambil langkah radikal, kreatif dan inovatif dalam membangun masyarakat desa. Itu berarti kepala desa dan perangkat desa tak bisa bekerja apa adanya, terpaku pada norma dan prosedur birokrasi seperti selama ini.
Karena desa tak akan bisa bergerak maju dan keluar dari lingkaran kemiskinan dengan gaya kepemimpinan regresif. Daerah dan desa maju hanya butuh gaya kepemimpinan yang demokratis, inovatif dan progresif. (Foto : tribunnews.com)
[…] Baca Juga: Meningkatnya Kasus Kematian Buruh Migran: Publik NTT Menunggu Langkah Konkrit Gubernur dan DPRD NTT […]
[…] Baca Juga: Meningkatnya Kasus Kematian Buruh Migran: Publik NTT Menunggu Langkah Konkrit Gubernur dan DPRD NTT […]
[…] Baca Juga: Meningkatnya Kasus Kematian Buruh Migran: Publik NTT Menunggu Langkah Konkrit Gubernur dan DPRD NTT […]