Sengkarut Tarif Portir Pelabuhan

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Setidaknya beberapa tahun lalu, saya beberapa kali diundang otoritas pelabuhan Tenau Kupang untuk membahas kelancaran pelayanan masyarakat bersama semua instansi yang bergabung dalam otoritas pelabuhan.

Kantor Syahbandar dan Otorotas Pelabuhan (KSOP) selaku otoritas tertinggi di pelabuhan mengundang semua pihak antara lain PT pelindo, PT Pelni, PT ASDP, Koordinator Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), koordinator portir, ketua koperasi TKBM, Dinas Tenaga Kerja dan KP3 laut guna membicarakan tarif TKBM dan tarif portir.

Dalam beberapa kali rapat tersebut saya selalu menegaskan bahwa pelabuhan adalah pintu masuk ekonomi perdagangan suatu daerah. Karena itu semua pengguna jasa pelabuhan harus merasa nyaman dan aman selama berada di area pelabuhan. Jangan menimbulkan rasa takut dan kecemasan bagi pengguna jasa pelabuhan.

Belajar Senyum Untuk Pariwisata Flores Timur

Sebab jika itu terjadi, tentu saja akan menghambat distribusi logistik ke suatu daerah atau menimbulkan distribusi logistik berbiaya tinggi. Pada akhirnya beban biaya tinggi tersebut ditimpahkan kepada pengguna barang atau pelanggan di suatu daerah.

Keluhan Pengguna Jasa pelabuhan

Berikut ini redaksi sms dan WA yang kerap saya terima setiap hari. “Para portir bertindak  seolah-olah pelabuhan saat kapal sandar itu jadi milik mereka sehingga tarif yg diminta juga di luar batas kewajaran.

Hal ini perlu di tindaklanjuti secara serius sehingga tidak ada lagi keluhan masyarakat. Baru-baru ini saya muat barang dengan ongkos pick up 300 ribu dan  bayar bagasi kapal 150 ribu, namun  portir minta ongkos turun barang dari pick up yang sudah masuk dalam kapal feri sebesar Rp 1 juta.

Setelah negosiasi baru diminta bayar sebesar Rp 700 ribu. Menjengkelkan, hampir semua pelabuhan dikuasai portir. Harga mereka yang atur semau gue.”

Air Bersih dan Janji Walikota

Redaksi watsapp seperti ini sering saya terima karena nomor ponsel saya terpampang di pelabuhan Tenau dan Bolok Kupang guna memudahkan pengguna jasa pelabuhan mengajukan komplain jika merasakan pelayanan yang tidak sesuai standar pelayanan.

Selain pelabuhan Kupang, saya juga kerap menerima komplain pengguna jasa pelabuhan di Larantuka, Pelabuhan Terong di Waiwerang dan Pelabuhan Lewoleba di Kabupaten Lembata.  Bahkan para pengguna jasa pelabuhan di Kota Larantuka mengeluh ongkos TKBM dan portir hampir sama dengan biaya sewa satu kontainer dari surabaya ke Larantuka. Cukup mengejutkan.

Dari beragam keluhan terkait portir tersebut, saya mengidentifikasi beberapa substansi yang dominan disampaikan adalah pertama; keluhan terkait tarif/biaya angkut Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan tenaga portir yang tidak terstandar.

Tarif portir ditentukan sepihak oleh portir. Kedua: pemaksaan kehendak atau persetujuan dibawa paksaan TKBM dan portir. Bahkan tak jarang berujung perkelahian dan menimbulkan korban jiwa. Keluhan terkait tarif portir dirasa sangat mencekik pengguna jasa pelabuhan.

Hal ini harus menjadi perhatian pengelola pelabuhan mengingat masalah tarif angkut dan pemaksaan kehendak portir kepada para pengguna jasa pelabuhan seolah terus terjadi tanpa bisa dihentikan otoritas pelabuhan.

Akibatnya pelabuhan menjadi tempat yang menyeramkan dan menimbulkan rasa takut, serta ditengarai banyak ‘preman’.

NTT Masuk 5 Besar Provinsi dengan Penduduk Miskin Terbanyak, namun Nomor 1 dalam Persentase

Kewenangan Otoritas Pelabuhan.

Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor: PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut menegaskan bahwa untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan maka Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Unit Penyelenggara Pelabuhan diwajibkan melakukan pengawasan terhadap kegiatan bongkar muât barang.

Kegiatan pemerintahan di pelabuhan paling sedikit meliputi fungsi pengaturan,  pembinaan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan; keselamatan dan keamanan pelayaran. Fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan.

Penyelenggara pelabuhan terdiri atas Otoritas Pelabuhan atau Kesyahbandaran dan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP).

Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga Pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

Adilkah Bupati Melarang Kepala Desa Menyalurkan BLT kepada Warga Yang Belum Vaksin?

Sedangkan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan adalah lembaga Pemerintah di pelabuhan yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan, serta pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial.

Karena itu pengaturan terkait tarif baik untuk TKBM maupun portir perlu diatur oleh otoritas pelabuhan.

Kegiatan bongkar muat biasanya dikelola oleh perusahaan penyedia jasa bongkar muat yang memberikan jasa berupa stevedoring, cargodoring, receiving/delivery dengan menggunakan Tenaga Kerja Bongkar Muat dan peralatan lainnya.

Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga, tongkang, atau truk atau memuat barang dari dermaga, tongkang, atau truk ke dalam kapal.

Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali atau jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang. Dan Receiving/Delivery adalah pekerjaan memindahkan barang dari timbunan atau tempat penumpukan di gudang.

Solusi alternatif

Mencermati berbagai keluhan pengguna jasa pelabuhan tersebut di atas maka alternatif solusi yang bisa dilaksanakan otoritas pelabuhan di seluruh NTT adalah segera membangun kesepakatan bersama dengan semua pihak di area pelabuhan, khususnya koperasi TKBM yang mengkoordinir TKBM, perwakilan portir dan Dinas Tenaga Kerja setempat untuk melakukan perhitungan teknis besaran tarif yang wajar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara khusus aturan yang mengatur biaya bongkar muat diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal di Pelabuhan.

Mencermati Arogansi Pernyataan Bupati Flores Timur di Akhir Masa Jabatan

Sedangkan khusus tarif portir, perlu dicari rujukan hukum lain yang tepat agar tidak menjadi persoalan.

Biaya untuk jasa tenaga kerja bongkar muat terdiri atas upah harian didasarkan pada upah perorangan yang diperhitungkan per gilir kerja pada hari kerja, upah harian kerja pada hari Minggu atau hari libur resmi per gilir kerja diperhitungkan berdasarkan upah lembur.

Dalam hal prestasi diberikan tambahan upah atas kelebihan prestasi dasar secara linier dan hanya berlaku untuk pekerjaan bongkar muat yang tidak menggunakan alat mekanik.

Jika kegiatan bongkar muat barang berbahaya dan mengganggu dan bernilai tinggi, kepada Tenaga Kerja Bongkar Muat diberikan pula tambahan upah sebesar persentase tambahan yang dikerjakan.

Selanjutnya tarif yang telah ditetapkan bersama tersebut disosialisaikan ke masyarakat pengguna  jasa pelabuhan agar diketahui bersama. Mari kita tunjukan bahwa kita warga beradap dan mampu mewujudkan keteraturan dan ketertiban di area pelabuhan.

Bagi yang merasa belum dilayani secara baik oleh seluruh instansi di area pelabuhan, silahkan menyampaikan laporan ke Kantor Ombudsman RI Perwakilan NTT melalui nomor pengaduan 08111453737 dan 08123788320. Terima kasih.

Penulis Adalah Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT / Foto Doc pribadi Penulis

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of