Adilkah Bupati Melarang Kepala Desa Menyalurkan BLT kepada Warga Yang Belum Vaksin?

Opini
Sebarkan Artikel Ini:

“Setiap orang berhak atas jaminan sosial”

Eposdigi.com – “Saya harus sampaikan kepada para kepala desa di Flores Timur melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Flotim untuk tidak menyalurkan BLT Dana Desa kepada KPM yang belum menerima vaksin Covid-19,” kata Bupati Flores Timur – NTT Antonius H. Gege Hadjon.

Seperti yang diwartakan oleh floresterkini.pikiran-rakyat.com (14/01/2022), pernyataan Bupati Flores Timur ini disampaikannya di Desa Tanahlein, Solor Barat saat peresmian pompa hydram di desa tersebut.

Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana – Kupang,  Dr Jhon Tuba Helan mengungkapkan bahwa bupati bisa dimintakan pertanggungjawaban atas pelanggaran konstitusi, jika BLT tidak diberikan karena alasan tidak vaksin.

Mencermati Arogansi Pernyataan Bupati Flores Timur di Akhir Masa Jabatan

“Pemberian BLT itu atas perintah Pasal 34 UUD 1945 ‘Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’ maka menjadi kewajiban negara/pemerintah dan hak masyarakat untuk memperolehnya,” tulis Jhon Tuba Helan di salah satu Whatsapp Group.

Lebih lanjut Jhon Tuba Helan menulis “BLT bertujuan mensejahterakan rakyat dari segi ekonomi, vaksin juga bertujuan mensejahterakan rakyat dari segi kesehatan. Dua-duanya sejalan, satu tidak menjadi prasyarat bagi yang lain.”

Dr Jhon Tuba Helan kemudian menyarankan agar pemerintah memberi pengertian kepada warga masyarakat yang belum atau tidak mau vaksin tentang manfaat vaksin, agar masyarakat dapat tergerak untuk mau divaksin.

Baca Juga: Bagaimana cara efektif Meng-Covid-Kan Flores Timur?

Menurutnya, sanksi tidak disalurkannya BLT kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang belum divaksin bisa jadi adalah penyelesaian masalah dengan membuat masalah baru.

Dalam penelusuran kami, sanksi bagi masyarakat yang menolak vaksin dimuat dalam Keputusan Presiden no 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Terutama pada pasal 13A ayat (4) sanksi yang diberikan bagi setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 namun tidak mengikuti vaksinasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial.

Baca Juga: Vaksin Ternyata Tidak 100  Persen Aman

Namun dalam opininya,  Andre Bagus Saputra – Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, seperti yang dilansir oleh law.uii.ac.id (06/09/2021), mengungkapkan bahwa sanksi tersebut di atas, bertentangan dengan konstitusi.

Di mana sesuai UUD 1945 pasal 28H ayat (3)  bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”

Dipahami bahwa pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang hingga saat ini, telah menggerogoti banyak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu pemerintah melalui Kepres No 12 tahun 2020 telah menetapkan penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.

Sebagai bencana nasional, maka harus ada upaya yang serius untuk menanggulanginya. Salah satunya adalah melalui vaksinasi.

Litani Perawat Nagi Tanah Di Lorong Sunyi Penuh Racun

Walaupun WHO tidak mengharuskan vaksinasi Covid-19 bagi seluruh polulasi penduduk dunia namun bagi pemerintah salah satu cara yang mungkin untuk mencegah semakin memburuknya Covid-19 adalah lewat program vaksinasi.

Namun dalam konteks Flores Timur, alih-alih menggunakan BLT sebagai “ancaman”, harus ditelusuri lebih dalam tentang mengapa masih banyak masyarakat Flores Timur belum vaksin.

Apakah karena sosialisasi mengenai manfaat vaksin belum menjangkau hingga ke setiap orang Flores Timur ataukan kesiapan fasilitas kesehatan dan ketersediaan vaksin, belum bisa menjangkau hingga ke setiap orang di Flotim. Atau apakah masyarakat yang masih belum vaksin karena alasan-alasan kesehatan?

Baca Juga: Tidak Boleh Lengah, Corona Masih Ada

Penelusuran terkait ini harus paralel dengan kesigapan pemerintah kabupaten untuk menjangkau masyarakat hingga ke pelosok-pelosok dengan vaksin Covid-19 dalam jumlah yang cukup.

Pada saat yang sama, perlu upaya atau pendekatan kearifan lokal melalui masyarakat adat di desa atau lewo masing-masing terkait pemberian sanksi bagi masyarakat yang tanpa alasan yang jelas menolak vaksin Covid-19.

Dalam konteks Lamaholot, sanksi kearifan lokal pasti jauh lebih manusiawi. Sebagai pranata sosial, sanksi adat barangkali menjadi lebih “menggigit”.  Harapannya adalah semoga sanksi adat ini lebih bisa mendorong masyarakat mengakses vaksin.

Dengan demikian, sanksi adat terkait vaksin dapat membantu pemerintah dalam membentuk imunitas masyarakat (herd immunity) sekaligus membantu masyarakat penerima vaksin terlindungi dari Covid-19, tanpa kehilangan hak menerima BLT.

Foto ilustrasi dari liputan6.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of