Miris; Ribuan Warga Ibu Kota Masih Buang Air Besar Sembarangan

Lingkungan Hidup
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Data dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI pada tahun 2021, menyebutkan bahwa masih ada 770 ribu warga Jakarta yang buang air besar sembarangan. Data yang dikutip oleh mediaindonesia.com (28/09/2021) ini tentu mengejutkan.

Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Ibu Kota mencuat lagi ketika pada Februari lalu, seorang warga Ibu Kota, terseret arus sungai saat sedang BAB di toilet yang dibangun di atas sungai.

Yeni Rosita (37 tahun), tulis detik.com (07/02/2022), warga Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur, meninggal setelah terjeblos di toilet, yang dibangun menjorok hingga ke atas Kali Ciliwung. Karena terseret arus sungai, jasad Yeni, ditemukan 10 km jauhnya dari lokasi awal ia jatuh.

Baca Juga:

Selain Kesehatan, Hal ini bisa dilakukan lewat Posyandu Anak 5 hingga 10 tahun

Sebagai contoh perilaku yang tidak sehat, Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau open defecation adalah perilaku buang kotoran atau tinja secara sembarangan, di tanah, di sungai, semak-semak, pantai atau area terbuka lainnya yang berpotensi mencemari tanah, air, udara.

Tinja manusia adalah juga media penularan penyakit bagi manusia. Organisme patogen yang ada pada tinja yang terbawa air, lalat, udara, dapat menyebabkan penyakit seperti salmonella, diare, disentri, kolera, hepatitis dan juga cacingan.

Bahaya yang ditimbulkan akibat perilaku BABS, tentu tidak boleh dianggap sebelah mata. Sementara temuan UNICEF dari 20 ribu sampel sumber air minum rumah tangga di Indonesia, 70 persennya tercemar limbah tinja (populis.id,08/6/2022).

Baca Juga:

Sampah Plastik dan Bahaya bagi Lingkungan Kita

Ibu Kota sebagai lambang peradaban suatu negara, yang identik diasosiasikan sebagai pusat peradaban, pusat kemajuan, modernitas, kemakmuran, pendidikan tinggi, seolah berbanding terbalik  dengan kenyataan bahwa ribuan orang warga Ibu Kota, masih buang kotoran sembarangan.

Dalam penelusuran kami  terkait penyebab BABS, disimpulkan bahwa, perilaku BABS dipicu oleh minimal tiga hal. Pertama kepedulian terhadap kesehatan, kedua pengetahuan atau tingkat pendidikan dan kepemilikan jamban.

Dalam konteks Ibu Kota maka faktor pengetahuan atau tingkat pendidikan barangkali menjadi faktor yang tidak harus dimaknai lebih dalam. Karena asumsinya bahwa warga Jakarta adalah kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan atau pendidikan yang baik.

Baca Juga:

Mengurai Sampah; Mulai dari Rumah

Maka dua hal lainnya seolah menjadi kambing hitam, alasan di balik perilaku BABS. Ini berarti bahwa warga Ibu Kota belum memiliki kepedulian terhadap sesama warga. Warga Jakarta ternyata kurang peduli terhadap lingkungan tempat manusia hidup.

Dan hal lainnya adalah kepemilikan jamban. Sebagai Ibu Kota Negara, sedikit tidak bisa diterima akal sehat bahwa banyak masyarakatnya yang bahkan belum memiliki jamban sebagai tempat membuang kotoran.

Baca Juga:

Ada Bahaya lebih Besar dari Banjir di Jakarta

Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah DKI, harus bisa menjawab secara holistik persoalan BABS. Membantu pembangunan toilet baik secara pribadi maupun untuk komunitas masyarakat harus diikuti dengan menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama disekitarnya.

Sambil menunggu target jumlah toilet umum yang dibangun oleh pemerintah di DKI, secara paralel masyarakat harus diasah terus menerus kesadarannya agar memiliki kepekaan dan kepedulian untuk tidak BAB secara sembarangan.

Foto ilustrasi dari hariansib.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of