Eposdigi.com – Saya melihat niat baik pemerintah pusat ketika membangun dan menata kembali kota tua di beberapa tempat, termasuk di Kupang. Itu suatu langkah yang baik dan perangsang yang perlu disambut baik orang pemerintah kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Langkah itu harus disambut, bukan dengan euforia dan bertepuk dada alias “makan puji” melainkan dengan menyediakan sistem dan manajemen pengelolaan yang baik serta melatih dan menempatkan sumber daya manusia yang baik untuk pengelolaan tempat-tempat ini.
Selain itu alokasi pendanaan yang reasonable dan rencana pengembangan yang baik perlu dilakukan.
Jadi, daripada ribut dan pamer tentang siapa yang melakukan revitalisasi kota tua, lebih baik melakukan perencanaan jangka panjang yang baik dan mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk pemeliharaan dan pengembangan publik space spt ini.
Baru sekali saya mengunjungi kota tua di Kupang, saya seperti melihat tidak adanya visi pengelolaan yang jelas yang membuka peluang besar untuk hancur dan mubazirnya proyek ini.
Satu hal sederhana yang langsung muncul ke pikiran saya akan ketidakberesan ini adalah ketika betapa susahnya saya harus mencari tempat sampah untuk membuang sampah.
Setelah berputar beberapa kali sampai akhirnya ketemu tempat sampah tunggal yang sudah tumpah ruah dengan sampah yang tidak diangkut. Alarm di kepala saya langsung berbunyi: “Ini alamat hancur semuanya.”
Soalnya kelihatan kecil, tapi ketiadaan infrastruktur dan ketiadaan petugas seperti ini pertanda buruk bahwa pengelola memang tidak mengerti seluk beluk manajemen fasilitas publik seperti ini. Itu kartu mati. Tinggal menunggu waktu semuanya hancur mubazir.
Apalagi kalau tidak ada biaya perawatan. Pengalaman menunjukkan bahwa maintenance seringkali merupakan hal yang paling sering diabaikan dalam banyak proyek pemerintah dan harga yang biasanya dibayar terlalu mahal. Bagai cinta tumbuh seketika, lalu layu sebelum berkembang.
Hal yang kedua yang saya lihat menunjukkan kedangkalan pemahaman tentang pengelolaan heritage adalah ketiadaan narasi. Kekuatan semua wisata sejarah dan budaya adalah narasi.
Monumen atau artefak seberharga apapun tidak akan dianggap berharga oleh publik kalau tidak mempunyai narasi.
Nah yang terjadi sekarang bukan saja ketiadaan narasi, tapi lebih dari itu penarasian yang salah atau menyimpang. Hal ini sudah diawali dg penetapan ulang tahun kota Kupang yang salah kaprah dan sembarangan.
Bagaimana mau menarasikan sejarah kota Kupang kalau penetapan ulang tahunnya saja asal-asalan salah? Tapi sudahlah anggap saja akan diralat di kemudian hari.
Lokasi kota tua yang telah sedikit berdandan ini adalah lokasi yang pas untuk memperkenalkan sejarah Kota Kupang. Sedikitnya sebuah plakat dipasang menceritakan secara padat sejarah kota ini atau sebuah booklet tentang sejarah kota dicetak dan dijual on site.
Selain menambah pemasukan pemkot, juga menjalankan fungsi penyadaran akan jati diri warga kota dan menjadi promosi bagi wisatawan domestik dan asing. Tapi apa yang kita lihat. Orangpun masih bertengkar akan patung siapa yang didirikan di lokasi itu.
Cepat atau lambat harus ada upaya untuk membuat narasi bagi situs ini. Jika tidak, maka tidak ada bedanya lokasi itu dengan lokasi wisata lainnya. Ada pameo berkata “monumen is document” jadi siapkanlah dokumen untuk monumen yang sudah susah-susah dibangun pemerintah pusat.
Hal berikutnya adalah bagaimana rencana pengembangan ke depan? Apakah sebegitu saja luas dan peruntukannya. Beberapa bulan dipakai foto foto lalu perlahan hancur bersama waktu? Harus ada rencana pengembangan.
Mengapa? Karena kota tua bukan di Tedys saja, walaupun Benteng Concordia di sebelahnya adalah cikal bakal Kota Coupan atau Kupang. Sejauh ujung Kampung Solor dan sejauh Kantor Polres lama adalah batas yang masih bisa di imajinasi maupun dijelaskan secara historis sebagai batas “metro” klasik kota ini.
Karena itu mengapa tidak dijadikan sebagai old town sesungguhnya dimana kendaraan umum tidak diperkenankan lewat, dan dijadikan arena pedestrian (walk) di radius sekian meter dari titik nol kilometer?
Kota-kota tua di Eropa umumnya seperti itu, gedung-gedung historis dan bernilai sejarah dipugar kembali dan digunakan sbg museum atau cafe atau penggunaan lain, toko-toko tua direnovasi dan tetap menjadi toko (bukan mall).
Kuburan-kuburan tua direnovasi dan dijadikan lokasi tujuan wisata, atraksi rutin dibuat, plakat-plakat yang menjelaskan titik titik tertentu dibuat, para guide wisata kota dilatih dan dibiayai, tour jam jaman kota tua dibuat.
Di situlah kota tua akan hidup sebagai jantung kota, sebagai public space yang mendidik dan bukan mall-mall simbol kapitalisme yang dibangun.
Usul konkrit saya:
(1) pemkot bekerjasama dengan para pemilik toko sepanjang kota tua untuk secara bertahap memugar toko mereka untuk dihidupkan kembali sbg toko atau dijadikan fasilitas publik lainnya yang compatible untuk situs wisata.
(2) semua situs sejarah yang berlokasi di kota tua didaftarkan ke pemerintah pusat sebagai heritage dan dipugar untuk dijadikan obyek wisata.
Situs-situs ini seperti penjara lama, rumah asisten residen, gereja kota Kupang, Klenteng Lay, Pabrik Es Minerva, PLN pertama di Kupang, Bioskop tua sebelah Minerva, masjid Bonipoi, kolam Fontein, Benteng Concordia, Kuburan Nunhila, rumah pendeta jaman Belanda dan beberapa gedung bernilai sejarah.
Tiap-tiap titik dijadikan semacam museum publik dan harus dikelola secara profesional. Hal yang sangat penting diingat adalah pemugaran bukan pembangunan baru.
Pemugaran hrs mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan cagar budaya. Jangan menghancurkan situs yang lama lalu membangun gedung mewah modern. Itu namanya penghancuran cagar budaya.
Oleh karena prosedur pemugaran cagar budaya harus dituruti dan harus melibatkan berbagai pihak spt arkeolog, sejarawan, ahli tata kota, pemerintah, dan masyarakat.
(3) Jalan sepanjang radius tertentu dari nol kilometer dijadikan Walk artinya dibuat berbatu-batu licin seperti yang dilakukan di Tedys sekarang dan dikhususkan untuk pejalan kaki.
Tulisan ini diambil dari postingan di WAG Epu Orin Adonara : Foto Pabrik Es Minerva diambil dari viralkupang.blogspot.com
Leave a Reply