Eposdigi.com – Tulisan ini masih terinspirasi dari diskusi virtual di Epu Orin. Pada saat yang sama, saya menyadari bahwa tanpa latar belakang keilmuan yang mumpuni sehingga tulisan ini pastinya tidak berangkat dari kaidah-kaidah ilmiah tertentu.
Seperti kita ketahui, patrilineal berasal dari dua kata dalam bahasa Latin. Pater yang berarti ayah. Dan lineal yang artinya garis. Patrilinela kadang disamakan dengan patriarkat / patriarki.
Patriarki atau patriarkat berasal dari dua kata bahasa Yunani. Patri berarti ayah. Dan archein yang artinya memerintah. Maka boleh saya katakana bahwa patrilineal adalah system. Sedangkan patriarki adalah sifat.

Dengan demikian patrilineal berarti system kekerabatan yang diruntut berdasarkan garis keturunan ayah. Garis kekerabatan di Adonara diruntut dari marga yang berada pada tingkatan paling tinggi. Di bawah marga kita kenal dengan “Manuk One Tou”. Kemudian ada Am’a Tou.
Pada masyarakat yang menganut system patrilineal maka hak waris hanya diturunkan kepada anak laki-laki. Setiap anak mewarisi marga ayahnya. Sementara untuk perempuan yang sudah menikah dianggap telah masuk ke marga suaminya.
Sementara benda pusaka, dan tanah, dalam masyarakat Adonara lazim diwariskan hanya kepada anak laki-laki.
Selain hak waris, terdapat pula larangan perjodohan dalam perkawinan.Dalam system patrilineal seorang laki-laki dilarang mengambil jodoh dengan perempuan dari garis keturunan ayahnya.
Baca Juga: Perempuan (Ina Wae) Adonara Adalah Berkat
Dalam istilah Koentaraningrat, perkawinan masyarakat Adonara adalah exogami marga. Seseorang hanya boleh kawin dengan orang di luar marganya. Idealnya, seorang laki-laki Adonara hanya boleh menikahi anak perempuan dari saudara ibunya.
Namun larangan perjodohan dalam perkawinan diikuti juga oleh kewajiban terkait perkawinan. Ada belis atau mahar kawin yang harus dibayar ketika seseorang menikah.
Di Adonara keluarga pihak laki-laki membayar belis atau mahar kawin kepada keluarga perempuan berupa gading gajah disertai dengan binatang ternak.Dalam bahasa Lamaholot dikenal dengan istilah “ witi – bala”.
Walaupun dalam banyak dimensi kehidupan, masyarakat Adonara lebih bersifat patriarkat namun itu tidak bisa serta merta meniadakan atau mensubordinasikan peran perempuan dalam membentuk peradaban di Adonara.
Jika ditelusuri lebih jauh, di Adonara, pun ada system kekerabatan yang yang diruntut berdasarkan garis keturunan Ibu. Garis keturunan yang menjadikan setiap perempuan Adonara bersaudara satu sama lain dengan perempuan dalam garis keturunan tersebut.
Jika laki-laki Adonara kekerabatannya diruntut berdasarkan “Suku Wungu” atau marga, maka perempuan Adonara memiliki Orin Kenirek atau Oi Kenirek yang meruntut garis keturunan mereka.
Dalam Oi Kenirek atau Orin Kenirek pun terdapat harta pusaka yang diwariskan turun temurun. Jika pada laki-laki tanggungjawab menjaga benda pusaka diturunkan kepada anak laki-laki tertua (weruin), maka benda pusaka untuk perempuan pun diwariskan kepada perempuan weruin.
Benda pusaka oi kenirek berupa keluba kerorin, kapek kewatek yang diyakini memiliki nilai yang sakral diwariskan dan menjadi tanggung jawab perempuan weruin.
Jika seorang laki-laki Adonara tidak memiliki anak laki-laki maka ia bisa mengangkat anak laki-laki saudaranya untuk menjadi pewarisnya. Begitu juga jika seorang perempuan Adonara tidak memiliki anak perempuan, ia bisa mengangkat anak perempuan dari saudarinya untuk menjadi alih warisnya.
Oi kenirek pun memiliki larangan perjodohan dalam perkawinan. Anak laki-laki dari perempuan Adonara tidak lazim menikahi anak perempuan dari saudari yang satu Oi Kenirek dengan ibunya.
Mereka masih dianggap naan – bine. Sama seperti seorang-laki-laki Adonara yang dilarang mengambil perempuan yang masih satu marga / suku wungu dengannya.
Baca Juga: Mahar Gading Gajah lambang “Harga Diri” Perempuan Lamaholot?
Witi – Bala yang diterima oleh keluarga perempuan dibalas dengan pemberian yang nilainya setimbang dari keluarga perempuan.
Ada ungkapan “ liwu ata bala – honge ata witi ne olune hala”. Ungkapan ini bermakna bahwa belis yang diterima keluaraga perempuan tidaklah percuma. Ada pemberian yang sepadan nilainya dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki.
Bahkan pihak keluarga perempuan memiliki tanggungjawab yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak keluarga laki-laki. “Bala Rarane” atau “Rarane” dalam upacara kematian tidak hanya mengikat keluarga perempuan sekali saja. Namun kewajiban memberikan ‘rarane’ saat kematian keluarga suami bisa berlangsung hingga empat (4) kali.
Uraian ini, tidak serta merta menjadikan masyarakat Adonara menjadi tidak lagi patrilineal. Harapan saya tulisan dapat menginspirasi siapapun dengan latar belakang keilmuannya untuk meneliti lagi secara lebih mendalam.
Penelitaian yang mendalam inilah yang nantinya bisa menjawab apakah benar masyarakat Adonara murni patrilineal? Atau hanya didominasi oleh sifat patriarki? (Foto dari akun facebook Ina Kewa)
[…] Baca Juga: Benarkah Masyarakat Adonara Murni Patrilineal? […]
[…] Baca Juga: Benarkah Masyarakat Adonara Murni Patrilineal? […]
Terima kasih informasinya. Anak go’en inawae amu