Eposdigi.com – Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Negara telah menjadikan desa sebagai salah satu kekuatan utama mewujudkan visi Indonesia berdaulat secara ekonomi dan politik. Sejarah dan dinamika politik Negara di masa lalu, desa selalu diposisikan sebagai subordinat kekuasaan dan selalu dianaktirikan dalam setiap perubahan.
Masyarakat desa sebagai salah satu pemilik kedaulatan, sejatinya memiliki peran sentral atas kondisi ekonomi, sosial dan politik suatu Negara.
Namun sejak zaman kolonialisme sampai pada rezim orde baru, desa selalu berada di bawah kontrol Negara. Kebijakan Negara di masa lalu setidaknya dibaca sebagai strategi untuk memobilisasi dukungan dan menghindari resistensi atas hegemoni politik yang sedang dijalankannya.
Bahkan Desa selalu diidentikkan dengan keterbelakangan dan kebodohan akibat proses negaranisasi, marginalisasi yang berujung pada kemiskinan akut beratus-ratus tahun lamanya.
Nawacita ketiga Presiden Jokowi: “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan”, merupakan gagasan cerdas yang mengisyaratkan adanya komitmen dan prioritas utama pembangunan. Dimana daerah dan desa dijadikan sebagai basis kekuatan ekonomi menuju Indonesia sejahtera.
Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 87 s/d 90, telah diatur tentang perihal BUMDes sebagai basis pembangunan ekonomi desa. Negara menghendaki agar setiap desa mendirikan badan usaha milik desa (BUMDes).
Baca Juga : Dana Desa, BUM Desa dan Gemohing
BUMDes merupakan sebuah lembaga usaha desa yang dikelola oleh pemerintah dan masyarakat desa dalam upaya memperkuat roda perekonomian desa berdasarkan potensi sumber daya dan kebutuhan nyata warga desa.
Itu berarti BUMDes harus dikelola secara profesional agar memperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan warga desa. Karena itu pendirian BUMDes tidak berorientasi pada profit semata, tetapi juga manfaat sosial-politik dan non ekonomi lain.
Tentu manfaat ekonomi yang hendak dicapai dari usaha BUMDes adalah laba secara finansial untuk peningkatan PADes, terserapnya lapangan kerja di desa serta pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan warga desa, serta secara sosial politik mengembalikan harga diri dan menguatkan kesadaran politik warga desa.
Data menunjukkan bahwa dari 299 Desa yang ada di Kabupaten Flores Timur, masih tergolong miskin dan baru 45 Desa yang memiliki BUMDes, termasuk sebagian besar desa di Kecamatan Witihama. Sementara itu 100 desa di antaranya baru mendapatkan sosialisasi dari pemerintah kabupaten Flores Timur (Pos Kupang.Com, 11 Juli, 2018).
Baca Juga: Dana Desa antara Capaian Prestasi dan Jebakan Hukum
Presiden Jokowi telah menerima laporan bahwa dari total 3.858 Bumdes yang telah didirikan di Indonesia, hanya ada 1.670 BUMDes yang beroperasi tetapi belum memberikan kontribusi pada pendapatan desa. Sedangkan sebanyak 2.188 BUMDes tidak beroperasi atau gulung tikar.
Sementara total dana desa yang dialokasikan dari APBN selama kurun waktu 5 tahun sebesar Rp 329,8 Triliun. Tentu angka ini tidaklah kecil sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan tetap menjadi prioritas. Pada tahun anggaran 2020, APBN yang disediakan untuk anggaran dana desa meningkat menjadi Rp 72 Triliun.
Karena itu menurut Jokowi pemerintah desa harus lebih fokus pada percepatan pengembangan ekonomi produktif, pergerakan industri pedesaan serta pengurangan angka kemiskinan di desa, (Kompas.Com, 11/12/2019).
Berbagai persoalan yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa kegagalan BUMDes lebih sering disebabkan oleh banyak hal, seperti BUMDes asal jadi berdiri karena desakan pemerintah bukan kehendak masyarakat desa.
Hal lain misalnya para pengelola Bumdes kurang pengalaman, salah memilih partner bisnis dan jenis usaha, kurang fokus bekerja atau BUMDes masih dianggap sebagai kerja sampingan, takut mengambil resiko dalam membuat keputusan serta pendampingan dan pengawasan pemerintah supra desa dan desa tak maksimal.
Baca Juga : Warga Hadakewa; Dana Desa untuk Beternak Babi
Dari sekian penyebab tersebut setidaknya yang paling mendasar selalu berhubungan dengan rendahnya kapasitas SDM. Sebab itu studi kelayakan usaha dan usaha pengembangan BUMDes menjadi sangat urgen dilakukan.
Beberapa desa melakukan studi kelayakan tetapi tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh bahkan tanpa studi kelayakanpun desa berani mendirikan BUMDes sehingga hasilnya ribuan BUMDes sudah berdiri belum memberikan kontribus signifikan terhadap desa dan sebagian besar bangkrut.
Upaya pemerintah mendorong pembangunan ekonomi desa sejatinya melalui kehadiran BUMDes. BUMDes merupakan salah satu strategi mempercepat dan memperluas jaringan sosial ekonomi dan politik desa berdasarkan potensi sumber daya dan kebutuhan desa.
Namun dari segala aspek kehadiran BUMDes tak diikuti dengan persiapan memadai dari pemerintah dan masyarakat desa. Sebab itu berbagai kegagalan yang dialami oleh sejumlah BUMDes harus segera diatasi secara cerdas dengan berbagai pihak.
Mengingat vitalnya BUMDes di desa maka tindakan pemulihan dan penyelamatan atas persoalan yang melilitnya menjadi hal mendesak. Memfasilitasi desa menemukan solusi mendirikan BUMDes dan pengelolaannya secara lebih modern dan professional layak dilakukan.
Pemerintah daerah mesti mengambil langkah strategis melalui pendampingan dan kerjasama dengan berbagai pihak secara intensif dan masif, Perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil agar secara terprogram menyiapkan SDM profesional dalam mendirikan dan mengelola BUMDes.
Dengan demikian penguatan kapasitas SDM dan organisasi BUMDes menjadi hal yang sangat serius dilakukan oleh pemerintah supra desa sebagai pihak pembina dan para mitra yang peduli dengan problem desa. (Ilustrasi : trubus.id)
[…] Baca Juga: Strategi Membumikan Kapasitas Ekonomi dan Politik Desa melalui BUMDes […]